Kemenkes

Kemenkes Ungkap Provinsi Terbanyak Kasus Leptospirosis

Kemenkes Ungkap Provinsi Terbanyak Kasus Leptospirosis
Kemenkes Ungkap Provinsi Terbanyak Kasus Leptospirosis

JAKARTA - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mencatat adanya peningkatan kasus leptospirosis yang signifikan di beberapa provinsi, khususnya di Pulau Jawa. Penyakit yang ditularkan oleh bakteri Leptospira ini menunjukkan tren kenaikan yang berhubungan erat dengan musim hujan dan banjir. Jawa Tengah tercatat sebagai provinsi dengan jumlah kasus terbanyak, diikuti oleh D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Banten. Data ini menjadi peringatan penting untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat serta pemangku kepentingan kesehatan.

Mengenal Leptospirosis dan Cara Penularannya

Leptospirosis adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri Leptospira. Bakteri ini umumnya ditemukan pada urine hewan yang terinfeksi, khususnya tikus. Penularan kepada manusia dapat terjadi melalui kontak langsung dengan urine atau jaringan hewan yang membawa bakteri, maupun melalui air, tanah, atau lumpur yang terkontaminasi kondisi yang sering terjadi saat banjir.

Gejala leptospirosis bervariasi dari ringan hingga berat. Pada tahap awal, penderita dapat mengalami demam tinggi, menggigil, sakit kepala, nyeri otot terutama pada betis, dan mata merah. Pada kasus yang lebih serius, leptospirosis dapat menyebabkan komplikasi seperti gagal ginjal, meningitis, hingga perdarahan paru.

Data Kasus Leptospirosis di Lima Provinsi Terbanyak

Menurut data Kemenkes, hingga Agustus 2025, Jawa Tengah menjadi provinsi dengan kasus leptospirosis terbanyak, mencapai 1.014 kasus. Posisi kedua ditempati oleh D.I. Yogyakarta dengan 703 kasus, diikuti oleh Jawa Timur sebanyak 487 kasus, Jawa Barat 220 kasus, dan Banten 149 kasus.

Pola ini menunjukkan bahwa wilayah Jawa dengan karakteristik geografis dan demografis tertentu menjadi fokus perhatian utama dalam upaya pengendalian penyakit ini.

Faktor Penyebab Utama Peningkatan Kasus

Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Aji Muhawarman, menjelaskan beberapa faktor utama yang menjadi penyebab tingginya kasus leptospirosis, antara lain:

-Curah Hujan Tinggi dan Siklus Banjir: Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur kerap mengalami hujan lebat yang menyebabkan banjir dan genangan air. Kondisi ini menciptakan lingkungan yang ideal bagi bakteri Leptospira bertahan hidup dan menyebar.

-Kepadatan Penduduk di Daerah Rawan Banjir: Permukiman padat yang berdekatan dengan sungai atau area rawan banjir meningkatkan kemungkinan kontak langsung dengan air atau lumpur yang terkontaminasi.

-Populasi Tikus yang Tinggi: Wilayah pertanian seperti sawah padi, tebu, dan jagung di Pulau Jawa merupakan habitat utama tikus yang menjadi pembawa utama bakteri leptospira.

-Sistem Sanitasi yang Belum Optimal: Pengelolaan saluran air dan limbah yang kurang baik mempermudah penyebaran bakteri melalui air yang terkontaminasi.

-Mobilitas dan Aktivitas di Luar Ruangan: Pekerja pertanian, proyek konstruksi, dan masyarakat yang sering beraktivitas di area banjir atau lahan basah memiliki risiko terpapar yang lebih tinggi.

Musim Hujan dan Peningkatan Kasus Leptospirosis

Menurut Aji Muhawarman, data pola kenaikan kasus leptospirosis yang dikumpulkan selama tiga tahun terakhir menunjukkan tren yang jelas: kasus leptospirosis meningkat signifikan di musim penghujan, khususnya pada bulan Januari hingga Maret. Fenomena ini terkait erat dengan curah hujan tinggi yang memicu banjir di beberapa wilayah.

Kondisi ini menjadi sinyal penting bagi masyarakat dan tenaga kesehatan untuk meningkatkan kewaspadaan serta melakukan langkah-langkah pencegahan sejak dini.

Gejala Leptospirosis yang Harus Diketahui

Deteksi dini gejala leptospirosis sangat penting karena penyakit ini dapat berkembang dari ringan menjadi kondisi berat yang berpotensi fatal. Gejala awal yang muncul antara 4 hingga 14 hari setelah terpapar meliputi:

-Demam tinggi mendadak

-Menggigil

-Sakit kepala hebat

-Nyeri otot, khususnya pada betis dan punggung

-Mual dan muntah

-Mata merah (konjungtivitis)

Jika infeksi berkembang menjadi berat, pasien bisa mengalami:

-Kulit dan mata menguning (jaundice)

-Penurunan atau hilangnya produksi urin (tanda gagal ginjal)

-Sesak napas atau batuk berdarah

-Perdarahan pada kulit atau organ dalam

-Gangguan kesadaran

Pentingnya Penanganan Cepat untuk Mencegah Komplikasi

Leptospirosis bisa berakibat fatal jika tidak segera ditangani dengan benar. Bakteri Leptospira dapat menyebar ke aliran darah dan merusak organ vital. Kerusakan ini dapat menyebabkan gagal ginjal, gagal hati, dan perdarahan paru yang berat.

Selain itu, keterlambatan diagnosis sering terjadi karena gejala awal leptospirosis mirip dengan penyakit lain seperti flu, demam berdarah, dan malaria. Hal ini menyebabkan pasien sering datang ke fasilitas kesehatan dalam kondisi yang sudah parah. Pengobatan dengan antibiotik sejak tahap awal infeksi sangat penting untuk mencegah komplikasi serius dan kematian.

Upaya dan Imbauan Kemenkes untuk Masyarakat

Kementerian Kesehatan mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan selama musim hujan dan banjir dengan menerapkan langkah-langkah pencegahan, seperti menghindari kontak langsung dengan air banjir, menggunakan pelindung kaki saat bekerja di lahan basah, dan menjaga kebersihan lingkungan agar tidak menjadi sarang tikus. Peningkatan sistem sanitasi dan pengelolaan limbah juga menjadi bagian dari upaya mencegah penyebaran leptospirosis secara lebih luas.

Dengan penanganan yang tepat dan kesadaran yang tinggi dari masyarakat, kasus leptospirosis dapat diminimalkan sehingga kesehatan masyarakat terjaga dengan baik. Apabila Anda merasakan gejala yang mencurigakan terutama setelah beraktivitas di area banjir atau genangan air, segera konsultasikan ke fasilitas kesehatan terdekat agar mendapat diagnosis dan pengobatan yang cepat.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index