Bisnis

Bisnis Mainan Sewa Kian Dilirik Keluarga Urban

Bisnis Mainan Sewa Kian Dilirik Keluarga Urban
Bisnis Mainan Sewa Kian Dilirik Keluarga Urban

JAKARTA - Di tengah meningkatnya tantangan finansial keluarga urban, muncul pola baru dalam mengelola kebutuhan anak-anak, terutama soal mainan. Bila dahulu mainan identik dengan barang konsumsi yang harus dibeli, kini tren justru bergeser ke arah yang lebih praktis dan ekonomis: menyewa.

Bukan sekadar penghematan, sistem sewa mainan membawa fleksibilitas dan efisiensi, terutama bagi keluarga yang tinggal di ruang terbatas. Berbagai platform penyewaan kini menjawab kebutuhan orang tua yang ingin memberikan stimulasi optimal bagi anak sesuai tahapan usianya, tanpa harus terus-menerus membeli barang baru.

Tak heran, bisnis sewa mainan mulai berkembang di berbagai kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Masyarakat semakin menyadari bahwa kebutuhan anak berkembang sangat cepat. Dalam hitungan minggu, mainan yang semula disukai bisa saja ditinggalkan begitu saja.

“Istilah ‘lebih baik menyewa daripada membeli’ itu benar sekali. Selain lebih ekonomis, anak-anak juga cepat bosan dengan mainan. Biasanya, mereka hanya antusias dua sampai empat minggu,” ujar Lidya Susanti, pemilik Emily Toys Rental, penyedia jasa sewa mainan berbasis di Jakarta.

Layanan ini tak hanya menawarkan efisiensi dari sisi ruang dan anggaran, tetapi juga kemudahan akses terhadap berbagai mainan edukatif dan stimulatif. Beberapa jenis mainan seperti Lego Bouncy, Montessori, atau sensory play memiliki harga pembelian yang tinggi mulai dari Rp500 ribu hingga Rp5 juta per unit. Maka, menyewa jadi pilihan yang jauh lebih bijak.

Apalagi, sistem sewa memberikan keleluasaan bagi orang tua untuk memilih jenis mainan sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak. Mainan bisa dikembalikan dan ditukar setelah digunakan selama satu hingga dua bulan, menyesuaikan dengan perubahan minat dan kebutuhan si kecil.

Bisnis ini sendiri berkembang bukan sekadar karena permintaan pasar, tetapi juga dari kesadaran pelaku usaha terhadap pola konsumsi keluarga modern. “Awalnya karena hobi. Saya dan suami memang suka mainan anak-anak. Tapi lama-lama kami sadar, ada pasar yang besar di sini,” cerita Lidya.

Emily Toys Rental kini telah menjelma sebagai salah satu pemain utama dalam bisnis sewa mainan anak di kawasan Jabodetabek. Setiap bulannya, Lidya mampu menyewakan hingga 300 unit mainan, dengan jangkauan pengiriman ke Jakarta, Tangerang, Depok, dan Bekasi.

Keunggulan lainnya, mainan yang disediakan umumnya berasal dari merek internasional, diklasifikasikan berdasarkan usia, serta memiliki fungsi stimulasi yang spesifik. Pelanggan bisa memilih kategori mainan seperti Montessori, sensory play, ride-on, hingga wahana indoor dengan sistem deposit.

“Setiap mainan punya target usia dan fungsi stimulasi berbeda, disesuaikan dengan tahap tumbuh kembang,” jelas Lidya, yang kini banyak bekerja sama juga dengan penyelenggara acara anak dan institusi pendidikan.

Sementara itu, Ririn, pengelola Ryuga Toys Rental di Jakarta Barat, juga mengamini bahwa bisnis ini menyimpan potensi. Meski kini pasarnya cenderung melambat, permintaan tetap ada, terutama lewat jalur daring. “Trennya memang sedang turun. Untuk sekarang, kami hanya melayani penjualan online,” tulisnya dalam keterangan singkat.

Ririn menilai bahwa pemasaran digital menjadi kunci keberlanjutan bisnis ini. Selama orang tua masih memiliki kesadaran bahwa menyewa mainan bisa menjadi cara efektif dan efisien mendukung perkembangan anak, maka peluang tetap terbuka luas.

Pandemi Covid-19 sempat menjadi momentum besar bagi sektor ini. Dengan keterbatasan aktivitas di luar rumah, kebutuhan akan mainan edukatif meningkat drastis. Sejak saat itu, masyarakat makin akrab dengan konsep sewa sebagai bagian dari gaya hidup cerdas.

Namun lebih dari sekadar urusan komersial, bermain tetap merupakan kebutuhan utama anak dalam proses belajar. Hal ini ditegaskan oleh psikolog klinis Rolla Apnoza, yang menyebutkan bahwa aktivitas bermain adalah jembatan penting dalam stimulasi otak dan pengembangan berbagai aspek tumbuh kembang.

“Tugas utama seorang anak memang bermain. Lewat aktivitas inilah otak anak teraktivasi dan berbagai aspek tumbuh kembang motorik, emosi, hingga kemampuan sosial bisa distimulasi,” ujar Rolla.

Menurutnya, orang tua perlu aktif hadir dalam proses bermain, karena di sanalah terjadi komunikasi dua arah dan ikatan emosional yang kuat antara anak dan orang tua. Ia menambahkan, anak tak butuh banyak mainan mahal untuk belajar bahkan barang sederhana di rumah bisa menjadi media bermain yang menyenangkan.

“Mainannya boleh bervariasi, tapi berikan satu per satu agar anak fokus dan tidak terdistraksi. Pilih juga mainan sesuai usia dan kebutuhan tumbuh kembangnya,” sarannya.

Fleksibilitas inilah yang menjadi nilai tambah dari sistem sewa mainan. Daripada membeli banyak mainan yang menumpuk di rumah, orang tua bisa lebih selektif, memastikan setiap barang yang dipilih benar-benar bermanfaat bagi anak. Di sisi lain, siklus pemakaian yang lebih singkat juga mengurangi limbah dan mendukung prinsip keberlanjutan.

Bagi keluarga di kota besar, konsep sewa mainan menghadirkan alternatif cerdas. Hemat biaya, hemat ruang, dan lebih relevan dengan gaya hidup dinamis. Dengan pendekatan yang tepat, bisnis ini bukan hanya menjawab kebutuhan pasar, tetapi juga menjadi bagian dari solusi mendidik anak secara holistik.

“Yang terpenting, proses bermain tetap jadi ruang belajar dan komunikasi yang hangat antara orang tua dan anak bukan sekadar rutinitas hiburan,” tutup Rolla.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index