Bursa

Bursa Asia Melemah Usai Isu Gubernur The Fed

Bursa Asia Melemah Usai Isu Gubernur The Fed
Bursa Asia Melemah Usai Isu Gubernur The Fed

JAKARTA - Pergerakan saham berjangka di kawasan Asia menunjukkan kondisi yang kurang stabil menjelang pembukaan perdagangan pada Kamis pagi. Hal ini terjadi setelah adanya dinamika yang dipicu oleh pernyataan Presiden AS Donald Trump terkait posisi Gubernur Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell. Dolar AS yang melemah dan penutupan positif di Wall Street menjadi latar belakang situasi pasar yang bergejolak pada sesi sebelumnya.

Trump menegaskan bahwa dirinya tidak memiliki rencana untuk mencopot Powell dari jabatannya, mengatasi kekhawatiran yang sempat muncul akibat pemberitaan sebelumnya yang menyebutkan presiden akan segera mengganti Gubernur The Fed. Klarifikasi ini membawa pengaruh positif dengan menenangkan pasar, yang sebelumnya sempat melihat penurunan pada dolar, saham AS, serta imbal hasil obligasi pemerintah AS.

Pada sesi terakhir, indeks S&P 500 berhasil mencatatkan kenaikan sebesar 0,3%. Kenaikan tipis juga terjadi pada indeks teknologi Nasdaq 100 sebesar 0,1% yang membawa indeks tersebut ke rekor tertinggi penutupan baru. Di sisi lain, indeks dolar AS melemah 0,3% menandai berakhirnya tren penguatan selama empat hari berturut-turut. Imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat tenor dua dan sepuluh tahun turun masing-masing lima dan tiga basis poin.

Pergerakan pasar ini juga mendapat dorongan dari data indeks harga produsen (IHP) di AS yang lebih rendah dari ekspektasi. Kondisi ini memperkuat keyakinan bahwa Federal Reserve akan melakukan pemangkasan suku bunga dalam beberapa waktu ke depan.

Di Asia, bursa saham berjangka Jepang menunjukkan tren penurunan, sedangkan kontrak berjangka untuk Australia dan Hong Kong mengalami penguatan. Reaksi pasar tersebut mencerminkan ketidakpastian yang masih menyelimuti pelaku pasar di tengah spekulasi mengenai kebijakan moneter The Fed.

Analis dari JPMorgan Chase & Co menilai bahwa pernyataan Trump yang menolak akan melakukan pemecatan Powell memberikan jeda bagi pasar, meskipun isu ini kemungkinan belum berakhir sepenuhnya. Trump sendiri beberapa kali melontarkan kritik kepada Powell, khususnya terkait sikap Powell yang belum menurunkan suku bunga, di tengah kekhawatiran inflasi yang dipicu oleh tarif impor.

Selain itu, Menteri Keuangan turut memberikan tekanan politik dengan menyarankan agar Powell tidak melanjutkan masa jabatannya setelah periode saat ini berakhir. Pernyataan dari Presiden di Kantor Oval juga membuka peluang mencopot Powell dengan alasan tertentu, memperlihatkan dinamika politik yang berpotensi memengaruhi jalannya kebijakan moneter.

Para eksekutif tinggi dari beberapa bank terbesar di Wall Street sepakat untuk mempertahankan independensi The Fed. CEO Bank of America, Brian Moynihan, bersama dengan CEO Goldman Sachs dan JPMorgan telah menekankan pentingnya bank sentral AS tersebut tetap menjalankan tugasnya secara otonom tanpa campur tangan politik yang berlebihan. Hal ini menjadi penanda bahwa stabilitas dan kepercayaan pada kebijakan moneter menjadi hal yang sangat diperhatikan oleh kalangan pasar.

Menurut pengamatan Deutsche Bank AG, jika terjadi pergantian mendadak terhadap Powell, pasar bisa mengalami volatilitas besar. Dampaknya diperkirakan dalam jangka waktu singkat berupa penurunan nilai dolar berbasis perdagangan hingga 3-4%, serta kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah secara signifikan.

Laporan Beige Book dari The Fed menunjukkan ekonomi AS mengalami sedikit peningkatan aktivitas dalam beberapa bulan terakhir, meskipun ketidakpastian masih tinggi sehingga pelaku usaha tetap berhati-hati mengambil keputusan.

Data terbaru menampilkan tren disinflasi yang masih berlangsung seiring indeks harga produsen yang tidak mengalami perubahan signifikan dari bulan sebelumnya. Meskipun begitu, The Fed diperkirakan belum akan menurunkan suku bunga dalam waktu dekat sampai melihat perkembangan kondisi tenaga kerja yang tetap kuat.

Sementara di kawasan Asia, sejumlah data ekonomi utama akan dirilis, meliputi data ketenagakerjaan di Australia dan Hong Kong serta data ekspor Singapura. Data investasi asing langsung (FDI) dari China juga menjadi perhatian yang akan keluar dalam waktu dekat.

Di ranah korporasi, perusahaan semikonduktor Jepang, Kioxia Holdings Corp, baru saja menerbitkan obligasi dengan total nilai US$2,2 miliar di Amerika Serikat. Penerbitan ini mengindikasikan kepercayaan investor terhadap sektor teknologi dan memberikan sentimen positif bagi pasar modal regional.

Meski masih ada tantangan dan ketidakpastian, perkembangan positif pada data ekonomi dan pernyataan pengendalian kebijakan moneter serta dukungan terhadap independensi bank sentral menjadi faktor yang menyeimbangkan dinamika pasar Bursa Asia saat ini. Pelaku pasar terus memantau perkembangan ini secara cermat untuk mengantisipasi arah investasi ke depan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index