JAKARTA - Perkembangan pesat sektor e-Commerce telah membuka peluang besar bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk memperluas pasar dan memperkuat daya saing. Namun di tengah akselerasi digital ini, muncul perhatian serius terkait kebijakan perpajakan yang menyasar aktivitas perdagangan digital.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani, menekankan perlunya kehati-hatian dalam menerapkan aturan perpajakan terhadap UMKM yang aktif di sektor e-Commerce. Ia menyampaikan hal ini dalam momen peluncuran Taxpayers Charter oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Bagi Shinta, keadilan menjadi prinsip utama yang harus dijunjung tinggi dalam perumusan kebijakan tersebut. Menurutnya, kebijakan pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) di sektor digital harus mencerminkan keseimbangan antara pelaku usaha konvensional dan digital.
“Kami sedang mengevaluasi hal ini bersama. Prinsipnya, kami ingin ada fairness. Jangan sampai sektor ritel tradisional terganggu, tapi e-Commerce juga tidak diperlakukan berbeda. Keduanya harus berjalan beriringan,” jelasnya.
Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya sinergi lintas sektor agar seluruh pelaku usaha, baik di pasar fisik maupun digital, dapat berkembang secara setara. Pemerintah, menurut Shinta, memiliki peran krusial dalam menciptakan sistem yang adil, tidak hanya untuk mendorong penerimaan negara, tetapi juga menjaga keberlangsungan sektor UMKM yang kini sangat tergantung pada kanal digital.
UMKM yang dahulu mengandalkan penjualan tatap muka, kini beradaptasi dan tumbuh lewat berbagai platform digital. Tren ini memperlihatkan bahwa e-Commerce bukan lagi sekadar alternatif, melainkan bagian dari struktur utama perekonomian nasional. Dalam konteks ini, kebijakan perpajakan harus dirancang untuk memperkuat, bukan malah membebani.
“UMKM di Indonesia saat ini banyak yang menggantungkan penjualannya pada e-Commerce. Maka kebijakan perpajakan ini harus dikaji secara menyeluruh dan diterapkan dengan hati-hati,” ujar Shinta.
Peringatan ini menjadi refleksi penting bagi para perumus kebijakan agar tidak menerapkan aturan yang bersifat umum tanpa memperhatikan skala dan karakter usaha. Khususnya di masa pemulihan ekonomi saat ini, UMKM menjadi garda terdepan dalam mendukung daya beli masyarakat, menyediakan lapangan kerja, serta menjaga stabilitas ekonomi lokal.
Peran UMKM, sambung Shinta, tidak hanya strategis tetapi juga krusial bagi ketahanan ekonomi bangsa. “UMKM itu ujung tombak ekonomi kita. Maka, Apindo berharap pemerintah tidak terburu-buru dan bisa mempertimbangkan semua aspek sebelum mengambil keputusan final,” tegasnya.
Dalam menghadapi tantangan era digital, Apindo menilai pendekatan yang kolaboratif antara pemerintah, pelaku usaha, dan asosiasi menjadi kunci untuk menciptakan regulasi yang tidak hanya efektif, tetapi juga adaptif dan berorientasi pada pembangunan jangka panjang.
Shinta menyebutkan bahwa Apindo akan terus terlibat aktif dalam diskusi dan pengawalan kebijakan terkait perpajakan UMKM digital. Hal ini menjadi bagian dari komitmen asosiasi untuk memastikan kebijakan yang diambil tetap berpihak pada pertumbuhan ekonomi nasional.
“Apindo menyatakan akan terus mengawal kebijakan ini agar tetap berpihak kepada kepentingan ekonomi nasional, sekaligus menciptakan sistem perpajakan yang adil dan inklusif di era digital,” tuturnya.
Sinyal kehati-hatian ini juga mengandung harapan agar implementasi aturan tidak dijalankan secara seragam tanpa melihat konteks. Apalagi mengingat mayoritas UMKM masih berada dalam fase bertumbuh dan belajar memahami dunia digital. Penyesuaian dalam bentuk edukasi, insentif, serta transisi bertahap perlu menjadi pertimbangan utama.
Di tengah gencarnya upaya digitalisasi UMKM, pemungutan pajak yang terlalu cepat atau tanpa strategi transisi berpotensi mempersempit ruang gerak pelaku usaha kecil. Bukannya memperluas kontribusi ekonomi digital, justru bisa menimbulkan ketimpangan dan stagnasi.
Sebaliknya, dengan kebijakan yang inklusif dan berbasis data serta dialog, penerapan pajak dapat menjadi instrumen yang mendorong tata kelola yang lebih baik, meningkatkan kapasitas usaha, sekaligus mendukung penerimaan negara.
Langkah ideal menurut Shinta adalah menciptakan keseimbangan antara kebutuhan fiskal pemerintah dan keberlanjutan ekonomi pelaku UMKM. Terlebih, UMKM bukan sekadar penyumbang ekonomi, melainkan penggerak utama dalam pemulihan sosial dan ekonomi masyarakat.
Kehadiran e-Commerce memberikan angin segar bagi UMKM, tetapi juga menimbulkan tantangan regulasi baru. Pemerintah dan pemangku kepentingan dituntut menciptakan sistem yang adaptif dan inklusif terhadap perubahan ini. Oleh karena itu, suara Apindo menjadi sangat relevan dalam menyuarakan kehati-hatian dan keadilan sebagai kunci menuju tata kelola perpajakan digital yang berkelanjutan.