JAKARTA - Penyelenggaraan layanan kesehatan haji tahun 2025 resmi ditutup setelah kloter terakhir jemaah haji Indonesia kembali ke Tanah Air. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyampaikan sejumlah capaian positif yang berhasil diraih selama masa operasional, salah satunya adalah penurunan jumlah jemaah yang wafat dibandingkan tahun sebelumnya.
Kepulangan kelompok terbang (kloter) KJT 28 pada 10 Juli 2025 menandai berakhirnya seluruh proses layanan kesehatan jemaah haji Indonesia di Arab Saudi. Momentum tersebut sekaligus menjadi penutupan operasional Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) di Daerah Kerja Madinah.
“Dengan kepulangan kloter ini, maka berakhir pula seluruh pelayanan kesehatan haji Indonesia di Arab Saudi,” ujar Mohammad Imran, Kepala Bidang Kesehatan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, dalam sambutannya saat seremoni penutupan KKHI di Madinah.
Keberhasilan pelaksanaan layanan kesehatan ini tercermin dari sejumlah indikator, salah satunya adalah jumlah jemaah wafat yang menurun. Berdasarkan data Sistem Komputerisasi Haji Terpadu Kesehatan (Siskohatkes) pukul 16.00 Waktu Arab Saudi (WAS), jumlah jemaah wafat tercatat sebanyak 446 orang. Angka ini lebih rendah dibandingkan tahun 2024 yang mencatat 461 jemaah wafat.
Imran menyampaikan bahwa capaian ini merupakan hasil nyata dari kerja keras berbagai pihak dalam menjaga kesehatan jemaah selama menjalankan ibadah haji. “Ini artinya, upaya preventif dan penanganan kesehatan selama pelaksanaan haji telah menunjukkan hasil yang baik. Ini patut kita syukuri,” tuturnya.
Selama kurang lebih 70 hari masa operasional layanan kesehatan haji di Arab Saudi, tercatat sebanyak 1.710 jemaah harus dirawat di Rumah Sakit Arab Saudi (RSAS). Tiga diagnosis terbanyak yang ditemukan selama perawatan tersebut adalah pneumonia, diabetes melitus, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
Selain itu, pelayanan kefarmasian juga menunjukkan angka signifikan. Sebanyak 12.396 layanan tercatat diberikan kepada jemaah, dengan penggunaan obat tertinggi pada tablet flu dan batuk kombinasi. Obat-obatan tersebut menjadi bagian dari penanganan dini terhadap penyakit umum yang kerap menyerang jemaah selama berada di tanah suci.
Di sisi lain, KKHI Madinah yang menjadi pusat penanganan kesehatan jemaah selama di daerah tersebut telah memberikan layanan kepada total 241 jemaah. Layanan ini mencakup baik rawat jalan maupun rawat inap. Tiga jenis penyakit terbanyak yang ditangani di KKHI Madinah adalah pneumonia, hipertensi, dan diabetes melitus.
Meski secara resmi layanan KKHI telah ditutup, Kemenkes menegaskan bahwa tim PPIH Bidang Kesehatan masih tetap melanjutkan tugas hingga seluruh jemaah benar-benar aman dan kembali ke Indonesia. Saat ini, tercatat masih ada 43 jemaah yang dirawat di RSAS. Tim kesehatan akan terus melakukan visitasi dan pemantauan terhadap kondisi mereka.
“Tugas kami belum selesai sampai seluruh jemaah benar-benar kembali ke Tanah Air. Kami akan terus mengawal hingga tuntas,” tegas Imran.
Pelaksanaan layanan kesehatan haji tahun ini juga menghadapi tantangan tersendiri, terutama terkait penyesuaian terhadap kebijakan baru dari otoritas kesehatan Arab Saudi. Salah satu perubahan penting adalah pembatasan izin operasional KKHI yang kini hanya diizinkan untuk memberikan layanan rawat jalan. Selain itu, jumlah klinik sektor juga mengalami pengurangan.
Imran menyebutkan bahwa informasi mengenai kebijakan baru tersebut kurang jelas sejak awal, yang menyebabkan beberapa kendala dalam pelaksanaan di lapangan. “Kami sempat mengalami hambatan karena kebijakan itu tidak disampaikan secara jelas di awal. Bahkan, beberapa kali terjadi inspeksi mendadak saat layanan sudah berjalan,” katanya.
Meskipun demikian, seluruh tim kesehatan Indonesia tetap berkomitmen penuh dalam memberikan pelayanan terbaik bagi jemaah. Koordinasi antara tim medis Indonesia dan otoritas lokal juga terus dijaga untuk memastikan bahwa kebutuhan medis para jemaah dapat tetap terpenuhi.
“Alhamdulillah, meski ada kendala, tim kami tetap solid dan mampu menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada,” ujar Imran lagi.
Keberhasilan ini juga menunjukkan pentingnya kesiapan dan kerja sama lintas sektor dalam menangani layanan kesehatan jemaah haji. Tak hanya peran dari tenaga kesehatan, namun juga dukungan dari berbagai pihak, mulai dari petugas lapangan, tenaga farmasi, hingga pengelola logistik, turut menjadi penopang utama kelancaran operasional.
Di tengah tantangan cuaca ekstrem, padatnya aktivitas ibadah, serta perubahan kebijakan lokal, layanan kesehatan yang disediakan pemerintah Indonesia tetap mampu berjalan optimal. Penurunan angka kematian jemaah menjadi indikator keberhasilan yang tidak hanya bersifat statistik, tetapi juga menjadi bentuk perlindungan nyata terhadap hak jemaah untuk mendapatkan layanan kesehatan yang layak.
Kemenkes juga berharap agar pelajaran dari pelaksanaan tahun ini bisa menjadi dasar evaluasi dan peningkatan layanan ke depan. Termasuk di antaranya adalah komunikasi lebih awal dan transparan dengan otoritas Arab Saudi terkait kebijakan baru, agar pelaksanaan tugas di lapangan dapat berlangsung lebih lancar.
Dengan selesainya seluruh rangkaian layanan kesehatan haji tahun ini, Kemenkes menyampaikan apresiasi kepada seluruh tenaga kesehatan dan tim yang telah bekerja keras sejak awal keberangkatan hingga pemulangan jemaah.
“Kami ucapkan terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada seluruh tim atas dedikasi dan kerja keras yang luar biasa,” ujar Imran menutup pernyataannya.
Penurunan angka kematian jemaah dan tercapainya pelayanan optimal ini menjadi harapan baru bahwa pelayanan kesehatan haji di masa mendatang bisa semakin baik dan responsif, demi menjaga keselamatan dan kenyamanan seluruh jemaah Indonesia di tanah suci.