JAKARTA – Layanan pelanggan yang responsif dan proaktif telah menjadi investasi berharga bagi PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI dalam membangun kepercayaan publik. Buktinya, meskipun ribuan barang tertinggal di kereta, perusahaan mampu menunjukkan tanggung jawab dan kecepatan dalam menindaklanjuti setiap laporan.
Selama semester pertama 2025, KAI mencatat ada 5.634 barang tertinggal, di antaranya 2.250 merupakan barang bernilai tinggi seperti ponsel, laptop, dompet, perhiasan, hingga dokumen penting. Nilai estimasi keseluruhan barang yang tertinggal itu mencapai Rp7,47 miliar.
"Fakta ini mencerminkan kesiapsiagaan layanan kami dan kepercayaan yang terus dibangun melalui sistem layanan pelanggan yang aktif 24 jam," ujar Vice President Public Relations KAI, Anne Purba.
KAI membuka berbagai saluran untuk menerima laporan kehilangan, mulai dari Contact Center 121, WhatsApp di nomor 08111-2111-121, email cs@kai.id, hingga loket layanan pelanggan di stasiun. Setiap laporan akan ditindaklanjuti sesuai prosedur yang telah ditetapkan, yang diklaim Anne sebagai proses mudah, cepat, dan transparan.
Lebih dari Sekadar Barang Hilang
Bagi KAI, layanan pengembalian barang tidak hanya soal efisiensi, tetapi juga menyangkut investasi jangka panjang dalam membangun loyalitas dan kenyamanan pelanggan. Kasus terbaru yang menjadi sorotan publik adalah milik Megananda Daryono, pelanggan KA Manahan Priority, yang kehilangan ponsel saat melakukan perjalanan dari Stasiun Gambir ke Yogyakarta.
Ponsel Megananda sempat tertinggal di kursi 6A dan baru disadari saat ia tiba di stasiun tujuan. Beruntung, saat anaknya mencoba menelepon, panggilan dijawab oleh petugas Polsuska di Stasiun Solo Balapan yang telah mengamankan ponsel tersebut.
Pengembalian dilakukan tanpa biaya dan hanya dalam waktu kurang dari 12 jam. Proses itu menjadi contoh nyata bagaimana KAI bertransformasi bukan hanya dalam moda transportasi, tetapi juga pada budaya pelayanan.
"Saya sangat terkesan. Tidak hanya barang saya kembali, tapi kepercayaan saya terhadap layanan publik juga ikut pulih. Ini wajah baru KAI yang patut dibanggakan," ujar Megananda.
Proses Terstruktur, Responsif, dan Berintegritas
Menurut Penyelia Polsuska Stasiun Solo Balapan, Indra Sarwono, ponsel Megananda ditemukan sekitar pukul 18.16 WIB oleh petugas pengamanan KA Manahan. Barang tersebut langsung diserahkan melalui tim On Train Cleaning (OTC) ke pos Polsuska. Saat HP berdering, panggilan dijawab, dan koordinasi pengiriman segera dilakukan.
Indra menjelaskan bahwa pengiriman dilakukan dengan menggunakan KA Lodaya 79 menuju Stasiun Yogyakarta. Ponsel tersebut tiba di malam hari dan diserahkan kepada petugas Polsuska Yogyakarta. Esok harinya, Megananda hanya perlu menunjukkan identitas diri dan tiket perjalanan untuk mengambil kembali barangnya.
"Secara prosedur kalau ada barang tertinggal yang ditemukan, kami akan mendata spesifikasi barang tersebut dan lokasi ditemukan. Selanjutnya, dilakukan input ke sistem Lost and Found," jelas Indra.
Barang yang ditemukan kemudian disimpan di tempat khusus—lemari kaca yang mudah terlihat di stasiun agar memudahkan pemilik mengenali miliknya. Jika barang ditemukan di stasiun, petugas juga akan membantu melalui pengumuman langsung di ruang tunggu.
Lebih dari sekadar prosedur, menurut Indra, ada kebanggaan tersendiri bagi para petugas ketika berhasil mengembalikan barang kepada pemiliknya.
"Ada rasa bangga ketika kami bisa membantu penumpang menemukan barangnya dan melihat wajah bahagia mereka. Ini bagian dari nilai amanah yang selalu kami pegang," ungkapnya.
Transformasi Layanan Publik ala KAI
Langkah yang dilakukan KAI dalam penanganan barang tertinggal menjadi gambaran bagaimana layanan publik dapat bertransformasi ke arah yang lebih profesional dan manusiawi. Di tengah tantangan operasional transportasi massal, keberhasilan menjaga dan mengembalikan barang pelanggan menjadi indikator keberhasilan sistem dan budaya organisasi.
Anne Purba menegaskan bahwa misi KAI tak hanya menyediakan sarana perjalanan yang aman dan nyaman, tetapi juga menciptakan rasa aman terhadap barang bawaan pelanggan. Dalam pandangannya, setiap barang yang kembali ke tangan pemilik memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap layanan KAI.
"Kami ingin pelanggan merasa aman, tidak hanya selama perjalanan tapi juga atas barang bawaannya. Ini bukan hanya tentang barang yang kembali, tapi tentang rasa percaya yang tumbuh. Kisah Megananda hanyalah satu dari ribuan bukti bahwa transformasi KAI adalah aksi nyata," ujar Anne.
Langkah Kecil, Dampak Besar
Investasi dalam sistem pelaporan, pelacakan, dan pengembalian barang mungkin tampak kecil dibandingkan pengadaan armada baru atau pembangunan infrastruktur. Namun, pengalaman pelanggan seperti ini justru menjadi modal sosial yang sangat berharga dalam jangka panjang.
Kisah Megananda adalah satu dari ribuan yang terjadi sepanjang tahun ini, dan menjadi simbol nyata bahwa kepercayaan pelanggan dapat dibangun dari hal-hal sederhana, selama ditangani dengan niat baik dan sistem yang rapi.
Dengan pendekatan humanis dan berbasis kepercayaan, KAI membuktikan bahwa investasi dalam nilai-nilai pelayanan publik bukan sekadar pelengkap, tetapi fondasi utama keberlanjutan perusahaan jasa transportasi modern.