Kuliner

Kuliner Padang Mojokerto Naik Kelas

Kuliner Padang Mojokerto Naik Kelas
Kuliner Padang Mojokerto Naik Kelas

JAKARTA - Di balik aroma rendang dan sambal hijau yang menggoda, terdapat kisah perjuangan seorang pelaku UMKM kuliner di Mojokerto yang terus bertahan dan berkembang, bahkan di tengah ketidakpastian ekonomi. Adalah Rahmad, pemilik warung makan Padang “Ampera Minang” yang berlokasi di Desa Pandanarum, Kecamatan Pacet. Dengan lokasi strategis tepat di depan BRI Unit Pandanarum Pacet, usaha kuliner Rahmad kini menjadi salah satu contoh nyata pertumbuhan sektor mikro yang konsisten.

Selama empat tahun menjalankan rumah makan khas Minang ini, Rahmad berhasil mencatatkan pendapatan harian mencapai Rp1,5 juta. Warungnya buka setiap hari, mulai pukul 07.00 hingga 22.00 WIB, melayani pelanggan dari berbagai kalangan dari pekerja hingga wisatawan yang melintas di kawasan Pacet, Mojokerto.

“Alhamdulillah, selama tiga tahun menjadi nasabah tabungan Simpedes di BRI, omzet usaha tetap terjaga. Saat ini saya berencana mengajukan tambahan modal untuk pengembangan usaha,” kata Rahmad saat ditemui di warung makannya.

Kesuksesan ini tentu tak datang begitu saja. Salah satu faktor penting yang mendorong kelangsungan usahanya adalah kehadiran layanan keuangan inklusif dari Bank Rakyat Indonesia (BRI). Tak hanya menyediakan akses pembiayaan, BRI juga aktif memberikan pendampingan berkelanjutan bagi pelaku UMKM, khususnya dalam hal transformasi digital.

Langkah konkret BRI terlihat dari penyediaan fitur QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) yang kini diterapkan di warung Rahmad. Melalui QRIS, pelanggan bisa membayar secara non-tunai menggunakan aplikasi perbankan atau dompet digital. Tidak hanya mempercepat transaksi, sistem ini juga membantu Rahmad mencatat keuangan usahanya secara lebih rapi dan sistematis.

Kepala Unit BRI Pandanarum Pacet, Dian Yuniarto, menjelaskan bahwa upaya digitalisasi ini merupakan bagian dari strategi besar BRI dalam mendampingi pelaku UMKM secara menyeluruh. “BRI mendukung penuh perkembangan UMKM, tidak sekadar memberikan modal usaha, tetapi juga pembinaan teknis dan strategi. Salah satunya dengan memfasilitasi penggunaan QRIS agar transaksi lebih cepat, praktis, dan tercatat dengan akurat. Ini bagian dari upaya digitalisasi sektor mikro,” ujar Dian.

Ia menambahkan bahwa pendekatan BRI tidak semata administratif atau berbasis produk, melainkan mengedepankan kedekatan emosional dan komunikasi intensif antara petugas pemasaran di lapangan (mantri) dengan nasabah. Menurutnya, hubungan yang erat memungkinkan BRI untuk memberikan solusi lebih cepat dan tepat terhadap tantangan yang dihadapi UMKM.

“Hubungan kami dengan para pelaku UMKM terjalin cukup erat. Jika ada kendala teknis, administrasi, atau pengembangan usaha, nasabah bisa langsung berkoordinasi dengan tim marketing kami. Komunikasi dua arah semacam ini sangat mendukung kelangsungan usaha mereka,” tambah Dian.

Namun demikian, Rahmad menyadari bahwa digitalisasi dan akses pembiayaan saja belum cukup untuk membawa usaha kecil seperti miliknya naik kelas. Ia berharap ada pembinaan lanjutan dari BRI, tidak hanya dalam bentuk pendampingan teknis, tetapi juga pelatihan manajemen usaha, bantuan legalitas, hingga fasilitasi untuk masuk ke pasar yang lebih luas.

“Kami ini usaha kecil, butuh pembinaan yang nyata. Kalau memungkinkan, diadakan pelatihan rutin, pengembangan produk, bahkan kurasi supaya produk kami bisa masuk ke pasar yang lebih luas atau event promosi di daerah,” harap Rahmad.

Permintaan Rahmad bukan tanpa dasar. Banyak pelaku UMKM di sektor kuliner yang mengalami keterbatasan dalam hal pengemasan, legalitas izin usaha, serta jejaring pemasaran. Oleh karena itu, peran aktif lembaga keuangan seperti BRI diharapkan bisa menjembatani kesenjangan tersebut melalui kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah dan komunitas pelaku usaha.

Usaha kuliner milik Rahmad mencerminkan bagaimana UMKM bisa tetap berkembang dengan sinergi yang kuat antara pelaku usaha dan lembaga pendukungnya. Di tengah pemulihan ekonomi pasca pandemi, model pendampingan seperti yang dilakukan BRI menjadi pilar penting dalam memperkuat ketahanan ekonomi lokal, khususnya di daerah-daerah non-perkotaan seperti Mojokerto.

Program Simpedes yang diikuti Rahmad selama ini menjadi salah satu pintu masuk inklusi keuangan yang terbukti mampu menjaga stabilitas usaha kecil. Sementara itu, adopsi QRIS di warungnya menunjukkan bahwa transformasi digital tidak hanya relevan bagi pelaku usaha besar, tetapi juga sangat dibutuhkan oleh warung kecil yang ingin beradaptasi dengan perubahan zaman.

Pendekatan humanis yang dilakukan mantri BRI juga membedakan lembaga ini dari layanan perbankan konvensional. Tidak hanya sekadar “memberi pinjaman”, tetapi hadir sebagai mitra yang membina dan mendorong UMKM agar lebih siap menghadapi tantangan ekonomi modern.

Dengan terus diperluasnya pendampingan menyeluruh, seperti yang diharapkan Rahmad, bukan tidak mungkin rumah makan Ampera Minang ke depan bisa menjelma menjadi kuliner khas Pacet yang dikenal lebih luas. Terlebih, jika dukungan pelatihan, promosi produk, dan kurasi pasar bisa dihadirkan secara berkelanjutan.

Kisah Rahmad bukan hanya cerita sukses individu, tapi menjadi gambaran potensi besar UMKM kuliner daerah dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi nasional. Jika semakin banyak pihak yang mendukung, kuliner lokal seperti milik Rahmad dapat menjadi tulang punggung ekonomi desa yang mandiri dan berdaya saing tinggi.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index