JAKARTA - Pelaksanaan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) kembali menjadi perhatian pemerintah. Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Atip Latipulhayat, melakukan kunjungan mendadak ke sejumlah sekolah di kawasan Matraman, Jakarta Timur, sebagai bentuk komitmen memastikan suasana pengenalan sekolah berjalan positif dan bebas dari praktik yang tidak mendidik.
Kunjungan tersebut dilakukan ke tiga institusi pendidikan, yakni SMAN 22 Matraman, SDN Utan Kayu Selatan 05, dan Pesantren Persatuan Islam 69. Di lokasi-lokasi tersebut, Atip tak mendapati siswa baru mengenakan atribut aneh atau kostum tak lazim yang kerap diasosiasikan dengan praktik perpeloncoan dalam MPLS.
Dalam pengamatannya, suasana pelaksanaan MPLS terlihat tertib dan tidak menunjukkan tanda-tanda pelanggaran. Namun, Atip tetap memberikan penekanan agar sekolah tidak menerapkan bentuk kegiatan yang bisa membebani orang tua atau memberi tekanan pada siswa baru.
“Yang seperti itu kan merepotkan. Prinsip edukasinya juga tidak ada. Tidak usahlah yang seperti itu,” ujar Atip saat meninjau SMAN 22 Matraman.
Ia merujuk pada kebiasaan lama di beberapa sekolah yang meminta siswa membawa makanan atau barang tertentu sebagai bagian dari pengenalan. Menurutnya, kegiatan semacam itu tidak hanya tidak relevan dengan tujuan pendidikan, tapi juga berpotensi menimbulkan ketidaknyamanan baik bagi siswa maupun orang tua.
Lebih jauh, Atip menekankan pentingnya membangun pengalaman masa orientasi yang menyenangkan dan positif. Ia berharap tidak ada lagi narasi atau aktivitas yang bersifat menakutkan atau mengintimidasi para siswa baru.
“Mungkin masih ada sisa-sisa ya. Tapi ini betul-betul saya minta jangan lagi dibangun narasinya yang menakutkan, mengkhawatirkan,” tegasnya.
Langkah ini juga sejalan dengan kebijakan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah yang secara aktif mendorong implementasi MPLS Ramah, sebuah pendekatan baru dalam menyambut peserta didik baru. Dalam pedoman resmi yang telah disebarluaskan melalui Surat Edaran, MPLS Ramah dirancang agar mampu membentuk pengalaman awal sekolah yang positif bagi siswa.
Tujuan utama dari MPLS Ramah antara lain adalah menumbuhkan karakter murid melalui kegiatan yang menyenangkan, mengenalkan profil lulusan, serta membantu adaptasi siswa terhadap lingkungan dan sistem pendidikan yang baru.
Program ini juga memperkenalkan Gerakan Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat, termasuk rutinitas Pertemuan Pagi Ceria, sebagai bentuk penguatan nilai dan karakter sejak awal siswa memasuki dunia sekolah.
Berbagai aspek dikenalkan kepada murid baru melalui pendekatan yang menyenangkan, termasuk pemahaman terhadap visi-misi sekolah, sistem pembelajaran, sarana prasarana, hingga budaya sekolah yang mendukung tumbuh kembang anak. Selain itu, kegiatan MPLS ini juga diarahkan untuk membangun interaksi positif antar siswa serta antara siswa dan warga sekolah.
Namun demikian, dalam pelaksanaannya terdapat beberapa batasan tegas yang harus diperhatikan. Kegiatan yang tidak relevan dengan edukasi seperti pemberian tugas-tugas aneh, penggunaan atribut yang mempermalukan, serta aktivitas yang bernuansa kekerasan dilarang keras.
Pemerintah pun menekankan bahwa seluruh kegiatan MPLS harus dalam pengawasan guru. Bahkan bila ada kegiatan yang dilakukan di luar sekolah, izin tertulis dari orang tua atau wali murid menjadi syarat utama.
Prinsip MPLS Ramah juga memperhatikan aspek psikologis siswa. Maka dari itu, semua bentuk kegiatan yang bisa menimbulkan tekanan mental atau merendahkan martabat siswa tidak diberi tempat dalam implementasinya. Atribut atau simbol-simbol yang kerap digunakan untuk ‘menghukum’ atau mempermainkan siswa baru dilarang keras untuk digunakan.
Pengawasan terhadap pelaksanaan MPLS dilakukan secara berlapis, mulai dari panitia sekolah, dinas pendidikan setempat, hingga Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Tujuannya adalah untuk memastikan program berjalan sesuai prinsip dan tidak melenceng dari nilai-nilai pendidikan.
Langkah tegas pemerintah ini menunjukkan komitmen kuat untuk menjadikan sekolah sebagai tempat yang aman dan menyenangkan bagi seluruh siswa. Masa orientasi bukan lagi ajang untuk ‘menempa’ atau ‘menguji mental’ siswa baru, tetapi menjadi titik awal untuk membangun pengalaman belajar yang positif.
Dengan pendekatan ramah, siswa dapat memulai perjalanan pendidikannya tanpa rasa takut dan penuh semangat. Lingkungan yang suportif juga diyakini mampu mempercepat adaptasi anak terhadap tantangan baru di jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Secara keseluruhan, pelaksanaan MPLS Ramah di berbagai daerah diharapkan mampu menciptakan atmosfer pendidikan yang sehat dan inspiratif. Pemerintah menargetkan agar praktik baik ini diterapkan secara merata di seluruh satuan pendidikan, tanpa kecuali.
Wamendik Atip juga menutup kunjungannya dengan pesan penting kepada para tenaga pendidik dan panitia MPLS agar terus mengedepankan semangat kolaborasi, kreativitas, dan kepedulian terhadap siswa baru. “Mereka datang ke sekolah dengan harapan, mari kita sambut dengan kebahagiaan, bukan dengan kekhawatiran,” tuturnya.
Semangat transformasi pendidikan yang tengah diusung ini memberi harapan baru, bahwa sekolah bukan hanya tempat belajar, tapi juga ruang tumbuh yang aman dan membahagiakan bagi generasi penerus bangsa.