JAKARTA - Pada tanggal 1 Maret 2025, peraturan baru mengenai Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) akan mulai diberlakukan. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025 ini menggantikan PP Nomor 36 Tahun 2023 dengan berbagai perubahan signifikan yang bertujuan untuk meningkatkan kontribusi DHE terhadap perekonomian nasional. Dalam kebijakan baru ini, pemerintah memperketat peraturan terkait retensi DHE dengan tujuan mengoptimalkan aliran devisa ke dalam negeri.
Perubahan Utama dalam PP Nomor 8 Tahun 2025
Perubahan utama peraturan ini meliputi peningkatan persentase dan perpanjangan jangka waktu penempatan DHE di Indonesia. Para eksportir komoditas nonmigas diwajibkan menahan atau melakukan retensi 100 persen dari DHE mereka di dalam negeri selama 12 bulan. Sementara itu, sektor migas tetap beroperasi di bawah ketentuan PP sebelumnya dengan tingkat retensi sebesar 30 persen selama tiga bulan.
Adanya perubahan ini mencerminkan upaya pemerintah untuk menekan laju keluarnya devisa dari dalam negeri yang selama ini menjadi permasalahan. “Dengan adanya kebijakan ini, kita harap dapat meyakinkan para eksportir bahwa menyimpan devisa di dalam negeri dapat memberikan kontribusi positif, tidak hanya bagi negara, tetapi juga bagi stabilitas ekonomi mancanegara,” demikian kutipan dari pernyataan resmi Kementerian Keuangan.
Penggunaan Devisa Hasil Ekspor dalam Rekening Khusus Valas
Turunan dari peraturan tersebut termasuk perluasan penggunaan DHE SDA yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan strategis. Penggunaan devisa ini diizinkan untuk pembayaran kewajiban dalam bentuk valuta asing (valas), pembayaran impor barang dan jasa, serta pengadaan barang modal dalam valas. Fasilitas ini diharapkan dapat memberikan fleksibilitas kepada pelaku usaha dalam mengelola dan memanfaatkan DHE mereka sesuai kebutuhan operasional.
Lebih lanjut, implementasi aturan ini akan diawasi ketat melalui mekanisme post-audit yang akan dilakukan kepada bank dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Langkah ini akan memastikan kepatuhan para eksportir terhadap regulasi baru dan meminimalisir pelanggaran.
Dampak Terhadap Eksportir dan Monitoring Kepatuhan
Eksportir yang masih dalam proses pengawasan sehubungan dengan ketentuan lama, yaitu PP 36 Tahun 2023, dianggap telah memenuhi kewajibannya. Hal ini memberikan kepastian hukum bagi eksportir yang telah menyimpan devisa mereka mengikuti aturan yang berlaku saat itu.
Sementara itu, bagi eksportir baru atau mereka yang belum menjalani proses pengawasan, diwajibkan untuk segera menyesuaikan diri dengan aturan anyar. Pengawasan ketat selama masa transisi menuju standar baru menjadi langkah penting agar seluruh pihak dapat beradaptasi.
Pendekatan ini diakui memiliki tantangan tersendiri. Namun, pemerintah optimis pengetatan ini akan membawa dampak positif terhadap perekonomian. "Kami mengerti akan ada proses penyesuaian, tetapi manfaat jangka panjang dari kebijakan ini sangat penting untuk keseimbangan ekonomi kita," ujar seorang pejabat di Badan Kebijakan Fiskal.
Dukungan dan Kritik dari Berbagai Kalangan
Regulasi baru ini mendapatkan dukungan serta kritik dari berbagai pihak. Kalangan ekonom menilai langkah ini sebagai keputusan penting demi memperkuat cadangan devisa nasional. Di sisi lain, sejumlah eksportir menyuarakan kekhawatirannya terkait keterbatasan likuiditas yang dapat menghambat kelancaran operasi mereka.
"Langkah pemerintah ini memang sejalan dengan usaha untuk menjaga stabilitas ekonomi, namun kami berharap ada kebijakan lain yang dapat memfasilitasi eksportir agar kebijakan ini tidak berjalan kontraproduktif," kata seorang pengamat ekonomi yang tak mau disebutkan namanya.
Perubahan aturan tentang Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam melalui PP Nomor 8 Tahun 2025 menggambarkan komitmen pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi Indonesia dengan memaksimalkan potensi devisa dari sektor ekspor. Meskipun ada tantangan dalam implementasinya, kebijakan ini diharapkan dapat mendorong lebih banyak devisa dipertahankan di dalam negeri sehingga akhirnya memperkuat ekonomi nasional secara berkelanjutan.
Pemerintah terus melakukan sosialisasi dan pendekatan kepada para pelaku usaha agar transisi menuju regulasi baru ini dapat berjalan lancar. Dengan demikian, seluruh komponen perekonomian Indonesia dapat bergerak seiring dalam mencapai tujuan bersama demi kemakmuran bangsa.