Tekno

Tekno Menjadi Ruang Baru Bagi Pekerja Kreatif

Tekno Menjadi Ruang Baru Bagi Pekerja Kreatif
Tekno Menjadi Ruang Baru Bagi Pekerja Kreatif

JAKARTA — Gelombang inovasi teknologi kian mengubah lanskap dunia kerja, termasuk di sektor ekonomi kreatif. Di tengah transformasi ini, anggota DPR sekaligus figur publik Banyu Biru Djarot menyoroti perlunya perhatian serius terhadap pemanfaatan teknologi artificial intelligence (AI) yang berkembang sangat pesat.

Menurutnya, AI membawa dampak besar yang tidak hanya bersifat revolusioner, tetapi juga berpotensi mengguncang stabilitas profesi yang mengandalkan kreativitas manusia. Ia menilai bahwa pekerja kreatif seperti musisi, pencipta jingle, hingga pengelola konten media sosial kini mulai menghadapi ancaman nyata akibat otomatisasi berbasis AI.

"Kita harus sudah mengenali bahwa ini adalah kekuatan dan tantangan baru yang sedang naik terus dan mengancam pekerjaan banyak orang. Namanya teknologi AI," ujar Banyu Biru saat berada di Jakarta.

Pernyataan Banyu Biru mencerminkan kegelisahan yang mulai dirasakan berbagai pihak di industri kreatif. Perkembangan AI memang membuka peluang baru dalam efisiensi dan inovasi, namun tanpa pengelolaan yang bijak, justru bisa menimbulkan tantangan serius, seperti tergesernya peran manusia dalam proses penciptaan karya.

Dorongan untuk Regulasi yang Adaptif

Banyu Biru menekankan pentingnya langkah strategis dari pemerintah untuk menjaga keberlangsungan profesi yang berakar dari imajinasi, ide, dan kemampuan khas manusia. Salah satu upaya yang menurutnya perlu segera diwujudkan adalah pembuatan regulasi yang spesifik mengenai penggunaan AI di sektor kreatif.

"Kita perlu membuat regulasi tentang AI. Guidelinesnya seperti apa? Karena dampaknya luar biasa, ada yang positif, ada yang negatif. Maka perlu ada tata kelola," ujarnya menegaskan.

Regulasi yang dimaksud tidak hanya berkutat pada pembatasan, melainkan juga harus mengatur prinsip etika, tanggung jawab penggunaan teknologi, serta perlindungan terhadap pekerja kreatif. Dengan begitu, AI tidak semata menjadi alat produksi, tetapi menjadi mitra dalam proses kreatif yang saling melengkapi.

Peran Edukasi dan Pelatihan

Di samping aspek regulatif, Banyu Biru juga menyoroti pentingnya peningkatan kapasitas sumber daya manusia melalui pelatihan dan edukasi yang relevan dengan perkembangan teknologi. Menurutnya, pelaku ekonomi kreatif perlu diberi ruang untuk belajar dan memahami teknologi AI agar mampu menyesuaikan diri dan tidak tertinggal.

“Pelatihan dan edukasi adalah kunci. Dengan begitu, para pekerja kreatif bisa memanfaatkan AI untuk pengembangan diri, bukan malah menjadi korban dari perkembangan teknologi,” jelasnya.

Dengan pelatihan yang tepat, AI bisa menjadi sarana pendukung yang memperkaya kreativitas. Misalnya, dalam pembuatan musik, AI dapat membantu menghasilkan ide awal yang kemudian disempurnakan oleh musisi manusia. Atau dalam produksi konten digital, AI dapat menyusun kerangka narasi yang kemudian dipoles oleh editor kreatif.

Kolaborasi Lintas Kementerian

Langkah nyata untuk mengelola AI secara efektif, menurut Banyu Biru, tidak bisa dilakukan secara parsial. Ia mendorong adanya kolaborasi antarkementerian dan pemangku kepentingan lain untuk menyusun kebijakan yang menyeluruh dan berpihak pada kepentingan nasional.

“Perlu duduk bersama karena digital AI sangat berkaitan dengan kedaulatan digital kita sebagai bangsa. Jangan sampai teknologi canggih ini malah menyengsarakan, tetapi harus menyejahterakan,” tegasnya.

Banyu Biru menyebut Kementerian Komunikasi dan Digital serta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai dua institusi yang memiliki peran strategis dalam membentuk arah kebijakan yang inklusif dan berkelanjutan dalam pengelolaan AI.

Teknologi yang Memanusiakan

Meski berbicara soal potensi ancaman, Banyu Biru tidak menutup mata terhadap sisi positif dari AI. Ia justru melihat potensi besar jika teknologi ini diarahkan untuk meningkatkan produktivitas dan memperluas jangkauan karya kreatif. Namun, ia menekankan bahwa manfaat tersebut baru bisa dirasakan jika manusia tetap berada di pusat proses kreatif.

Dengan pendekatan yang tepat, AI bukanlah pesaing manusia, melainkan pelengkap. Kehadirannya bisa mengurangi beban kerja repetitif, membantu riset kreatif, hingga menciptakan metode baru dalam penyampaian karya seni dan budaya.

Di sinilah pentingnya pendekatan yang memanusiakan teknologi. AI harus dikembangkan dengan prinsip inklusif, etis, dan berpihak pada nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini akan menjaga agar kemajuan teknologi tidak meninggalkan siapa pun, termasuk para pekerja kreatif yang menjadi tulang punggung ekonomi berbasis ide.

Mendorong Optimisme di Tengah Perubahan

Di tengah arus transformasi digital yang serba cepat, suara seperti yang disampaikan Banyu Biru menjadi pengingat penting bahwa setiap inovasi mesti disertai kebijakan yang arif. AI, sebagai bagian dari revolusi teknologi, memang membawa tantangan baru. Namun dengan kesiapan yang matang, Indonesia dapat mengubah tantangan itu menjadi peluang besar.

Langkah-langkah seperti pembentukan regulasi, penyediaan pelatihan, hingga kolaborasi antarinstansi adalah wujud keseriusan untuk menempatkan teknologi di jalur yang berpihak pada kesejahteraan rakyat.

Dengan demikian, kemajuan AI bukanlah akhir dari kreativitas manusia. Justru sebaliknya, ia bisa menjadi pemicu lahirnya gelombang baru kreativitas yang lebih luas, inklusif, dan berdampak positif bagi seluruh lapisan masyarakat.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index