Nasional

Lurah Peacemaker Penguat Nasional

Lurah Peacemaker Penguat Nasional
Lurah Peacemaker Penguat Nasional

JAKARTA - Peran desa sebagai ujung tombak pembangunan hukum kini mendapat pengakuan di level nasional. Langkah konkret datang dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Daerah Istimewa Yogyakarta (Kanwil Kemenkum DIY) yang tengah menyeleksi 22 lurah untuk mewakili provinsi mereka dalam ajang Peacemaker Justice Award (PJA) 2025 tingkat nasional.

Proses seleksi ini menjadi momentum penting dalam mendorong kesadaran hukum berbasis komunitas dan memperkuat kehadiran desa sebagai pelopor penyelesaian masalah secara damai, berkeadilan, dan non-litigatif.

Kepala Kanwil Kemenkum DIY, Agung Rektono Seto, menjelaskan bahwa penghargaan ini bukan hanya bentuk apresiasi, melainkan juga pemetaan sejauh mana desa telah aktif mewujudkan layanan hukum yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. “Proses seleksi ini tidak hanya mencari siapa yang terbaik, tetapi juga untuk mengukur sejauh mana desa mampu menghadirkan akses keadilan bagi masyarakat melalui mekanisme non-litigasi seperti mediasi desa dan keberadaan pos bantuan hukum,” kata Agung.

Ajang ini sejalan dengan semangat restorative justice yang kini menjadi prinsip penting dalam sistem hukum nasional, di mana penyelesaian sengketa dan konflik lebih diutamakan melalui dialog, musyawarah, dan penyelesaian secara damai.

Didorong Kolaborasi Lintas Sektor

Proses seleksi bukanlah upaya tunggal dari Kanwil Kemenkum DIY. Dalam pelaksanaannya, kegiatan ini juga didukung penuh oleh berbagai pihak, termasuk Pemerintah Daerah DIY, sebagai bentuk sinergi membangun kesadaran hukum yang menyentuh hingga ke tingkat akar rumput.

Indikator penilaian pun tidak semata-mata berbasis angka atau laporan administratif. Tim seleksi juga memperhatikan kualitas layanan Pos Bantuan Hukum (Posbakum), sejauh mana mediasi dilakukan secara efektif, peran aktif peacemaker dalam menyelesaikan konflik lokal, serta inovasi yang dilakukan desa untuk menghadirkan layanan hukum yang inklusif dan proaktif. “Keberadaan peacemaker di desa merupakan wujud nyata pemberdayaan hukum berbasis masyarakat. Mereka menjadi ujung tombak dalam membantu masyarakat menyelesaikan persoalan secara damai tanpa harus menempuh jalur pengadilan,” lanjut Agung dengan penuh optimisme.

Peran penting ini secara tidak langsung juga membantu kinerja Aparat Penegak Hukum (APH), dengan mengurangi beban perkara yang seharusnya dapat diselesaikan lebih cepat dan murah di tingkat komunitas.

Apresiasi dari Pemerintah Daerah

Tak hanya dari kementerian, apresiasi juga datang dari Pemerintah Daerah DIY yang melihat program ini sebagai terobosan penting dalam mengembangkan kapasitas desa sebagai pusat resolusi konflik yang partisipatif dan bermartabat.

Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah (Setda) DIY, Hary Setiawan, menyampaikan dukungan penuh terhadap pelaksanaan Peacemaker Justice Award. “Kami menyambut baik adanya seleksi Peacemaker Justice Award ini. Tidak hanya mengapresiasi para lurah yang telah bekerja keras dalam membangun sistem layanan hukum di desanya, tetapi juga mendorong lahirnya inovasi baru dalam penanganan konflik sosial dan hukum secara partisipatif dan bermartabat,” ujar Hary.

Program ini tidak hanya memotivasi para pemimpin desa, tetapi juga menjadi inspirasi nasional bagi wilayah lain untuk mengadopsi model penyelesaian hukum berbasis komunitas dengan pendekatan humanis.

Menuju Panggung Nasional

Rangkaian seleksi akan berlangsung dari pertengahan Juli hingga Agustus 2025. Para lurah yang terpilih nantinya akan menjadi wakil dari DIY di tingkat nasional, berkompetisi dengan perwakilan daerah lain dari seluruh Indonesia. Mereka akan memperebutkan predikat Desa Peacemaker Terbaik, yang menjadi simbol keberhasilan pendekatan hukum dari masyarakat untuk masyarakat.

Lebih dari sekadar lomba, PJA 2025 merupakan ajang pembuktian bahwa kekuatan hukum tidak hanya ada di ruang pengadilan, tetapi juga hidup dan tumbuh di balai desa, di ruang mediasi warga, dan di tangan para pemimpin lokal yang mampu menciptakan harmoni di tengah keragaman.

Menumbuhkan Budaya Hukum Positif

Program ini diharapkan tidak berhenti hanya pada tahap seleksi dan pemberian penghargaan. Kanwil Kemenkum DIY berharap Peacemaker Justice Award bisa menjadi gerakan nasional yang mendorong desa-desa lain di Indonesia untuk mengembangkan layanan hukum yang dekat dengan warganya.

Dengan makin banyaknya desa yang memiliki peacemaker, budaya hukum yang adil, murah, dan partisipatif akan semakin kuat tertanam di tengah masyarakat. “Kami ingin membangun kesadaran bahwa tidak semua permasalahan harus dibawa ke pengadilan. Ada banyak persoalan sosial yang bisa diselesaikan melalui pendekatan damai. Dengan begitu, masyarakat bisa merasakan langsung kehadiran hukum yang mengayomi, bukan menakutkan,” pungkas Agung.

Harapan Nasional dari Desa

Inisiatif ini menjadi cerminan bahwa perubahan besar dalam sistem hukum nasional bisa dimulai dari desa. Lewat tangan lurah dan perangkat desa yang memahami akar masalah di komunitasnya, keadilan bisa hadir dengan lebih manusiawi, cepat, dan menyentuh hati.

Keberhasilan program ini akan menjadi cermin positif bagi nasional bahwa pembangunan hukum tidak hanya milik kota besar atau pengadilan tinggi, tetapi juga milik desa yang mampu menanamkan nilai-nilai damai dan keadilan dari bawah ke atas.

Peacemaker Justice Award adalah panggung pembuktian bahwa desa-desa di Indonesia mampu menjadi pionir dalam menciptakan iklim hukum yang sehat, solutif, dan inklusif. Sebuah langkah maju yang patut diapresiasi dan dilanjutkan sebagai bagian dari wajah baru penegakan hukum di Indonesia yang lebih membumi dan membahagiakan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index