JAKARTA - Upaya meningkatkan keadilan pajak kembali menjadi pembahasan publik di salah satu negara Eropa, menyusul rencana digelarnya referendum mengenai pajak warisan. Isu ini mengemuka setelah pemerintah mengusulkan kebijakan baru terkait pengenaan tarif pajak warisan yang mencapai 50 persen, khususnya bagi kelompok orang sangat kaya.
Langkah tersebut dipandang sebagai bagian dari strategi fiskal berkelanjutan yang berpihak pada keadilan distribusi kekayaan. Pemerintah setempat ingin menegaskan bahwa sistem perpajakan tidak hanya sekadar alat penerimaan negara, tetapi juga mekanisme untuk memastikan pemerataan ekonomi antargenerasi.
Pajak warisan sendiri telah menjadi topik perdebatan di berbagai negara, terutama karena berkaitan langsung dengan transfer kekayaan antaranggota keluarga dan berdampak pada struktur kepemilikan ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah merasa penting untuk membawa isu ini ke forum publik melalui mekanisme referendum.
“Dalam sistem demokrasi langsung, rakyat memiliki hak untuk menentukan arah kebijakan fiskal, terutama yang berdampak besar terhadap masa depan generasi berikutnya,” ujar pernyataan resmi dari pihak pemerintah.
Kebijakan ini akan menargetkan kelompok orang terkaya di negara tersebut, dengan jumlah harta warisan yang sangat besar. Bila disetujui melalui referendum, tarif pajak warisan sebesar 50 persen akan diterapkan dan diproyeksikan menjadi sumber pendanaan penting bagi program sosial dan pendidikan.
Lebih lanjut, pemerintah menjelaskan bahwa proposal ini berangkat dari semangat solidaritas sosial. Sebab, menurut data, kesenjangan kekayaan semakin melebar dari tahun ke tahun. Mereka yang lahir di keluarga kaya cenderung memiliki akses lebih besar terhadap berbagai peluang, termasuk pendidikan, kesehatan, hingga jaringan bisnis. Sebaliknya, generasi muda dari kalangan menengah dan bawah kerap kesulitan mengejar mobilitas sosial karena terbatasnya akses modal.
Dengan mengenakan pajak warisan yang lebih tinggi kepada segelintir orang terkaya, pemerintah berupaya menciptakan tatanan masyarakat yang lebih adil dan setara.
“Kami tidak ingin menjadi negara yang membiarkan akumulasi kekayaan diwariskan tanpa batas dari satu generasi ke generasi berikutnya tanpa kontribusi berarti bagi masyarakat luas,” lanjut pernyataan tersebut.
Referendum mengenai kebijakan ini direncanakan akan digelar dalam beberapa bulan ke depan. Warga negara akan diberi kesempatan untuk memberikan suara atas usulan penerapan tarif baru tersebut. Mekanisme pengambilan suara akan dilakukan secara terbuka dan demokratis, mengedepankan asas partisipasi publik dalam keputusan fiskal negara.
Reaksi masyarakat pun cukup beragam, namun cenderung menunjukkan sikap mendukung, terutama dari kelompok muda dan profesional yang mendambakan sistem ekonomi yang lebih setara. Di media sosial, berbagai diskusi seputar pajak warisan ini menjadi topik hangat, dengan banyak warganet yang menilai kebijakan tersebut sebagai langkah progresif dan berani.
Sementara itu, beberapa ekonom lokal juga menyampaikan dukungan. Mereka menyebut, pajak warisan yang dirancang secara bijak dapat mendorong distribusi kekayaan yang lebih merata. Namun, perlu pengawasan dan pelaksanaan yang akuntabel agar tujuan kebijakan ini benar-benar tercapai.
“Pajak warisan bisa menjadi alat yang efektif untuk mengurangi konsentrasi kekayaan dan membuka ruang lebih luas bagi pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Tapi implementasinya harus adil dan transparan,” ujar salah satu pakar fiskal di negara tersebut.
Pemerintah juga menegaskan bahwa kebijakan ini tidak akan membebani masyarakat umum. Mereka menargetkan penerapan hanya bagi warisan dalam jumlah besar, sehingga tidak akan berdampak pada kalangan menengah ke bawah. Selain itu, hasil dari penerimaan pajak tersebut akan dialokasikan secara khusus untuk membiayai layanan publik seperti pendidikan, perawatan kesehatan, dan infrastruktur sosial lainnya.
Dengan adanya referendum ini, negara tersebut menunjukkan komitmen dalam memperkuat fondasi sistem perpajakan yang inklusif dan progresif. Transparansi, partisipasi publik, dan orientasi keadilan sosial menjadi nilai utama dalam kebijakan ini.
Sejumlah negara lain pun dikabarkan tengah mencermati proses referendum ini sebagai rujukan. Tidak sedikit yang menganggap pendekatan demokratis terhadap pajak warisan merupakan contoh inovasi kebijakan fiskal yang adaptif terhadap tantangan ketimpangan ekonomi global saat ini.
Jika usulan ini disetujui, negara tersebut akan menjadi salah satu yang memberlakukan tarif pajak warisan tertinggi di dunia, namun dengan alasan yang selaras dengan nilai-nilai keadilan sosial dan tanggung jawab kolektif.
Bagi generasi muda, kebijakan ini menjadi sinyal bahwa masa depan sistem ekonomi nasional tak hanya berorientasi pada pertumbuhan semata, tetapi juga pada keadilan. Pajak, dalam konteks ini, bukan sekadar kewajiban, melainkan bentuk kontribusi nyata untuk membangun masyarakat yang lebih seimbang dan berkelanjutan.