JAKARTA - Gagasan mengenai pelaksanaan ibadah haji dan umrah melalui jalur laut kembali mencuat ke permukaan. Kalangan pelaku usaha travel, meskipun ada sejumlah tantangan teknis yang perlu diperhatikan dengan cermat sebelum benar-benar direalisasikan.
Ketua Umum Kebersamaan Pengusaha Travel Haji Umrah (Bersathu), Wawan Suhada, mengapresiasi ide Menteri Agama Nasaruddin Umar tersebut. Menurutnya, sebagai terobosan, konsep perjalanan ibadah menggunakan kapal laut merupakan hal yang menarik untuk dicoba. Namun, ia menekankan bahwa pelaksanaannya tidak boleh dilakukan secara terburu-buru.
“Pada prinsipnya, usulan umrah dan haji lewat jalur laut patut dicoba, tapi tidak boleh dipaksakan,” kata Wawan.
Ia menyebut, salah satu tantangan utama dari moda perjalanan ini adalah waktu tempuh yang jauh lebih panjang dibandingkan jalur udara. Perjalanan bisa berlangsung selama beberapa hari, sehingga perlu ada perencanaan aktivitas yang matang untuk jamaah selama di atas kapal. Misalnya, dengan menyediakan program-program keagamaan seperti pengajian dan pembekalan spiritual.
Wawan juga menambahkan bahwa durasi perjalanan yang panjang kemungkinan akan berdampak terhadap struktur biaya. Hal ini perlu diperhitungkan secara cermat agar tidak menimbulkan persepsi yang keliru, seolah-olah jalur laut pasti lebih hemat.
“Jadi, belum bisa dipastikan, haji lewat jalur laut bakal lebih murah dibandingkan lewat udara,” tegasnya.
Jejak Sejarah dan Eksplorasi Modern
Wacana penggunaan kapal laut untuk perjalanan ibadah sebenarnya bukan hal baru. Menteri Agama Nasaruddin Umar menyampaikan bahwa dalam sejarah Islam di Indonesia, metode ini pernah digunakan secara rutin oleh jamaah haji.
“Dulu perjalanan jamaah haji lewat laut mencapai tiga hingga empat bulan,” ungkap Nasaruddin.
Namun, seiring perkembangan zaman dan teknologi transportasi, pilihan menggunakan pesawat terbang menjadi lebih populer karena efisiensi waktu. Meski begitu, Menag melihat potensi untuk menghidupkan kembali opsi jalur laut dengan memanfaatkan kapal modern yang lebih cepat dan nyaman.
Pihak Kementerian Agama, menurutnya, masih melakukan berbagai pertimbangan sebelum mengambil keputusan final. Salah satu inspirasi datang dari negara tetangga seperti Malaysia, yang telah lebih dahulu mencoba opsi perjalanan laut untuk umrah dan haji.
“Kita lihat juga negara-negara lain yang lebih dekat dengan Saudi seperti Mesir. Mereka sudah menjajaki ini,” jelas Imam Besar Masjid Istiqlal tersebut.
Peluang bagi Industri Travel dan Investasi
Wacana ini juga membuka peluang kolaborasi antara pemerintah dan pelaku industri, khususnya dari sektor travel dan operator transportasi laut. Menurut Nasaruddin, saat ini sudah banyak perusahaan yang mengajukan konsep perjalanan haji dan umrah via laut kepada pihaknya.
“Sudah banyak perusahaan yang datang untuk mempresentasikan produk mereka,” ujarnya.
Namun, ia menggarisbawahi bahwa sebagian besar dari mereka masih belum memiliki armada sendiri dan cenderung masih mencari mitra kerja sama dengan pihak luar negeri. Ini bisa menjadi tantangan dalam hal efisiensi biaya dan pengelolaan operasional.
“Jadi, mungkin jatuhnya mahal. Tapi ini, sekali lagi, belum kita bahas ya,” imbuh Nasaruddin.
Jika ke depannya jalur laut ini direalisasikan dengan baik, Menag optimistis bahwa biaya bisa ditekan. Hal tersebut tentu sangat bergantung pada jumlah peserta, efisiensi logistik, serta skema kerja sama yang dibangun.
“Kalau jumlahnya cukup banyak, harga tentu bisa bersaing,” lanjutnya.
Potensi Jalur Laut untuk Umrah
Sementara untuk haji masih dalam tahap pengkajian, jalur laut ternyata masih digunakan dalam praktik umrah saat ini. Hanya saja, jamaah tidak langsung berangkat dari Indonesia. Mereka biasanya terbang terlebih dahulu ke negara yang jaraknya relatif dekat dengan Arab Saudi, lalu melanjutkan perjalanan laut dari titik tersebut.
Dengan adanya pengalaman tersebut, Menag melihat bahwa skema serupa bisa dikembangkan untuk memperluas opsi perjalanan ibadah dari Indonesia. Diskusi dan koordinasi juga sedang diarahkan ke pemerintah Arab Saudi agar mendukung realisasi rencana ini.
Langkah ini diyakini dapat memberikan pengalaman baru bagi jamaah Indonesia, sekaligus membuka peluang inovasi layanan dari sektor travel. Tentunya, semua aspek teknis, keamanan, dan kenyamanan tetap menjadi perhatian utama dalam proses perencanaan.
Inovasi yang Menyentuh Akar Budaya
Menghidupkan kembali jalur laut bukan hanya soal moda transportasi, tapi juga bisa menjadi upaya untuk mengangkat kembali nilai sejarah dan budaya perjalanan ibadah haji di Nusantara. Dahulu, pelayaran ibadah menjadi bagian dari proses spiritual yang panjang dan penuh makna.
Kini, dengan teknologi yang lebih canggih dan kapal yang lebih nyaman, pengalaman tersebut bisa dikemas kembali dalam bentuk yang lebih modern tanpa kehilangan nilai spiritualnya.
Bagi pelaku usaha travel, konsep ini membuka ruang baru untuk berinovasi dalam menyusun paket perjalanan yang tidak hanya fokus pada kecepatan, tapi juga memperkaya pengalaman ibadah jamaah. Dengan dukungan pemerintah dan kesiapan infrastruktur, jalur laut bisa menjadi alternatif menarik dalam layanan perjalanan religi ke Tanah Suci.