JAKARTA - Komitmen memperkuat perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan terus digaungkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Di Bali, langkah konkret untuk mewujudkan hal ini dilakukan melalui sinergi antara OJK Provinsi Bali dan Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Dewan Perwakilan Kabupaten (DPK) Badung. Melalui kegiatan sosialisasi yang dilangsungkan di Denpasar, pendekatan strategis dilakukan agar pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) lebih memahami dan menerapkan prinsip-prinsip perlindungan konsumen secara menyeluruh.
Sosialisasi ini menjadi bagian dari upaya berkelanjutan OJK dalam meningkatkan pemahaman dan kompetensi seluruh pemangku kepentingan di sektor jasa keuangan, khususnya dalam mengimplementasikan Peraturan OJK (POJK) Nomor 22 Tahun 2023. Peraturan ini tidak hanya mengatur hak-hak konsumen, namun juga memberikan kerangka kerja yang jelas bagi PUJK untuk melindungi diri dari risiko yang mungkin muncul dari konsumen dengan itikad tidak baik.
Dalam kegiatan yang dihadiri oleh 110 peserta dari 47 BPR dan 1 BPRS di Kabupaten Badung ini, OJK menekankan pentingnya edukasi, tata kelola yang transparan, serta keadilan dalam penyediaan produk dan layanan keuangan. Harapannya, perlindungan konsumen tidak lagi dipandang sebagai kewajiban administratif, melainkan menjadi bagian dari budaya industri keuangan yang sehat dan bertanggung jawab.
Irhamsah, yang mewakili Kepala OJK Provinsi Bali, menjelaskan bahwa perlindungan konsumen merupakan fondasi bagi industri keuangan yang berkelanjutan. Menurutnya, di tengah kemajuan teknologi dan inovasi layanan keuangan yang berkembang pesat, konsumen semakin membutuhkan pemahaman yang kuat terhadap ketentuan hukum yang berlaku.
“Di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi dan berbagai inovasi produk serta layanan keuangan, konsumen semakin dihadapkan pada kompleksitas yang menuntut pemahaman ketentuan dan perlindungan hukum yang lebih kuat,” jelas Irhamsah.
Perlindungan ini tidak hanya menyasar sektor formal, tetapi juga sektor informal dan masyarakat umum, termasuk mereka yang berada di wilayah-wilayah pariwisata dan pedesaan. Mengingat masih banyak masyarakat yang belum memiliki pemahaman memadai mengenai layanan keuangan digital, pendekatan perlindungan konsumen pun kini digeser dari reaktif menjadi proaktif. OJK tidak hanya menunggu pengaduan, tetapi aktif melakukan pengawasan perilaku dan edukasi masyarakat.
Irhamsah juga menguraikan bahwa saat ini OJK mengadopsi dua pendekatan utama dalam pengawasan: pengawasan prudensial dan pengawasan market conduct. Pengawasan prudensial berfokus pada aspek kesehatan dan keberlangsungan usaha PUJK. Sementara itu, market conduct lebih menitikberatkan pada perilaku PUJK dalam seluruh siklus penyediaan produk dan layanan, mulai dari desain hingga penanganan pengaduan konsumen.
Data terbaru menunjukkan efektivitas pendekatan ini. Tercatat 295 pengaduan yang masuk melalui Aplikasi Portal Pelindungan Konsumen (APPK). Dari jumlah tersebut, sebanyak 92 persen berhasil diselesaikan, menunjukkan respons cepat dan efektivitas sistem pengaduan yang ada. Sisanya, masih dalam proses penyelesaian dengan mekanisme yang terus diawasi oleh OJK.
Aspek-aspek utama perlindungan konsumen yang terus menjadi fokus OJK meliputi edukasi, keterbukaan informasi, keadilan dalam pelayanan, perlindungan terhadap aset dan data pribadi, hingga penegakan kepatuhan. Hal ini sejalan dengan semangat menciptakan ekosistem jasa keuangan yang tidak hanya tangguh secara ekonomi, tetapi juga menjunjung etika dan kepercayaan publik.
Ketua Perbarindo DPK Badung, I Nengah Sutha Semadi, mengapresiasi keterlibatan aktif OJK dalam pembinaan dan pengawasan sektor jasa keuangan, khususnya terhadap BPR dan BPRS di wilayahnya. Ia menilai, kehadiran OJK dalam kegiatan seperti ini mampu membangun pemahaman yang lebih kuat terhadap regulasi yang berlaku.
Ia juga menekankan pentingnya komitmen kolektif seluruh BPR dan BPRS untuk secara konsisten menerapkan ketentuan perlindungan konsumen dalam kegiatan operasionalnya. “Kami berharap semua lembaga keuangan dapat menjadikan perlindungan konsumen sebagai bagian dari budaya kerja, bukan sekadar pemenuhan peraturan,” ujarnya.
Dengan latar belakang pesatnya pertumbuhan layanan keuangan digital dan beragamnya kebutuhan konsumen, sosialisasi ini menjadi langkah penting untuk menciptakan industri keuangan yang lebih inklusif. Konsumen dari berbagai latar belakang, termasuk mereka yang belum terakses layanan keuangan formal, diharapkan dapat memperoleh perlindungan dan pemahaman yang setara.
Selain itu, kegiatan ini juga menggarisbawahi pentingnya peran edukasi keuangan yang berkelanjutan. Masyarakat yang memahami hak dan kewajibannya sebagai konsumen akan lebih percaya diri dalam menggunakan produk dan layanan keuangan. Di sisi lain, PUJK juga lebih siap dalam menghadapi tantangan perubahan lanskap keuangan dan memenuhi harapan konsumen secara lebih bertanggung jawab.
Dengan demikian, kerja sama antara OJK dan Perbarindo tidak hanya menghadirkan solusi atas tantangan saat ini, tetapi juga menciptakan pondasi kuat bagi masa depan industri keuangan di Bali yang lebih berintegritas. Kepercayaan konsumen menjadi kunci utama dalam menjaga stabilitas dan keberlangsungan sektor keuangan. Oleh karena itu, membangun budaya perlindungan konsumen adalah langkah strategis yang akan terus diperkuat dari waktu ke waktu.