JAKARTA - Pilihan Aufar untuk menempuh pendidikan di madrasah bukan sekadar mengikuti arus, melainkan keputusan penuh makna yang menggambarkan impiannya menjadi seorang dokter di masa depan. Di tengah suasana hangat pembukaan Masa Ta’aruf Siswa Madrasah (Matsama) Tahun Pelajaran 2025/2026, cita-cita itu mengemuka saat Menteri Agama Nasaruddin Umar berdialog langsung dengan para siswa baru di MAN 4 Jakarta Selatan.
Sebagai salah satu siswa baru yang hadir dalam kegiatan tersebut, Aufar menyampaikan dengan penuh semangat keinginannya untuk menempuh pendidikan kedokteran setelah lulus dari madrasah. Jawaban itu mendapat apresiasi langsung dari Menteri Agama.
“Mau masuk fakultas kedokteran dan juga sekolah di madrasah, ini sangat luar biasa. Kita doakan bersama semoga tercapai cita-citanya,” ujar Menag Nasaruddin Umar.
Dialog singkat itu mengandung makna mendalam. Aufar mewakili generasi muda yang tidak hanya memiliki impian besar, tetapi juga memilih jalan pendidikan yang sarat nilai. Menag pun menyambutnya dengan antusias, lalu menceritakan bahwa ketiga anaknya juga merupakan lulusan MAN 4 Jakarta dan kini telah berhasil menjadi dokter.
“Ketiga anak saya sekolah di sini dan semuanya menjadi dokter. Bahkan ada yang lanjut ke ITB dan kuliah di Australia dengan beasiswa. Itu bukti bahwa madrasah bisa bersaing dan bahkan unggul,” kata Nasaruddin dengan bangga.
Cerita tersebut tidak hanya membesarkan hati Aufar, tetapi juga menjadi inspirasi bagi ratusan siswa madrasah lainnya yang hadir langsung maupun yang mengikuti acara secara daring dari berbagai daerah. Semangat itu dikuatkan oleh kehadiran para tokoh penting dalam bidang pendidikan Islam, seperti Dirjen Pendidikan Islam Amien Suyitno, Sesditjen Pendidikan Islam Arskal Salim, dan Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Nyayu Khodijah.
Dalam sambutannya, Menag menegaskan kembali pentingnya peran madrasah dalam membentuk pribadi yang utuh. Menurutnya, madrasah bukan hanya tempat belajar mata pelajaran akademik, tapi juga ruang pembinaan karakter dan spiritual.
“Madrasah harus dijaga sebagai tempat membentuk pribadi yang arif, bukan hanya pintar. Di sini ada tadarus, salat duha, dan pembelajaran ruhani sebelum akademik dimulai,” jelasnya.
Pendidikan di madrasah dinilai memiliki keunggulan tersendiri karena mampu menyelaraskan kecerdasan intelektual dengan ketajaman hati. Dalam pandangan Menag, bekal rohani sama pentingnya dengan prestasi akademik, apalagi dalam menghadapi dunia yang semakin kompleks.
“Madrasah itu bukan tempat biasa. Di sinilah lahir anak-anak yang tidak hanya pintar, tapi juga jujur, tawaduk, dan punya kepedulian sosial,” tegasnya.
Menag juga menyoroti tantangan zaman yang menuntut siswa memiliki integritas tinggi. Pendidikan berbasis nilai-nilai keislaman diyakini menjadi kunci dalam mempersiapkan generasi pemimpin yang tidak hanya cakap secara teknis, tetapi juga tangguh secara moral.
“Madrasah memegang peran strategis dalam mencetak generasi yang utuh: cerdas, berakhlak, dan beriman,” ujarnya.
Kisah Aufar dan pengakuan Menag tentang ketiga anaknya menjadi bukti nyata bahwa madrasah mampu membuka jalan menuju profesi bergengsi seperti dokter. Pendidikan di madrasah telah berkembang menjadi pilihan yang rasional dan menjanjikan, bukan sekadar alternatif.
Momen pembukaan Matsama ini juga menjadi ajang peneguhan jati diri madrasah di tengah masyarakat. Dengan semangat “Cinta Madrasah, Cinta Indonesia”, Menag mengajak seluruh civitas akademika untuk menjadikan madrasah sebagai pusat unggulan yang melahirkan pemimpin-pemimpin masa depan.
“Jangan pernah malu sekolah di madrasah. Justru di sinilah tempat terbaik untuk menyiapkan diri menjadi tokoh bangsa,” pungkasnya.
Keinginan Aufar menjadi dokter adalah simbol harapan yang tumbuh di lingkungan pendidikan berbasis nilai. Ia tidak sendiri. Ratusan ribu siswa madrasah di seluruh Indonesia tengah memupuk cita-cita yang sama besarnya, dengan landasan karakter kuat dan semangat belajar yang tinggi.
Dengan semangat pembaruan dan keyakinan akan potensi madrasah, Matsama tahun ini bukan hanya menjadi rutinitas tahunan, tapi juga menjadi tonggak penting untuk membangun generasi yang bermutu dan berdaya saing. Madrasah bukan sekadar tempat menimba ilmu, tetapi juga ruang menumbuhkan cita-cita luhur, seperti menjadi dokter profesi yang tidak hanya membutuhkan kecerdasan, tapi juga integritas dan empati.
Di tangan anak-anak seperti Aufar, masa depan Indonesia tengah disusun. Dan madrasah, dengan seluruh keunggulannya, hadir sebagai ladang subur untuk menumbuhkan impian itu menjadi kenyataan.