JAKARTA - Meski memiliki tugas berat sebagai wakil menteri di Kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, sebanyak 26 pejabat ini juga dipercaya mengemban peran sebagai komisaris di berbagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kombinasi peran ini menegaskan sinergi antara pemerintahan dan pengelolaan aset negara yang dilakukan secara lebih terintegrasi hingga pertengahan Juli 2025.
Penempatan wakil menteri pada posisi komisaris atau komisaris utama di BUMN merupakan bagian dari mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dilaksanakan secara rutin oleh masing-masing perusahaan pelat merah. Langkah ini diambil guna memastikan bahwa visi dan misi pemerintah dalam mengelola BUMN dapat terimplementasi secara efektif, sekaligus memperkuat pengawasan terhadap kinerja korporasi negara.
Salah satu nama yang baru-baru ini resmi menempati jabatan komisaris adalah legenda bulu tangkis Indonesia sekaligus Wakil Menteri Pemuda dan Olahraga, Taufik Hidayat. Pada akhir Juni 2025, Taufik resmi menjadi Komisaris PT PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI), anak usaha dari PT PLN (Persero). Penunjukan ini dilakukan bersamaan dengan Anggawira, Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi).
Anggawira menegaskan bahwa tugas para komisaris PLN EPI sangat strategis. Mereka harus memastikan ketahanan pasokan energi primer nasional, seperti batu bara, gas pipa, LNG, dan sumber energi lainnya yang dibutuhkan untuk seluruh pembangkit listrik dalam kelompok PLN. “Langkah ini dilakukan melalui memastikan keandalan pasokan batu bara, gas pipa, LNG, dan energi primer lainnya untuk seluruh pembangkit PLN Group, dengan skema kontrak jangka panjang, diversifikasi pemasok, dan pemetaan risiko logistik,” jelasnya.
Lebih jauh lagi, pembangunan buffer stock atau cadangan strategis menjadi fokus utama guna menjaga kestabilan pasokan. Terutama untuk LNG dan batu bara, buffer stock ini diharapkan dapat mengantisipasi risiko gangguan pasokan akibat disrupsi geopolitik maupun bencana alam.
Di samping itu, para komisaris memiliki tugas mengoptimalkan portofolio energi primer melalui rebalancing bauran energi. Strategi ini bertujuan menekan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik secara efisien, sekaligus tetap memperhatikan kebijakan transisi energi nasional yang mendorong pemanfaatan sumber daya energi dalam negeri.
“Ketiga, adalah efisiensi rantai pasok dan tata kelola niaga,” tambah Anggawira, menandakan bahwa peran komisaris tidak hanya terbatas pada aspek teknis energi, tetapi juga tata kelola dan pengelolaan bisnis yang lebih baik.
Fenomena wakil menteri yang merangkap sebagai komisaris BUMN bukan hanya menunjukkan kepercayaan pemerintah kepada para pejabatnya, tetapi juga menggambarkan upaya sinergi antara kebijakan pemerintah pusat dengan pengelolaan korporasi negara. Dengan begitu, harapannya kinerja BUMN dapat semakin optimal, mampu berkontribusi pada pembangunan nasional sekaligus memberikan nilai tambah bagi negara.