Pada masa lalu, di daerah Lintau Buo, Tanah Datar, hanya perempuan dari kalangan bangsawan atau keturunan penghulu yang diperbolehkan mengenakan tingkuluak jenis ini saat berada di pelaminan.
Bagi perempuan yang bukan berasal dari keturunan tersebut, mereka harus meminta izin atau membayar biaya adat kepada penghulu setempat agar diperkenankan memakainya.
Untuk mengenakannya, perlu membentuk Tingkuluak Tanduak sebagai lapisan dasar, lalu menambahkan kayu ringan di bagian atas yang dililit dengan kain yang telah diberi hiasan ukiran dan sentuhan warna keemasan.
- Tingkuluak Sapik Udang
Jenis ini berasal dari Kabupaten Tanah Datar. Bahan utamanya adalah kain sarung bermotif kotak-kotak kecil berwarna hitam dan dipadukan dengan kain mukena.
Cara memakainya adalah dengan melipat kain sarung memanjang menjadi dua, sedangkan mukena dilipat menjadi empat bagian.
Kedua kain tersebut diletakkan di kepala sedemikian rupa sehingga membentuk tanduk di sisi kanan dengan ujung kain diputar ke belakang, sementara bagian kiri dikreasikan agar menyerupai bentuk bunga kecubung.
Selain sebagai bagian dari busana adat, tingkuluak ini juga berfungsi sebagai perlengkapan ibadah bagi umat Islam.
- Tingkuluak Talakuang
Tingkuluak ini umum dikenakan dalam kegiatan sehari-hari. Selain itu, sering juga digunakan ketika mengundang masyarakat untuk menghadiri acara hajatan atau kegiatan adat seperti mamanggai.
- Tingkuluak Koto Gadang
Jenis ini dipakai oleh mempelai perempuan saat melangsungkan pernikahan di daerah Koto Gadang. Bahannya terbuat dari kain beludru berwarna merah atau ungu tua dan memiliki bentuk persegi panjang.
g. Dukuh (Kalung)
Kalung yang dikenakan oleh perempuan Minang melambangkan bahwa dirinya selalu berada dalam jalan kebenaran. Bentuk lingkarannya mencerminkan prinsip hidup yang teguh dan sulit digoyahkan selama berada di jalur yang benar secara moral dan adat.
h. Galang (Gelang)
Gelang yang melingkari pergelangan tangan menyiratkan makna bahwa setiap tindakan memiliki batas.
Simbol ini mengingatkan agar seseorang tidak melampaui kemampuan atau perannya dan selalu bertindak sesuai kadar dan tanggung jawabnya masing-masing.
3. Pakaian Penghulu
Jenis busana tradisional ini dikenakan oleh pria dalam budaya Minangkabau. Sering pula disebut sebagai pakaian khusus pemangku adat, pakaian ini tidak bisa dikenakan secara sembarangan karena ada aturan tertentu yang harus diikuti agar seseorang dapat memakainya.
Dahulu, hanya kepala suku yang memiliki hak mengenakannya. Warna dasar pakaian ini adalah hitam, yang mencerminkan sikap tegas dan sifat kepemimpinan. Dalam tradisi Minang, pria dianggap sebagai pemimpin dalam keluarga.
Selain itu, karena hanya dipakai oleh kepala suku, pakaian ini juga menjadi simbol dari kepemimpinan dalam lingkup adat dan suku.
Meski awalnya eksklusif untuk kepala suku, kini pakaian tersebut juga dikenakan oleh pria dalam upacara pernikahan sebagai pengantin. Terdapat beberapa komponen pelengkap yang menjadi bagian dari busana ini, yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Deta atau Destar
Penutup kepala ini dipakai oleh laki-laki dalam adat Minang saat mengenakan busana tradisional. Model dan bentuknya memiliki keunikan tersendiri tergantung pada status sosial si pemakai. Meski warna kainnya bervariasi, hitam menjadi pilihan paling umum.
Pemakaiannya dilakukan dengan cara melilitkan kain di kepala. Deta yang memiliki tingkat tertinggi disebut Deta Raja, terbuat dari bahan kain berkualitas tinggi.
Lipatan pada penutup kepala ini memberi pesan bahwa seorang pemimpin adat sebaiknya berpikir matang dan penuh pertimbangan sebelum mengucapkan sesuatu.
Jenis Deta yang umumnya dikenakan bersama busana adat oleh para pemuka adat adalah Deta Saluak Batimbo.
Sementara kalangan rakyat biasa cenderung memakai Deta Ameh atau Deta Cilien Manurun yang memiliki desain lebih sederhana dan biasanya dipakai dalam aktivitas harian.
b. Sasampiang
Ini adalah kain songket yang dikenakan di bahu dalam bentuk selendang menyilang. Maknanya adalah seorang pria harus memiliki pengetahuan dan keberanian agar dapat menjadi pemimpin yang baik.
c. Sandang
Sandang adalah kain merah yang diikatkan di pinggang dan berfungsi sebagai ikat pinggang. Penggunaannya melambangkan tali persaudaraan antar masyarakat Minang di mana pun mereka berada.
Warna merah pada sandang mencerminkan kepatuhan terhadap nilai-nilai dan aturan adat yang berlaku.
d. Cawek
Cawek merupakan celana longgar yang digunakan oleh pria. Untuk pemakaian yang lengkap, cawek selalu dikenakan bersamaan dengan sandang.
e. Tungkek
Tongkat ini dibawa di tangan kanan dan menjadi simbol dari tanggung jawab serta amanah yang harus dijalankan oleh pemakainya.
f. Keris
Keris sebagai senjata tradisional menjadi bagian dari busana ini. Ia merepresentasikan sikap sabar, tidak mudah marah, berpikir rasional, dan mengutamakan kepentingan bersama. Cara pemakaiannya adalah dengan menyelipkan keris di pinggang.
Sebagai penutup, pakaian adat Sumatera Barat mencerminkan filosofi hidup, identitas budaya, serta nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Minangkabau dari generasi ke generasi.