AAJI

AAJI Perkuat Kepercayaan Nasabah Asuransi

AAJI Perkuat Kepercayaan Nasabah Asuransi
AAJI Perkuat Kepercayaan Nasabah Asuransi

JAKARTA - Industri asuransi jiwa terus menunjukkan komitmennya dalam menjaga kepercayaan masyarakat. Di tengah berbagai dinamika yang berkembang, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) memastikan bahwa proses pembatalan klaim tidak dilakukan secara sembarangan. Klaim asuransi tetap dibayarkan selama informasi yang diberikan oleh nasabah sesuai dan akurat sejak awal pengajuan polis.

Fakta yang disampaikan AAJI mengungkapkan bahwa tingkat pembatalan klaim karena alasan ketidakjujuran informasi (non disclosure) sangat rendah, yaitu kurang dari 1%. Ini menjadi bukti bahwa perusahaan asuransi jiwa memiliki itikad baik dalam menyelesaikan kewajibannya terhadap pemegang polis.

Hasinah Jusuf, Kepala Departemen Legal AAJI, menekankan bahwa perusahaan asuransi pada dasarnya memiliki hak untuk membatalkan klaim, tetapi tidak dilakukan secara sepihak. Menurutnya, angka pembatalan yang sangat kecil menjadi indikator bahwa pelaku industri lebih mengedepankan prinsip kehati-hatian dan keadilan dalam memproses klaim nasabah.

“Sebenarnya data itu (1% klaim yang dibatalkan) membuktikan bahwa itikad baik dari perusahaan asuransi adalah membayarkan klaim yang memang eligible (memenuhi syarat) yang memang harus dibayarkan sepanjang memang itu diberikan informasi secara baik, benar, dan akurat di awal,” ujar Hasinah.

Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya komunikasi yang jujur dan transparan antara pemegang polis dan perusahaan asuransi. Sepanjang data dan informasi yang disampaikan oleh nasabah sudah sesuai dengan ketentuan, maka hak-hak nasabah tetap akan dilindungi.

Hasinah juga menjelaskan bahwa pembatalan klaim tidak serta merta bisa dilakukan hanya berdasarkan penilaian sepihak. Adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pasal 251 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) memperjelas mekanisme tersebut. Kini, keputusan untuk membatalkan klaim asuransi harus memiliki dasar hukum yang kuat dan melibatkan persetujuan tertulis antara pihak penanggung dan tertanggung, atau melalui proses hukum di pengadilan.

“Pasal 251 KUHD tidak secara tegas mengatur mekanisme syarat batal atau syarat pembatalan. Keputusan MK tidak terkait dengan penolakan klaim. Penolakan klaim atas alasan yang telah ditentukan dalam polis, sepanjang telah diatur dalam polis ya bisa dilakukan karena itu kesepakatan,” jelasnya.

Penegasan ini memperkuat bahwa aspek legalitas dan prinsip kehati-hatian menjadi acuan dalam setiap keputusan perusahaan asuransi, sekaligus memberikan kepastian hukum bagi nasabah. AAJI juga melihat pentingnya pembenahan internal di kalangan industri untuk meningkatkan transparansi dan pemahaman nasabah terhadap isi polis.

Dalam hal ini, asosiasi mendorong perusahaan asuransi untuk melakukan review secara menyeluruh terhadap dokumen polis, terutama pada aspek bahasa dan struktur kalimat. Tujuannya adalah agar nasabah dapat memahami dengan lebih mudah setiap ketentuan yang tercantum dalam polis asuransi jiwa yang mereka miliki.

Perusahaan asuransi kini juga menerapkan pendekatan baru dalam proses pengajuan asuransi. Salah satunya adalah dengan menyederhanakan pertanyaan dalam formulir Surat Pengajuan Asuransi Jiwa (SPAJ). Langkah ini dilakukan agar proses pengisian menjadi lebih efisien, sekaligus membantu nasabah dalam menyampaikan informasi yang relevan dan akurat.

Langkah-langkah pembenahan ini menjadi bagian dari komitmen industri dalam memberikan pelayanan yang lebih baik. AAJI pun terus aktif berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta asosiasi lain untuk menyusun panduan umum atau guideline yang bisa dijadikan acuan bersama dalam hal pembatalan polis maupun penolakan klaim.

“Mungkin tidak dalam hal membuat satu perjanjian baku yang berlaku untuk semua, tampaknya itu akan sulit. Tapi at least guidance apa yang harus kita masukkan ke dalam satu polis sehingga semua industri itu punya hal yang sama berlaku,” kata Hasinah.

Keseragaman panduan ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas tata kelola di sektor asuransi jiwa, sekaligus memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap industri. Terlebih lagi, adanya standar yang jelas akan memudahkan proses penanganan klaim serta mengurangi potensi sengketa di masa depan.

Tak hanya sampai di situ, AAJI juga tengah membahas inisiatif untuk menyusun sistem informasi nasabah yang dapat digunakan untuk proses verifikasi awal. Dengan sistem ini, perusahaan asuransi dapat lebih cepat memeriksa kelengkapan dan keabsahan data nasabah sebelum proses klaim berlangsung.

Namun demikian, AAJI tetap menekankan pentingnya menjaga perlindungan data pribadi dalam penerapan sistem tersebut. Segala proses yang melibatkan informasi nasabah harus memperhatikan aspek legal dan etika pemanfaatan data.

”Ada keamanan data yang memang harus dikomunikasikan dan supaya kita tidak salah sehingga pada saat kita mempergunakan data nasabah, memang itu penggunaannya secara tepat dan memiliki dasar hukum yang kuat,” tutur Hasinah.

Melalui beragam langkah ini, industri asuransi jiwa terus membuktikan perannya dalam menciptakan sistem perlindungan finansial yang berkelanjutan dan dapat diandalkan oleh masyarakat. Pendekatan yang berorientasi pada nasabah serta penguatan regulasi internal menjadi bagian dari upaya menjaga integritas dan kepercayaan terhadap sektor asuransi secara keseluruhan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index