JAKARTA - Pemerintah terus memperkuat program bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat yang membutuhkan, dengan pendekatan yang makin terarah dan berkelanjutan. Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar, menyampaikan bahwa pemberian bansos akan tetap berjalan dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat secara lebih akurat, tanpa mengurangi esensi kehadiran negara dalam membantu kelompok rentan.
Dalam keterangannya usai pelantikan Pengurus Besar Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) di Jakarta, Muhaimin mengklarifikasi isu yang sempat beredar terkait wacana pembatasan penerima bansos hanya kepada lansia, penyandang disabilitas, dan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Ia menegaskan bahwa masyarakat miskin secara umum tetap menjadi bagian dari penerima manfaat program ini.
“Bantuan untuk tiga kategori itu adalah bansos abadi. Artinya status penerima manfaat berlaku secara terus menerus tanpa batas waktu,” ujar Muhaimin yang akrab disapa Cak Imin. Ia menambahkan bahwa bagi masyarakat miskin di luar tiga kelompok tersebut, bantuan sosial tetap diberikan, namun akan dibatasi dalam kurun waktu lima tahun.
Pernyataan ini sekaligus meredam kekhawatiran sejumlah pihak yang sempat muncul di media sosial dan ruang publik. Wacana perubahan skema bansos yang sempat mencuat beberapa waktu lalu sempat menimbulkan interpretasi yang keliru, seolah masyarakat miskin tak lagi mendapatkan bantuan dari negara. Padahal, pendekatan ini justru bertujuan meningkatkan efektivitas program dan mendorong pemberdayaan jangka panjang.
Muhaimin menjelaskan bahwa perubahan pendekatan ini merupakan bagian dari upaya menyempurnakan sistem penyaluran bansos. Pemerintah tetap berkomitmen memberikan bantuan yang tepat sasaran, khususnya kepada mereka yang benar-benar tidak memiliki kemampuan untuk mandiri secara ekonomi.
“Selain tiga ini dibatasi,” katanya, merujuk pada pembatasan waktu penerimaan bansos untuk masyarakat miskin yang masih produktif. Pemerintah, kata dia, tengah mengkaji kemungkinan masa berlaku bansos selama lima tahun sebagai bentuk intervensi sementara. Setelahnya, diharapkan ada peningkatan kapasitas dan kemandirian dari para penerima manfaat.
Skema ini tidak lepas dari penguatan basis data penerima bantuan yang mengacu pada standar Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTKS). Dengan basis data yang semakin akurat, penyaluran bansos dapat lebih tepat sasaran, efisien, dan menjangkau mereka yang benar-benar membutuhkan.
Muhaimin juga membantah bahwa bansos untuk masyarakat miskin akan diubah total ke bentuk bantuan lain. Menurutnya, pemerintah masih dalam tahap diskusi dan penggodokan skema, namun tidak ada keputusan final terkait perubahan besar dalam mekanisme bantuan sosial tersebut.
Sementara itu, Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin), Budiman Sudjatmiko, menjelaskan lebih lanjut mengenai arah kebijakan bansos ke depan. Dalam kesempatan terpisah di Kawasan Matraman, Jakarta Timur, Budiman menyampaikan bahwa fokus utama pemerintah adalah menjadikan bansos sebagai instrumen jangka pendek bagi masyarakat miskin produktif, sekaligus memberikan jalan menuju kemandirian ekonomi.
“Bansos baiknya hanya untuk yang lansia, yang mungkin difabel, mungkin yang ODGJ, ya kan?” ujar Budiman. Menurut dia, ketiga kelompok tersebut memang memerlukan perlindungan sosial seumur hidup karena keterbatasan fisik maupun mental yang mereka miliki. Oleh karena itu, pemerintah mempertimbangkan untuk menjadikan mereka sebagai penerima tetap.
Namun untuk masyarakat miskin yang dinilai masih memiliki potensi untuk bekerja dan mandiri, pendekatan yang diterapkan akan lebih berfokus pada pemberdayaan ekonomi. “Masyarakat miskin nantinya tidak lagi masuk ke dalam penerima manfaat bansos jika dipandang masih kuat untuk bekerja,” katanya.
Budiman menekankan bahwa arah kebijakan ini diambil bukan untuk mengurangi peran negara dalam menolong masyarakat miskin, melainkan justru memperkuat kapasitas masyarakat agar bisa keluar dari kemiskinan dengan kekuatan dan potensi yang mereka miliki sendiri.
Langkah ini juga dinilai sebagai bagian dari transformasi besar dalam pola penanganan kemiskinan di Indonesia. Alih-alih hanya memberikan bantuan tunai secara berkepanjangan, pemerintah mulai mengintegrasikan berbagai program pelatihan, bantuan modal usaha, hingga pendampingan untuk memastikan penerima manfaat bansos mampu berkembang dan berdaya saing.
Kebijakan ini pun dinilai sejalan dengan visi jangka panjang pemerintah dalam membangun sistem kesejahteraan yang berkelanjutan. Pendekatan jangka waktu lima tahun akan menjadi jembatan menuju fase pemberdayaan yang lebih aktif dan produktif.
Dengan sistem baru ini, diharapkan masyarakat tidak hanya menerima bantuan, tetapi juga memiliki peluang untuk memperbaiki kualitas hidup secara menyeluruh. Program-program lanjutan seperti pelatihan keterampilan kerja, akses permodalan UMKM, hingga pendampingan sosial-ekonomi akan terus diperkuat.
Pemerintah juga berkomitmen untuk tetap membuka ruang dialog dan partisipasi publik dalam menyusun skema bansos yang ideal. Keterlibatan masyarakat, akademisi, dan kelompok sipil diharapkan dapat memberi masukan yang konstruktif agar program ini bisa berjalan secara inklusif dan transparan.
Dengan penegasan ini, pemerintah menepis kekhawatiran masyarakat terhadap isu pembatasan bansos secara semena-mena. Justru, pendekatan yang lebih tepat sasaran dan terukur ini menunjukkan komitmen negara untuk terus hadir dan memberikan perlindungan sosial yang berdampak nyata.