OJK

OJK Dorong Reasuransi Lokal Tumbuh Lebih Tangguh

OJK Dorong Reasuransi Lokal Tumbuh Lebih Tangguh
OJK Dorong Reasuransi Lokal Tumbuh Lebih Tangguh

JAKARTA - Dalam upaya memperkuat industri reasuransi nasional, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mengarahkan fokusnya pada tiga strategi kunci yang diyakini dapat memperkuat daya saing dan ketahanan industri ini di kancah global. Strategi tersebut meliputi peningkatan kapasitas domestik, optimalisasi penerimaan premi dari luar negeri, serta pengendalian aliran premi yang keluar negeri.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK, Ogi Prastomiyono, menyampaikan bahwa saat ini industri reasuransi nasional menghadapi tantangan besar dalam menjaga neraca transaksi berjalan akibat tingginya premi yang dialihkan ke reasuradur asing.

“Penutupan asuransi keluar dari Indonesia cukup besar (aliran premi asuransi yang ditempatkan ke reasuradur luar negeri), sehingga defisit current account kita itu cukup besar dan meningkat terus,” kata Ogi saat memberikan paparan dalam Indonesia Re International Conference (IIC) 2025 di Jakarta.

Data tahun 2024 mencatat bahwa sebesar 40,20 persen premi reasuransi dari dalam negeri masih mengalir ke luar negeri. Aliran ini mencakup premi reasuransi langsung maupun tidak langsung yang ditujukan kepada perusahaan reasuransi asing. Akibatnya, sektor reasuransi nasional mencatat defisit neraca transaksi berjalan sebesar Rp12,10 triliun pada tahun tersebut angka yang meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Tingginya angka tersebut menggarisbawahi pentingnya penguatan kapasitas reasuransi dalam negeri. Menurut Ogi, peningkatan daya saing lokal tidak hanya bertujuan menahan arus premi yang keluar, tetapi juga membuka peluang untuk menarik premi dari pasar luar negeri. Dalam jangka panjang, hal ini diharapkan mampu menciptakan keseimbangan dan kontribusi positif terhadap perekonomian nasional.

Namun, untuk dapat bersaing dan mengelola risiko-risiko berskala besar, perusahaan reasuransi dalam negeri perlu dukungan permodalan yang solid. Ogi menggarisbawahi bahwa ketahanan finansial menjadi syarat mutlak bagi industri reasuransi untuk berkembang dan bertransformasi.

Dalam kerangka transformasi tersebut, OJK telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 23 Tahun 2023 yang menjadi landasan penguatan permodalan industri perasuransian dan reasuransi. Aturan ini mengatur secara bertahap peningkatan ketentuan ekuitas minimum untuk perusahaan reasuransi konvensional maupun syariah.

Berdasarkan data sebanyak 88,89 persen perusahaan reasuransi telah memenuhi ekuitas minimum tahap pertama sebesar Rp500 miliar untuk konvensional dan Rp200 miliar untuk syariah. Batas waktu untuk tahap ini ditetapkan hingga 2026.

Memasuki tahap kedua yang akan berlangsung hingga 2028, terdapat 44,44 persen perusahaan reasuransi yang telah memenuhi syarat Kelompok Perusahaan Perasuransian Berdasarkan Ekuitas (KPPE) 1 dengan minimum ekuitas Rp1 triliun untuk reasuransi konvensional dan Rp400 miliar untuk syariah.

Selain itu, 11,11 persen perusahaan lainnya sudah masuk kategori KPPE 2, yang berarti telah memiliki ekuitas minimum Rp2 triliun (konvensional) dan Rp1 triliun (syariah). Capaian ini dinilai sebagai langkah positif menuju peningkatan kapasitas industri secara menyeluruh.

“Kalau kita lihat perusahaan asuransi di negara-negara lain, modal disetornya memang rendah, tapi ekuitasnya sudah sangat besar, jauh lebih besar dari perusahaan asuransi Indonesia. Itu karena memang pembukaan perusahaan asuransi baru relatif jarang atau tidak ada, tapi yang sudah ada bertumbuh dengan besar. Karena itu, kita akan meningkatkan (syarat permodalan) itu secara bertahap,” ujar Ogi menjelaskan konteks global yang menjadi pembanding dan arah kebijakan ke depan.

Selain aspek permodalan, OJK juga membuka ruang bagi kolaborasi strategis antara reasuradur dalam negeri dan global. Tujuannya adalah memperkuat pengetahuan teknis dan kapasitas tanpa mengganggu porsi bisnis yang telah berjalan bagi perusahaan dalam negeri. Pendekatan ini menandakan bahwa OJK mengedepankan model kemitraan yang inklusif untuk mendorong pertumbuhan bersama.

Seiring dengan waktu menuju tenggat pemenuhan ekuitas minimum pada tahap pertama di 2026, sebagian besar perusahaan reasuransi telah menyampaikan rencana bisnis mereka kepada OJK. Rencana ini mencakup strategi dan tahapan pemenuhan ekuitas, serta penyesuaian operasional lainnya untuk memastikan keberlanjutan bisnis.

Menurut Ogi, hingga saat ini, proses pemenuhan permodalan masih berjalan sesuai rencana atau on track. “Sebagian besar perusahaan asuransi dan reasuransi telah menyampaikan rencana bisnis untuk memenuhi ketentuan ekuitas minimum secara bertahap,” tambahnya.

OJK pun terus melakukan pemantauan ketat terhadap implementasi kebijakan ini untuk memastikan seluruh pelaku industri benar-benar siap menghadapi tantangan maupun peluang di masa mendatang. Dengan pendekatan yang sistematis dan terukur, diharapkan industri reasuransi Indonesia dapat tumbuh lebih sehat, kuat, dan kompetitif secara global.

Melalui langkah-langkah tersebut, OJK menegaskan komitmennya dalam menciptakan ekosistem reasuransi nasional yang kokoh dan berdaya saing. Strategi penguatan industri ini bukan hanya berfokus pada ketahanan internal, tetapi juga bertujuan menjadikan Indonesia sebagai pemain penting dalam peta reasuransi internasional.

Dengan dukungan regulasi yang jelas, permodalan yang terus tumbuh, serta kolaborasi yang sehat dengan mitra global, masa depan industri reasuransi Indonesia berada pada jalur yang menjanjikan. OJK optimistis bahwa arah pembangunan yang ditempuh saat ini akan memberi dampak positif, tidak hanya untuk industri keuangan, tetapi juga untuk perekonomian nasional secara keseluruhan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index