JAKARTA - Ketatnya persaingan di industri semikonduktor global, khususnya dalam pengembangan chip kecerdasan buatan (AI), memberikan dampak signifikan terhadap kinerja keuangan Samsung Electronics. Perusahaan teknologi asal Korea Selatan ini memproyeksikan penurunan tajam dalam profit operasionalnya untuk kuartal kedua tahun 2025, dengan penurunan mencapai lebih dari setengah dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Dalam laporan awal yang disampaikan kepada publik, Samsung memperkirakan bahwa laba operasional untuk periode April hingga Juni 2025 hanya akan mencapai sekitar 4,6 triliun won, atau setara Rp 54,6 triliun. Angka tersebut turun drastis dari 10,44 triliun won (sekitar Rp 123,9 triliun) yang berhasil dibukukan pada kuartal kedua tahun 2024.
Tak hanya dari sisi profit, pendapatan perusahaan juga diprediksi mengalami penurunan. Samsung memperkirakan total pendapatan mereka pada kuartal tersebut hanya akan menyentuh 74 triliun won (sekitar Rp 878 triliun). Estimasi ini berada di bawah ekspektasi pasar, yang menurut lembaga finansial LSEG (London Stock Exchange Group), memproyeksikan pendapatan Samsung akan berada di angka 75,55 triliun won (atau sekitar Rp 896,4 triliun).
Penurunan ini menjadi sinyal bahwa Samsung tengah menghadapi tekanan besar dari para pesaing utama di sektor chip, terutama dalam ranah AI yang kini menjadi medan persaingan baru di industri teknologi global.
Salah satu faktor yang memicu pelemahan ini datang dari persaingan ketat dengan Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC), produsen chip terbesar di dunia. TSMC dikenal memiliki keunggulan teknologi dan efisiensi produksi yang membuat mereka menjadi mitra utama bagi perusahaan-perusahaan raksasa seperti Apple dan Nvidia.
Sementara itu, Samsung juga menghadapi dominasi Nvidia, raksasa chip grafis yang kini memimpin di sektor AI dengan chip GPU berkinerja tinggi. Produk-produk Nvidia sangat diminati dalam pengembangan model AI besar seperti ChatGPT, Bard, dan Gemini, menjadikannya pemimpin pasar yang sulit disaingi dalam waktu singkat.
MS Hwang, analis dari Counterpoint Research, menyoroti bahwa kerugian berkelanjutan di bisnis foundry Samsung menjadi salah satu kontributor utama dalam kinerja keuangan yang mengecewakan ini. Foundry, atau layanan produksi chip atas pesanan pihak ketiga, menjadi salah satu unit bisnis yang paling terdampak oleh persaingan tajam tersebut.
“Divisi foundry Samsung masih terus mencatat kerugian, dan ini berdampak pada total pendapatan perusahaan,” ujar Hwang. Ia juga menambahkan bahwa kesenjangan teknologi dengan TSMC, serta ketidakmampuan Samsung menarik lebih banyak klien premium, memperburuk posisi mereka di pasar.
Sebagai respons terhadap tekanan yang meningkat, Samsung dilaporkan melakukan efisiensi internal secara agresif, termasuk dengan pemangkasan jumlah staf hingga 30% di beberapa divisi yang kurang menguntungkan. Langkah ini mencerminkan strategi jangka pendek untuk mengurangi beban biaya operasional sambil berupaya mempertahankan daya saing.
Namun, tantangan yang dihadapi Samsung bukan sekadar teknis dan operasional. Perusahaan juga harus berhadapan dengan pergeseran struktur permintaan global, di mana kebutuhan akan chip memori dan semikonduktor tradisional mulai tersisih oleh permintaan tinggi akan chip khusus AI. Ini menuntut perubahan besar dalam arah investasi dan riset pengembangan produk di internal perusahaan.
Meski demikian, beberapa pengamat tetap melihat peluang bagi Samsung dalam jangka menengah hingga panjang. Posisi mereka sebagai produsen chip memori terbesar di dunia masih memberi kekuatan dalam hal skala dan integrasi rantai pasok. Jika Samsung mampu mempercepat inovasi di lini chip AI dan mengejar ketertinggalan dari para pesaing, mereka bisa kembali mengambil bagian signifikan dalam pasar AI global.
Di sisi lain, konsumen dan investor terus mencermati bagaimana Samsung akan merespons situasi ini dalam laporan keuangan final kuartal kedua yang dijadwalkan dirilis akhir bulan ini. Apakah prediksi ini akan lebih baik atau lebih buruk dari estimasi awal, akan menjadi indikator penting terhadap strategi jangka pendek perusahaan.
Persaingan dalam industri semikonduktor diprediksi akan semakin intensif dalam beberapa tahun mendatang, terutama seiring dengan meningkatnya adopsi teknologi AI di berbagai sektor industri global. Untuk tetap bertahan dan relevan, Samsung dituntut melakukan reposisi strategi bisnis secara menyeluruh, termasuk memperkuat kolaborasi riset, mempercepat inovasi, dan meningkatkan efisiensi di seluruh lini produksi.
Dengan kondisi pasar yang fluktuatif dan tekanan kompetitif yang semakin besar, kuartal kedua tahun ini menjadi ujian penting bagi Samsung—bukan hanya untuk menunjukkan ketahanan mereka, tetapi juga kemampuan beradaptasi di tengah revolusi teknologi global yang terus bergerak cepat.