Pajak

Reformasi Pajak untuk Daya Saing Investasi

Reformasi Pajak untuk Daya Saing Investasi
Reformasi Pajak untuk Daya Saing Investasi

JAKARTA - Upaya memperkuat iklim investasi di Indonesia tak bisa dilepaskan dari peran sistem perpajakan. Sistem pajak yang kompleks, tidak efisien, atau tak berpihak pada dunia usaha kerap menjadi hambatan utama bagi investor. Oleh karena itu, reformasi pajak kembali mencuat sebagai strategi penting guna menata ulang kebijakan fiskal demi mendorong pertumbuhan ekonomi.

Sejumlah pengamat menyuarakan perlunya Indonesia melakukan koreksi dan penyesuaian dalam sistem perpajakan agar lebih kompetitif di kancah global. Hal ini menjadi krusial karena arus investasi sangat ditentukan oleh kepastian hukum, efisiensi birokrasi, dan tentunya kejelasan skema perpajakan yang adil dan proporsional.

“Investasi itu sangat bergantung pada ekspektasi, dan ekspektasi sangat erat kaitannya dengan kebijakan pajak. Kalau kita tidak bisa menjelaskan kepada dunia usaha mengenai arah kebijakan fiskal, investor tentu akan ragu masuk,” ujar Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Pande Putu Oka Kusumajaya.

Menurutnya, pemerintah terus berupaya menyelaraskan kebijakan fiskal yang tidak hanya fokus pada penerimaan semata, melainkan juga mendorong aktivitas ekonomi produktif. Karena itulah, dalam beberapa tahun terakhir, penyesuaian terus dilakukan untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih efisien dan adil.

Kondisi saat ini menunjukkan bahwa kebijakan fiskal masih menyimpan tantangan struktural yang cukup besar. Salah satunya adalah ketidakseimbangan antara penerimaan dan belanja negara. Di tengah keterbatasan ruang fiskal, pemerintah dituntut untuk bisa menjaga kesinambungan anggaran tanpa membebani dunia usaha secara berlebihan.

“Kita harus berupaya agar kebijakan fiskal kita semakin kredibel dan berkelanjutan. Reformasi perpajakan adalah bagian dari itu, khususnya dari sisi perluasan basis pajak dan peningkatan kepatuhan,” tutur Pande.

Upaya perluasan basis pajak dilakukan melalui integrasi data dan digitalisasi, termasuk penerapan core tax system yang dirancang untuk meningkatkan efisiensi pelayanan dan pengawasan. Selain itu, pemerintah juga terus memperbaiki regulasi agar tidak tumpang tindih serta memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha.

Kebijakan insentif pajak juga menjadi instrumen penting dalam menarik investor, baik dari dalam maupun luar negeri. Namun demikian, insentif yang diberikan harus tepat sasaran dan mampu memberikan dampak ekonomi yang nyata.

Dalam konteks ini, Pande menjelaskan bahwa insentif tidak boleh hanya sekadar menjadi keringanan fiskal semata, melainkan harus mendukung strategi pembangunan nasional. “Kita memberikan insentif pajak yang terukur. Jangan sampai insentif yang diberikan justru tidak memberikan nilai tambah atau tidak sesuai dengan tujuan ekonomi kita,” ujarnya.

Pandangan serupa disampaikan oleh Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Teguh Dartanto. Menurutnya, daya saing Indonesia dalam menarik investasi masih perlu ditingkatkan melalui reformasi struktural, termasuk pembenahan sistem perpajakan.

“Indonesia masih tertinggal dalam hal kemudahan berusaha dan kepastian hukum, termasuk dalam aspek perpajakan. Kalau tidak segera dibenahi, kita akan sulit bersaing dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara,” jelas Teguh.

Teguh juga menyoroti pentingnya menciptakan sistem pajak yang mampu menjamin fairness, transparansi, dan efisiensi. Dalam hal ini, kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan akademisi menjadi kunci untuk menghasilkan kebijakan yang berkualitas dan aplikatif.

Sementara itu, Ketua Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sekaligus Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), Sidharta Utama, menekankan perlunya konsistensi dalam pelaksanaan kebijakan pajak. Menurutnya, reformasi yang baik harus disertai dengan implementasi yang efektif dan minim gangguan birokrasi.

“Stabilitas kebijakan sangat penting. Dunia usaha membutuhkan kepastian, bukan perubahan aturan yang terlalu sering. Oleh karena itu, reformasi perpajakan harus dirancang jangka panjang dan disusun dengan mempertimbangkan masukan dari seluruh pemangku kepentingan,” katanya.

Selain aspek kebijakan, isu sumber daya manusia (SDM) juga menjadi sorotan dalam upaya reformasi perpajakan. Kapasitas dan kapabilitas aparatur perpajakan harus terus ditingkatkan agar mampu mengikuti perkembangan global dan teknologi.

Penguatan lembaga perpajakan, baik dari sisi kelembagaan maupun tata kelola, menjadi fondasi penting untuk menciptakan administrasi perpajakan yang modern dan terpercaya. Hal ini sejalan dengan tujuan pemerintah menjadikan sistem perpajakan sebagai instrumen yang tidak hanya berfungsi mengumpulkan penerimaan, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Dari sisi dunia usaha, harapan terhadap sistem pajak yang lebih ramah dan efisien terus disuarakan. Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), misalnya, menyambut baik langkah reformasi yang dilakukan pemerintah, namun mengingatkan pentingnya keterlibatan sektor swasta dalam proses perumusan kebijakan.

“Jika pemerintah melibatkan pelaku usaha sejak awal, maka kebijakan yang dihasilkan bisa lebih responsif dan sesuai dengan kebutuhan lapangan. Kita butuh dialog yang konstruktif,” ujar Wakil Ketua Umum KADIN bidang Kebijakan Fiskal dan Publik, Raden Pardede.

Secara keseluruhan, agenda reformasi perpajakan dinilai tidak hanya penting untuk mengoptimalkan penerimaan negara, tetapi juga sebagai strategi untuk menciptakan iklim usaha yang sehat dan kompetitif. Dengan sistem pajak yang kredibel, transparan, dan adil, Indonesia diyakini mampu menarik lebih banyak investasi dan memperkuat fondasi ekonomi nasional.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index