AAJI

AAJI Perkuat Literasi dan Akses Asuransi

AAJI Perkuat Literasi dan Akses Asuransi
AAJI Perkuat Literasi dan Akses Asuransi

JAKARTA - Upaya meningkatkan penetrasi asuransi di Indonesia masih menghadapi berbagai rintangan, terutama dari sisi literasi dan akses masyarakat terhadap produk-produk asuransi. Hal ini menjadi perhatian Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), yang menyampaikan perlunya strategi lebih komprehensif untuk menjawab hambatan-hambatan tersebut.

Meski telah terjadi peningkatan kesadaran akan pentingnya proteksi finansial, tingkat penetrasi asuransi di Indonesia hingga Februari 2025 masih tergolong rendah. Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), angka penetrasi asuransi tercatat baru mencapai 2,72%. Ini menunjukkan bahwa meski pemahaman masyarakat tentang manfaat asuransi mulai tumbuh, implementasinya dalam bentuk kepemilikan polis masih sangat terbatas.

Kepala Departemen Komunikasi AAJI, Karin Zulkarnaen, menyebutkan bahwa salah satu kendala utama adalah masih rendahnya tingkat literasi keuangan, khususnya terkait dengan asuransi. Ia merujuk pada hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 yang menunjukkan bahwa indeks literasi sektor perasuransian hanya berada di angka 45,45%.

"Kalau kita bicara literasi, ini berkaitan dengan pemahaman masyarakat tentang manfaat dan mekanisme kerja asuransi. Tanpa pemahaman yang baik, maka masyarakat tidak akan terdorong untuk membeli atau mengakses produk asuransi," jelas Karin.

Di samping literasi, tantangan lainnya juga datang dari sisi akses masyarakat terhadap produk asuransi, terutama secara digital. Menurut Karin, masih banyak masyarakat yang mengalami kendala dalam menjangkau layanan asuransi secara daring, meskipun kesadaran mereka akan pentingnya perlindungan finansial sudah mulai terbentuk.

"Jadi, sudah paham perlu asuransi. Namun, semudah apa untuk membeli produk asuransinya? Hal itu juga menjadi tantangan," ujar Karin seusai konferensi pers AAJI yang digelar di kawasan Jakarta Pusat.

Akses digital yang belum merata menyebabkan sebagian masyarakat, terutama di daerah-daerah tertentu, kesulitan dalam mendapatkan informasi serta membeli produk asuransi yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Padahal, perkembangan teknologi seharusnya dapat menjadi jembatan dalam memperluas jangkauan industri asuransi kepada masyarakat luas.

Kondisi ini kemudian mendorong pentingnya peningkatan infrastruktur digital serta edukasi yang lebih masif dan terarah, agar masyarakat bisa dengan mudah memahami sekaligus mendapatkan produk asuransi yang relevan dengan kebutuhan mereka.

Selain itu, tipe produk asuransi yang ditawarkan oleh pelaku industri juga dinilai perlu dikaji ulang. Menurut Karin, perusahaan asuransi perlu terus berinovasi dalam mengembangkan produk yang lebih fleksibel dan mudah dipahami, terutama untuk masyarakat yang belum terbiasa dengan konsep asuransi.

"Apakah produk yang kita tawarkan ini relevan dengan kondisi masyarakat saat ini? Itu pertanyaan yang harus dijawab oleh para pelaku industri. Inovasi produk menjadi kunci untuk menjawab tantangan tersebut," ungkap Karin.

AAJI juga menyadari bahwa kebutuhan masyarakat akan proteksi kini semakin beragam. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan tidak bisa lagi bersifat generik. Setiap segmen masyarakat perlu disasar dengan strategi yang sesuai, baik dari segi komunikasi maupun dari bentuk dan fitur produk yang ditawarkan.

Dalam rangka mengatasi hambatan-hambatan ini, AAJI terus melakukan koordinasi dan kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah, pelaku industri, dan akademisi. Tujuannya adalah menciptakan ekosistem asuransi yang lebih inklusif dan mampu menjawab kebutuhan masyarakat dari berbagai lapisan.

Dengan kolaborasi yang baik, AAJI optimistis bahwa literasi dan inklusi asuransi dapat terus meningkat. Hal ini penting tidak hanya untuk pertumbuhan industri itu sendiri, tetapi juga dalam mendukung ketahanan finansial masyarakat di masa depan.

"AAJI berkomitmen untuk terus mendorong transformasi industri asuransi, tidak hanya dari sisi teknologi tetapi juga dari sisi pendekatan kepada masyarakat. Kita ingin memastikan bahwa setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan perlindungan," tegas Karin.

Industri asuransi jiwa di Indonesia diyakini masih memiliki potensi yang sangat besar. Dengan jumlah penduduk yang mencapai lebih dari 270 juta jiwa dan kelas menengah yang terus bertumbuh, kebutuhan akan perlindungan jiwa dan kesehatan diperkirakan akan terus meningkat.

Namun, potensi tersebut hanya bisa dioptimalkan apabila tantangan-tantangan utama seperti literasi, akses digital, dan relevansi produk dapat diatasi dengan tepat dan cepat. Oleh karena itu, strategi ke depan harus diarahkan pada upaya membangun kepercayaan dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pentingnya perencanaan keuangan melalui asuransi.

Upaya ini tentu membutuhkan waktu dan konsistensi. Tetapi dengan pendekatan yang terintegrasi, inovatif, dan berbasis kebutuhan masyarakat, industri asuransi di Indonesia diyakini bisa berkembang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Dengan semangat kolaborasi dan inovasi, AAJI terus bergerak memperkuat pondasi industri asuransi jiwa yang sehat dan adaptif. Harapannya, asuransi bukan lagi dianggap sebagai produk eksklusif, tetapi menjadi bagian dari gaya hidup keuangan masyarakat Indonesia secara luas.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index