Cara mendidik anak yang seimbang sejak dini merupakan hal penting yang kerap kali terabaikan oleh sebagian orang tua.
Salah satu kekeliruan umum dalam proses pengasuhan adalah tidak sepadannya kontribusi antara ayah dan ibu dalam menerapkan cara dalam mendidik anak secara tepat.
Kita tentu menyadari bahwa dalam praktiknya, peran ibu sering kali lebih menonjol dibandingkan ayah dalam mendampingi tumbuh kembang anak.
Hal ini juga tercermin dari hasil survei yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2015, di mana peran ayah dalam pengasuhan anak hanya memperoleh skor 3,8 dari skala 5. Ketimpangan tersebut menunjukkan adanya jarak yang masih cukup lebar.
Melihat kenyataan ini, sudah seharusnya para orang tua meningkatkan kesadaran akan pentingnya pembagian peran yang setara dalam proses mendidik anak.
Ibu memiliki posisi penting sebagai pendidik utama sekaligus madrasah pertama bagi anak-anaknya, sementara ayah memegang peranan sebagai panutan dan teladan yang akan dicontoh oleh buah hati mereka kelak.
Oleh karena itu, penting untuk memahami bentuk-bentuk kontribusi yang bisa dimaksimalkan oleh kedua orang tua dalam mendampingi anak sejak usia dini.
Termasuk di dalamnya bagaimana menghadapi tantangan tertentu dalam pengasuhan di rumah, agar masa-masa tumbuh kembang anak bisa dilalui dengan dukungan penuh dan kerja sama yang baik dari ayah dan ibu.
Semua ini merupakan bagian penting dalam memahami dan menerapkan cara mendidik anak secara optimal.
Cara Mendidik Anak Balita agar Nurut
Salah satu alasan kamu menemukan dan membaca tulisan ini bisa jadi merupakan petunjuk dari Yang Maha Kuasa agar kamu dapat mengoptimalkan masa keemasan anak yang umumnya dikenal sebagai usia balita.
Dalam dunia pengasuhan, pendidikan anak idealnya dimulai dari setiap tahap pertumbuhan, mulai dari balita, remaja, hingga dewasa. Namun, fokus pembahasan kali ini akan dibatasi hanya pada fase usia balita.
Masa balita dianggap sebagai periode emas dalam kehidupan seorang anak—tahap di mana proses tumbuh kembang berlangsung sangat cepat.
Benyamin S. Bloom, pakar pendidikan dari Universitas Chicago, dalam karyanya Stability and Change in Human Characteristics, menyebutkan bahwa sekitar 50% potensi kecerdasan anak mulai terbentuk hingga usia 4 tahun.
Ketika menginjak usia 8 tahun, potensi tersebut berkembang hingga 80%, dan akan mencapai tingkat kecerdasan sepenuhnya pada usia 18 tahun.
Oleh karena itu, berikut beberapa tips yang bisa kamu terapkan untuk memaksimalkan masa emas tersebut dalam mendampingi tumbuh kembang anak dari rumah, sekaligus sebagai salah satu bentuk nyata penerapan cara mendidik anak sejak dini.
Memberikan Bimbingan dengan Penuh Kehangatan dan Empati
Tak perlu memaksakan kehendak pribadi kepada anak. Cukup arahkan apabila sikapnya mulai melenceng dari hal-hal yang seharusnya. Gunakan tutur kata yang tenang, halus, dan hindari nada tinggi maupun perlakuan keras.
Tunjukkan perhatian dan kasih sepenuh hati, sebab masa awal kehidupan anak merupakan periode penting yang menjadi acuan dalam menilai kesehatannya secara umum di masa depan.
Secara emosional, dengan menunjukkan cinta yang tulus, kamu juga membantu anak terbebas dari trauma masa kecil yang membekas di benaknya.
Menjauhkan Diri dari Tindakan Negatif di Hadapan Anak
Segala perilaku yang kamu tampilkan dapat dengan mudah ditiru oleh anak. Ada yang langsung mereka ikuti saat itu juga, ada pula yang tersimpan dalam ingatan dan muncul kembali di kemudian hari.
Jika yang diperlihatkan adalah kebiasaan yang tidak baik, anak pun akan menirunya. Sebaliknya, ketika yang ditampilkan adalah sikap positif, mereka akan cenderung mengadopsi perilaku tersebut juga.
Menjadi Pendengar yang Sabar dan Penuh Perhatian
Saat anak mulai aktif berinteraksi dengan lingkungan sekitar, jangan pernah mengabaikan celoteh mereka. Dengarkan setiap ungkapan yang mereka sampaikan dengan penuh perhatian, lalu berikan respons yang tepat.
Jika yang dikatakan anak mengandung hal-hal yang positif, berilah penghargaan berupa pujian, pelukan, atau bentuk apresiasi lain.
Namun, jika isi perkataannya masih kurang tepat, beri penjelasan yang bijak tanpa menyakiti perasaan, dan hindari sikap kasar maupun tindakan fisik.
Cara ini akan membangun rasa percaya diri dalam diri anak karena mereka merasa dihargai dan tidak ditekan.
Menciptakan Lingkungan yang Aman dan Menenangkan
Tanamkan dalam diri anak bahwa rumah dan orang tua adalah tempat yang paling nyaman baginya. Kamu perlu menjadi sosok yang mampu memahami keinginannya.
Ketika anak masih kecil, jadilah teman bermain yang menyenangkan dan bisa dia andalkan.
Namun ketika anak sudah beranjak remaja, peran tersebut akan berubah menjadi sahabat yang bisa diajak berbagi cerita dan perasaan. Dengan begitu, anak akan merasa nyaman untuk terbuka dan menceritakan berbagai persoalan yang ia hadapi.
Melibatkan Diri dalam Aktivitas Bermain dan Belajar Anak
Masa awal pertumbuhan adalah waktunya bermain. Pada tahap ini, kamu perlu menemani anak bermain tanpa terlalu banyak membatasi. Biarkan dia menjelajah dan mengekspresikan ide-idenya sebebas mungkin.
Selain itu, berikan juga pengetahuan mengenai dunia di sekelilingnya—bagaimana beradaptasi, memahami lingkungan, serta menjalin hubungan sosial yang sehat.
Ajarkan juga nilai-nilai menghargai dan menghormati orang lain karena hal inilah yang akan membentuk karakter positif dalam diri anak hingga dewasa. Gunakan waktu berharga ini sebaik-baiknya untuk membina anak.
Berdasarkan pendapat Sutaryati (2006), apabila pada masa ini anak tidak mendapatkan dukungan dan stimulasi yang memadai dari orang tuanya, maka proses tumbuh kembangnya tidak akan berlangsung secara optimal.
Mengoptimalkan Peran Orang Tua Ayah dalam Pendidikan Anak
Peran seorang ayah dalam proses mendidik anak memang seringkali tidak sekuat peran ibu. Hal ini terjadi karena ayah cenderung lebih sibuk dengan pekerjaan, sering memiliki aktivitas di luar rumah, dan juga minim pengetahuan seputar cara mengasuh anak.
Akibatnya, waktu dan kualitas keterlibatan ayah dalam membesarkan anak menjadi berkurang.
Berdasarkan kenyataan ini, ketika seseorang kelak menjalani peran sebagai ayah, perlu adanya usaha yang lebih cerdas dalam menciptakan kesempatan agar hubungan emosional dengan anak tetap terjaga dengan baik.
Menurut Najelaa Shihab, ada empat peran penting yang bisa dimaksimalkan oleh seorang ayah untuk memberikan pola asuh terbaik bagi anak-anaknya, antara lain:
1. Menjadi Partner Bermain
Saat seorang ayah meluangkan waktu untuk bermain bersama anak, hal ini dapat memperkuat kondisi psikologis sang anak.
Penelitian menunjukkan bahwa jika perhatian ayah terhadap anak berkurang, maka risiko gangguan emosional pada anak meningkat hingga 63%.
Anak yang kekurangan perhatian dari ayah cenderung lebih mudah merasa tidak stabil secara emosi, cemas berlebihan, sedih mendalam, bahkan mengalami ketakutan berlebihan.
Dengan membiasakan diri sejak awal untuk terlibat dalam kegiatan bermain bersama anak, dampaknya bisa dirasakan dalam jangka panjang.
Kesehatan mental anak akan lebih baik, dan kedekatan emosional antara ayah dan anak pun akan terbangun secara maksimal.
2. Menjadi Sumber Pendidikan
Seorang ayah juga berperan penting sebagai teladan yang menunjukkan arah dalam membentuk impian dan tujuan hidup anak. Umumnya, ayah memiliki pandangan jangka panjang yang lebih kuat dibandingkan ibu.
Beberapa cara dalam mendidik anak yang bisa dijalankan antara lain rutin mengajak anak berbincang, memberikan ruang bagi anak untuk menyampaikan pemikirannya, mengenali keinginan anak, mendampingi proses anak dalam mengeksplorasi rasa ingin tahunya, dan yang paling penting, menanamkan pola pikir berkembang atau growth mindset.
Dengan membiasakan anak untuk berpikir berkembang sejak kecil, kemampuan anak dalam menangkap informasi bisa meningkat. Bahkan, potensi rendahnya daya serap anak hingga 56% bisa dikurangi secara signifikan.
Anak yang terbiasa berpikir terbuka akan lebih mudah memahami berbagai hal dan memiliki kemampuan berpikir di atas rata-rata.
3. Menjadi Sosok Pelindung
Sebagai figur yang membawa energi maskulin, ayah memiliki tanggung jawab untuk menanamkan pada anak pentingnya tidak selalu bergantung kepada orang lain—bahkan kepada orang tuanya sendiri—untuk merasa aman atau dilindungi.
Melalui sikap ini, anak belajar bahwa tidak selalu ada orang tua atau orang lain yang bisa hadir setiap waktu untuk membantu.
Oleh karena itu, anak didorong untuk mengembangkan kemampuan melindungi diri sendiri atau self protection secara lebih dini.
4. Ayah sebagai Mitra Anak
Tak hanya menjadi pendamping dalam proses pengasuhan bersama ibu, seorang ayah juga perlu hadir sebagai mitra sejati bagi anak-anaknya.
Dalam menjalani peran ini, kamu bisa menjadi berbagai figur sesuai kebutuhan, seperti pembimbing, teman dekat, sahabat, pengamat yang kritis, dan lainnya—menyesuaikan dengan kondisi dan situasi yang sedang terjadi.
Semua peran tersebut dijalankan demi mendukung perkembangan anak agar menjadi pribadi yang lebih baik ke depannya. Idealnya, anak bisa merasa nyaman berbagi cerita dengan orang tuanya sendiri dibandingkan dengan pihak lain.
Saat seorang ayah mampu menjadi mitra terbaik bagi anak, potensi munculnya perilaku agresif pada anak bisa ditekan hingga 43%.
Keempat peran yang telah dijelaskan sebelumnya diharapkan dapat kamu terapkan secara maksimal ketika kelak menjalani peran sebagai ayah.
Tugasmu adalah menghadirkan pengasuhan yang penuh perhatian dan dukungan untuk anak-anakmu.
Lantas, bagaimana jika situasinya mengharuskan kamu untuk berjauhan dengan keluarga? Misalnya, karena pekerjaan, kamu harus tinggal di luar kota dan hanya memiliki waktu singkat untuk bertemu langsung?
Dalam situasi seperti itu, penting untuk memanfaatkan kemajuan teknologi secara optimal. Walau terpisah jarak, kamu tetap bisa mengikuti perkembangan anak dengan cara menjaga komunikasi secara intensif, bahkan dari kejauhan.
Caranya, kamu bisa menyisihkan waktu di tengah kesibukan kerja untuk melakukan panggilan video.
Gunakan momen ini untuk bertanya tentang kegiatan anak saat itu, bercanda ringan, memastikan anak sudah makan atau belum, melakukan percakapan yang lebih dalam, menyatakan kasih sayang, merancang agenda liburan bersama, menyampaikan motivasi, ataupun memberikan nasihat yang bermakna.
Dengan cara tersebut, meskipun secara fisik tidak bersama, kedekatan emosional antara kamu dan anak tetap bisa dipelihara. Hubungan kalian akan tetap terasa hangat dan hidup, serta memberikan rasa aman dan nyaman bagi anak.
Mengoptimalkan Peran Orang Tua Ibu dalam Pendidikan Anak
Seperti yang mungkin sering kamu alami, menjalani peran sebagai seorang istri sekaligus ibu merupakan tanggung jawab besar yang tidak bisa dianggap ringan.
Keluhan rasa lelah sering muncul karena banyaknya tugas yang harus dijalankan setiap hari.
Mulai dari membersihkan rumah, memenuhi kebutuhan suami, mengasuh anak, hingga mendampingi anak saat mengerjakan tugas sekolah, semuanya menjadi bagian dari rutinitas yang harus dijalani.
Namun, di balik segala kelelahan tersebut, ada sisi luar biasa yang menyertai. Peran ganda ini justru menjadikanmu sosok penting dalam perjalanan keberhasilan anak.
Mulai dari kasih yang kamu curahkan dengan tulus, doa-doa yang kamu panjatkan dengan linangan air mata, serta sentuhan lembut dari tanganmu yang mampu memberikan semangat bagi anak dalam meraih impiannya di masa depan.
Lebih jauh lagi, kamu bisa mengembangkan peran sebagai ibu yang mendidik anak dari rumah dengan lebih efektif. Berikut ini beberapa cara yang bisa dilakukan untuk memaksimalkan peran tersebut:
1. Ibu sebagai Pengatur Urusan Rumah Tangga
Seorang ibu memegang peran penting dalam mengatur seluruh kegiatan yang berkaitan dengan rumah tangga.
Saat anak sudah mampu diajak berkomunikasi dengan baik dan bisa diberi tanggung jawab kecil, kamu bisa mulai mengajarinya bagaimana membantu menyelesaikan pekerjaan rumah.
Namun, jika anak masih berusia sangat muda, wajar jika mereka belum memahami berbagai tanggung jawab rumah tangga. Meski begitu, kamu tetap bisa mulai memberikan pemahaman atau nasihat ringan yang bisa ditangkap secara perlahan.
Contohnya, kamu bisa mengatakan, “kalau mainan yang tadi sudah ibu rapikan ingin dimainkan lagi, setelah selesai main nanti dirapikan kembali ya supaya tetap rapi.”
Melalui cara ini, beban tugas merapikan barang-barang sedikit berkurang, sekaligus memberikan pelajaran bagi anak bahwa merapikan kembali sesuatu setelah digunakan adalah bagian dari kebiasaan yang baik.
Di kemudian hari, hal ini akan tertanam sebagai kebiasaan positif.
2. Ibu sebagai Juru Masak Andal
Dalam hal menyediakan makanan bagi keluarga, terutama anak-anak, seorang ibu juga dituntut untuk kreatif.
Ketika anak mengalami kesulitan makan atau terlihat tidak tertarik pada makanan, kamu bisa mengevaluasi kembali cara penyajian makanan yang diberikan.
Apakah tampilannya cukup menarik? Apakah sudah disesuaikan dengan apa yang disukai anak?
Jika belum, kamu bisa mencoba menghadirkan makanan dengan tampilan yang menyenangkan, misalnya dengan membentuknya menyerupai karakter favorit anak.
Ajak anak berbicara sebelum makan dimulai, seolah-olah ia sedang makan bersama tokoh kartun yang ia sukai.
Menjadi juru masak yang kreatif juga bisa membantu menanamkan kebiasaan makan bersama di rumah saat anak-anak tumbuh besar. Hal ini jauh lebih menyenangkan dan mendekatkan dibandingkan jika anak-anak lebih sering makan di luar rumah.
Ada pula pengalaman dari seorang ibu muda di Chicago yang menyampaikan bahwa anaknya yang dulunya suka melawan, berubah sikapnya setelah dibiasakan makan malam bersama keluarga.
Asalkan makan malam dilakukan tanpa gangguan lain seperti menonton televisi, makan terpisah, atau menggunakan telepon genggam, suasana makan bisa menjadi lebih berkualitas dan berdampak positif bagi sikap anak.
Jika kamu ingin bagian berikutnya (termasuk bagian yang tampaknya akan membahas liburan keluarga atau lanjutan lainnya), beri tahu saja, akan aku lanjutkan.
3. Ibu sebagai Penjaga Kesehatan dan Perawat
Seorang ibu wajib memastikan bahwa kebutuhan gizi anak terpenuhi agar risiko terserang penyakit dapat diminimalisir.
Memperhatikan kondisi kesehatan anak menjadi hal penting karena mereka masih mudah terkena berbagai gangguan kesehatan.
Apabila anak sampai jatuh sakit, peran ibu sangat krusial dalam memberikan perawatan yang dibutuhkan.
Ini tidak hanya meliputi pemberian obat dan penyajian makanan yang sesuai, tetapi juga menyertakan kasih sayang dan dukungan penuh agar proses penyembuhan berjalan lebih cepat dan nyaman bagi anak.
4. Ibu sebagai Pengatur Keuangan Terbaik
Seringkali urusan keuangan keluarga dipercayakan kepada ibu sebagai manajer keuangan yang handal. Dalam hal ini, kamu perlu mengatur alokasi pengeluaran berdasarkan kebutuhan yang ada.
Hindarilah pola konsumsi berlebihan, terutama untuk kebutuhan pribadi, karena kamu juga bertanggung jawab dalam membiayai kebutuhan anak.
Untuk memenuhi keinginan anak atau diri sendiri, hal itu boleh dilakukan selama tidak terlalu sering dan porsinya lebih kecil dibandingkan dengan kebutuhan utama.
Memberikan ruang bagi keinginan sesekali juga penting untuk menjaga kesehatan mental.
Dengan pengelolaan pemasukan dan pengeluaran yang tepat, kamu dapat menjadi perencana keuangan keluarga yang handal sehingga terhindar dari kondisi defisit setiap bulannya.
5. Ibu sebagai Sekolah Pertama bagi Anak
Menjadi tempat belajar pertama bagi anak bukanlah tugas mudah, namun merupakan amanah yang sangat mulia.
Peran ini bisa kamu jalankan secara optimal dari rumah untuk membentuk generasi yang memiliki kepribadian baik, cerdas secara intelektual, emosional, dan spiritual.
Kamu harus mampu mengenali karakteristik masing-masing anak. Meski misalnya anak tersebut kembar, sifat mereka pasti berbeda. Dengan demikian, cara pengasuhan pun harus disesuaikan dengan kepribadian yang berbeda-beda.
Sebagai contoh, anak dengan sifat introvert tidak dapat dipaksa untuk selalu aktif bersosialisasi atau berbicara di depan banyak orang.
Kamu perlu memahami kelemahan yang dimiliki sifat introvert agar bisa segera ditangani, serta mendukung kelebihan yang ada untuk terus berkembang.
Keberhasilan peran sebagai sekolah pertama ini tidak hanya diukur dari prestasi akademik semata, melainkan dari berbagai aspek perkembangan anak secara menyeluruh.
Ingatlah bahwa setiap anak itu unik dan memiliki keunggulan masing-masing. Semoga kelima peran ini dapat kamu jalankan dengan sebaik-baiknya.
Jangan ragu untuk melibatkan pasangan agar saling memberi perhatian, pengertian, dan bekerja bersama-sama dalam membesarkan dan mendidik anak dengan penuh kasih sayang.
Cara dalam Mendidik Anak yang Bandel
Untuk beberapa kondisi tertentu, ada contoh kasus anak yang sulit diatur. Orang tua bisa memberikan pendidikan tanpa harus meluapkan kemarahan.
Berdasarkan informasi dari UNICEF, berikut beberapa langkah yang dapat kamu terapkan dalam mendidik anak yang cenderung nakal:
- Saat anak merasa tidak nyaman dengan suatu keadaan, segera arahkan perhatiannya ke hal-hal yang lebih positif.
- Jika kamu mulai merasa kesal, tarik napas dalam-dalam selama sepuluh detik agar tetap tenang dalam menghadapi tingkah laku anak.
- Alih-alih menggunakan kekerasan atau teriakan, berikan konsekuensi sebagai bentuk tanggung jawab atas pilihan dan tindakan yang dilakukan anak, baik yang baik maupun yang kurang tepat.
- Selalu berikan kata-kata yang membangun saat menasihati anak.
- Fokuslah pada perilaku yang ingin kamu dorong agar muncul.
- Gunakan suara dengan nada lembut dan rendah saat berbicara.
- Berikan penghargaan atau pujian ketika anak menunjukkan sikap yang baik.
- Berikan arahan yang realistis dan sesuai dengan kemampuan anak.
- Selain itu, bantu anak untuk menjalin hubungan yang baik dengan teman-temannya agar mereka merasa dekat dan diterima dalam lingkungan sosialnya.
Sebagai penutup, menguasai cara mendidik anak dengan bijak adalah kunci membangun masa depan mereka yang lebih baik dan penuh kasih sayang.