Jenis-jenis Imunisasi, Tujuan, Manfaat, dan Efek Sampingnya

Jenis-jenis Imunisasi, Tujuan, Manfaat, dan Efek Sampingnya
jenis-jenis imunisasi

Jenis-jenis imunisasi penting diberikan sejak dini untuk mencegah penyakit serius yang dapat mengancam keselamatan anak. 

Pemberian imunisasi pada masa kanak-kanak, terutama sesuai dengan panduan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), bertujuan untuk melindungi tubuh anak saat sistem imunnya masih dalam tahap perkembangan.

Sebagai orang tua, sudah seharusnya memahami manfaat serta ragam imunisasi yang perlu diterima oleh buah hati. 

Hal ini penting karena bayi dan anak-anak sangat mudah terpapar berbagai penyakit menular yang bisa berakibat fatal bila tidak dicegah sejak awal.

Agar perlindungan optimal, pastikan untuk memeriksa jadwal lengkap imunisasi dasar dan lanjutan sesuai usia anak. Dengan mengikuti panduan tersebut, tubuh anak akan memiliki pertahanan yang lebih kuat terhadap infeksi.

Berikut ini penjelasan mengenai jenis-jenis imunisasi yang perlu diketahui dan dipahami orang tua untuk menjaga kesehatan anak secara menyeluruh.

Pengertian Imunisasi

Prosedur perlindungan tubuh terhadap penyakit dilakukan melalui pemberian vaksin, yang berfungsi untuk merangsang sistem kekebalan agar mampu mengenali dan melawan infeksi tertentu. 

Metode ini bertujuan membentuk pertahanan alami sehingga seseorang tidak mudah terserang penyakit. Pemberian vaksin secara berkala terbukti efektif dalam menekan angka penularan berbagai penyakit menular.

Sejak bayi dilahirkan, ia berada dalam kondisi rentan terhadap serangan kuman dan virus dari lingkungan sekitarnya. 

Oleh karena itu, pemberian vaksin sangat dibutuhkan untuk membantu membangun perlindungan sejak dini. Jenis vaksin yang diberikan disesuaikan dengan usia dan tahapan perkembangan anak.

Imbauan mengenai pentingnya vaksinasi telah lama disampaikan oleh berbagai pakar serta lembaga kesehatan di seluruh dunia. 

Meski demikian, kesadaran sebagian orang tua terhadap perlunya vaksinasi anak masih terbilang rendah. Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam upaya menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan terlindungi dari ancaman penyakit.

Tujuan imunisasi

Tujuan utama dari pemberian vaksin adalah untuk memberikan perlindungan terhadap berbagai penyakit berbahaya yang berpotensi mengancam nyawa.

Selain melindungi individu, vaksinasi juga berperan dalam menciptakan kekebalan secara kolektif dalam suatu komunitas, yang dikenal sebagai kekebalan kelompok.

Manfaat dari kekebalan bersama ini sangat besar, terutama bagi mereka yang tidak bisa menerima vaksin karena kondisi medis tertentu. 

Semakin banyak individu yang divaksin, maka penyebaran penyakit akan semakin terkendali, sehingga risiko penularan kepada mereka yang rentan pun dapat ditekan.

Namun demikian, ada beberapa kondisi kesehatan yang membuat seseorang tidak dianjurkan menerima vaksin. 

Mereka yang pernah mengalami reaksi alergi berat terhadap vaksin sebelumnya, atau yang memiliki alergi terhadap kandungan tertentu dalam vaksin, tidak boleh melanjutkan imunisasi. 

Selain itu, individu yang sedang menjalani pengobatan kanker atau menderita penyakit autoimun dengan sistem kekebalan tubuh yang sangat lemah juga tidak disarankan menerima vaksinasi.

Manfaat Program Imunisasi

Pemberian vaksin terbukti mampu mencegah banyak kasus penyakit menular yang menyebabkan kesakitan hingga kematian pada bayi dan anak-anak. 

Sejak dulu, infeksi menular telah menjadi ancaman serius, dan tanpa tindakan pencegahan seperti vaksinasi, risiko yang ditimbulkan bisa sangat fatal.

Melalui vaksinasi, penyebaran penyakit dapat dikendalikan bahkan dihentikan sepenuhnya di masa mendatang. Oleh karena itu, bayi perlu mendapatkan vaksin sejak awal kehidupannya, terutama dalam dua tahun pertama. 

Dalam beberapa kasus, perlindungan maksimal baru tercapai setelah menerima beberapa kali suntikan vaksin sesuai dosis yang dianjurkan.

Kementerian Kesehatan bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia menegaskan bahwa pemberian vaksin dasar saja belum cukup untuk membentuk perlindungan yang optimal. 

Karena itu, sangat penting untuk melanjutkan pemberian vaksin tahap berikutnya sesuai jadwal yang telah ditetapkan.

Usia Bayi Untuk Imunisasi

Berikut ini adalah rentang usia bayi yang dianjurkan untuk menerima vaksin dasar sesuai dengan tahapan pertumbuhan:

  • Kurang dari 24 jam setelah lahir: vaksin Hepatitis B dosis pertama (HB-0).
  • Usia 0 hingga 1 bulan: vaksin BCG dan Polio pertama.
  • Usia 2 bulan: vaksin kombinasi DPT-HB-Hib dosis pertama, Polio kedua, serta vaksin Rotavirus.
  • Usia 3 bulan: vaksin DPT-HB-Hib dosis kedua dan Polio ketiga.
  • Usia 4 bulan: vaksin DPT-HB-Hib dosis ketiga, Polio keempat, IPV, dan Rotavirus.
  • Usia 9 bulan: vaksin Campak atau MR.

Jenis-jenis Imunisasi Lengkap IDAI 2020

Lingkungan yang kurang higienis dapat menjadi sumber penyebaran berbagai penyakit yang bisa menyerang siapa saja, termasuk bayi dan anak-anak. 

Pada dasarnya, semua vaksin memiliki peran penting dalam menjaga kesehatan, namun terdapat beberapa yang dikategorikan sebagai vaksin dasar atau wajib yang telah difasilitasi oleh pemerintah.

Untuk memberikan perlindungan secara menyeluruh, berikut ini penjelasan mengenai jenis-jenis imunisasi yang perlu diberikan, mulai dari tahap dasar hingga lanjutan, beserta jadwal pemberiannya sesuai usia bayi.

BCG

Berdasarkan panduan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2020, vaksin BCG sebaiknya diberikan sebelum bayi mencapai usia 3 bulan. 

Apabila vaksinasi dilakukan setelah usia tersebut, maka perlu dilakukan pemeriksaan tuberkulin terlebih dahulu. 

Vaksin ini berguna untuk memberikan perlindungan terhadap tuberkulosis atau TB, yakni infeksi serius yang menyerang paru-paru dan dapat menyebar ke bagian tubuh lain seperti tulang, ginjal, sendi, hingga menyebabkan radang selaput otak atau meningitis. 

Vaksin BCG hanya diberikan jika hasil uji tuberkulin negatif. Lokasi penyuntikan yang disarankan adalah lengan kanan bagian atas.

DPT

Vaksin DPT memberikan perlindungan terhadap tiga penyakit, yaitu difteri, pertusis (batuk rejan), dan tetanus. Pemberian vaksin ini direkomendasikan sebanyak lima kali, dengan jadwal sebagai berikut:

  • Dosis pertama dimulai saat bayi berusia 2 bulan, atau paling cepat pada usia 6 minggu.
  • Dosis berikutnya diberikan pada usia 4 bulan, 6 bulan, dan 18 bulan.
  • Dosis kelima diberikan saat anak berusia 5 tahun.

Setelahnya, suntikan penguat atau booster sebaiknya dilakukan setiap 10 tahun sekali agar perlindungan tetap optimal.

MR/MMR

Mengacu pada jadwal yang disusun oleh Kementerian Kesehatan dan IDAI, vaksin ini penting untuk mencegah tiga penyakit yaitu campak, gondongan, dan rubella.

Dosis pertama diberikan pada usia 9 bulan, sedangkan dosis lanjutan diberikan saat anak berusia 15 bulan. Jarak minimal antara vaksin campak pertama dengan dosis MMR lanjutan adalah 6 bulan.

Hepatitis B

Vaksin hepatitis B diberikan sebanyak tiga kali sebelum bayi mencapai usia 6 bulan. Jadwal pemberian vaksin ini adalah sebagai berikut:

  • Dosis pertama diberikan sesegera mungkin setelah bayi lahir, yaitu sebelum usia 24 jam.
  • Dosis kedua diberikan ketika bayi berusia antara 1 hingga 2 bulan.
  • Dosis ketiga diberikan saat bayi berusia antara 6 hingga 18 bulan.

Vaksin hepatitis B sering diberikan bersamaan dengan vaksin DPT, terutama pada usia 2, 3, dan 4 bulan. 

Khusus untuk bayi yang lahir dari ibu pengidap hepatitis B, dosis pertama vaksin hepatitis B harus diberikan dalam waktu 24 jam setelah kelahiran. 

Selain itu, bayi juga perlu menerima suntikan immunoglobulin hepatitis B di paha yang berbeda, sesudah pemberian vitamin K1. Vaksin lanjutan akan diberikan sesuai dengan jadwal yang berlaku. 

Ketika anak berusia antara 9 hingga 18 bulan, bayi yang lahir dari ibu dengan infeksi hepatitis B sebaiknya menjalani pemeriksaan untuk memastikan keberadaan antibodi HBs dan antigen HBs dalam tubuh mereka.

Hemophilus influenzae tipe b (Hib)

Vaksin ini bertujuan untuk mencegah infeksi serius yang disebabkan oleh bakteri Haemophilus influenzae tipe b, yang dapat menyebabkan radang paru, meningitis, dan infeksi darah. 

Di berbagai negara yang telah menetapkannya sebagai vaksin rutin, angka kasus berat akibat bakteri ini telah menurun lebih dari 90%.

Pemberian vaksin Hib dilakukan saat bayi berusia 2, 3, dan 4 bulan, lalu dilanjutkan lagi antara usia 12 hingga 15 bulan. 

Jumlah dosis yang dibutuhkan tergantung pada usia awal pemberian. Umumnya, vaksin ini dikombinasikan dalam satu suntikan dengan vaksin lain, seperti DPT dan Hepatitis B.

Influenza

Virus flu menyerang saluran pernapasan dan dapat menyebabkan angka kesakitan dan kematian yang cukup tinggi di berbagai belahan dunia. Oleh karena itu, imunisasi terhadap virus influenza penting untuk diberikan kepada anak.

Vaksin flu sebaiknya mulai diberikan sejak anak berusia 6 bulan hingga 8 tahun dalam bentuk dua dosis awal. Setelahnya, vaksin dapat diberikan satu kali setiap tahun sebagai bentuk pencegahan berkelanjutan.

Pneumokokus (PCV)

Vaksin ini ditujukan untuk melindungi tubuh dari infeksi bakteri Streptococcus pneumoniae yang dapat menyebabkan pneumonia, radang selaput otak, dan infeksi darah.

Vaksin pneumokokus diberikan dalam empat tahap, yaitu pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, dan satu dosis lanjutan antara usia 12 sampai 15 bulan. 

Tersedia dua jenis vaksin pneumokokus, yakni vaksin konjugasi dan vaksin polisakarida, dengan penggunaan disesuaikan berdasarkan usia dan kondisi anak.

Polio (IPV)

Imunisasi polio penting untuk mencegah kelumpuhan akibat infeksi virus poliomyelitis. Terdapat dua jenis vaksin polio, yaitu vaksin suntik (IPV) dan vaksin tetes mulut (OPV).

Pemberian vaksin ini dimulai segera setelah bayi lahir, lalu dilanjutkan saat anak berusia 2, 3, dan 4 bulan. Imunisasi lanjutan diberikan pada usia 18 bulan guna memberikan perlindungan jangka panjang terhadap virus polio.

Rotavirus

Vaksin rotavirus diberikan agar bayi terlindung dari infeksi virus penyebab diare berat, yang umumnya menyerang sistem pencernaan.

Terdapat dua jenis vaksin rotavirus. Yang pertama adalah vaksin monovalen, yang mengandung satu jenis virus dan diberikan dua kali, yaitu antara usia 6 hingga 14 minggu dan satu dosis tambahan empat minggu setelahnya. 

Jenis kedua adalah vaksin pentavalen yang mencakup beberapa jenis virus dan diberikan dalam tiga tahap, yaitu pada usia 2, 4, dan 6 bulan.

Varisela

Vaksin ini ditujukan untuk mencegah penyakit cacar air, yang cukup mudah menular terutama di kalangan anak-anak.

Imunisasi varisela diberikan setelah anak berusia satu tahun, sesuai dengan jadwal dari Ikatan Dokter Anak Indonesia. 

Menurut data dari lembaga pengendali penyakit di Amerika Serikat, vaksin ini dapat memberikan perlindungan sebesar 90–97% selama 7 hingga 10 tahun. 

Anak yang telah menerima vaksin ini memiliki kemungkinan lebih kecil untuk tertular cacar air, atau jika tertular, gejalanya cenderung lebih ringan.

Hepatitis A

Vaksin ini termasuk dalam kategori lanjutan yang dianjurkan untuk anak. Tujuannya adalah memberikan perlindungan terhadap infeksi virus hepatitis A, yang biasanya menyebar melalui makanan atau kontak dengan tinja penderita. 

Pemberian vaksin dilakukan dua kali dengan jarak 6 hingga 12 bulan antara dosis pertama dan kedua.

Meskipun tidak masuk dalam daftar vaksin wajib, imunisasi ini termasuk dalam rekomendasi jadwal dari Ikatan Dokter Anak Indonesia. Vaksinasi hepatitis A dapat mulai diberikan ketika anak memasuki usia 2 tahun.

Tifoid

Vaksin tifoid berfungsi untuk mencegah infeksi akibat bakteri Salmonella typhi, yang dikenal sebagai penyebab penyakit tifus. 

Vaksinasi pertama diberikan saat anak berusia 2 tahun. Setelah itu, pemberian vaksin ulangan atau booster disarankan dilakukan setiap 3 tahun sekali.

Imunisasi ini dapat memberikan perlindungan sekitar 50 hingga 80 persen terhadap tifus. Namun, selain vaksinasi, menjaga kebersihan makanan dan pola makan anak tetap menjadi langkah penting dalam pencegahan penyakit ini.

Japanese Encephalitis (JE)

Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk, dan meskipun tidak sepopuler demam berdarah, tetap berbahaya karena bisa menyebabkan radang otak. 

Penyakit ini pertama kali diidentifikasi di Jepang pada tahun 1871 dan dikenal sebagai radang otak musim panas.

Vaksin JE masuk dalam daftar imunisasi yang dianjurkan oleh Kementerian Kesehatan dan dapat diberikan saat anak berusia 12 bulan. Dosis lanjutan diberikan 1 hingga 2 tahun setelah vaksinasi pertama. 

Jika terjadi keterlambatan hingga dua tahun, tidak perlu mengulang seluruh rangkaian vaksinasi, cukup lanjutkan dosis yang tertunda dengan jarak sekitar satu bulan dari suntikan sebelumnya.

Dengue (Demam Berdarah Dengue/DBD)

Imunisasi ini bersifat lanjutan dan diberikan untuk melindungi anak dari demam berdarah. Vaksin dengue diberikan kepada anak berusia 9 hingga 16 tahun yang sudah pernah terinfeksi dengue sebelumnya.

Untuk memastikan kelayakan menerima vaksin ini, anak perlu menjalani pemeriksaan laboratorium terlebih dahulu, seperti tes antigen NS1 dan/atau uji serologis IgM atau IgG anti-dengue yang menunjukkan hasil positif. 

Alternatifnya, dapat dilakukan pemeriksaan IgG anti-dengue sebagai konfirmasi riwayat infeksi sebelumnya.

Campak

Vaksin ini ditujukan untuk mencegah infeksi virus campak yang dapat menimbulkan gejala seperti demam tinggi, ruam, gangguan pada mata dan mulut, hingga komplikasi serius seperti pneumonia, diare berat, dan radang otak. 

Dalam kasus berat, infeksi campak bahkan bisa menyebabkan kematian. Pemberian vaksin dilakukan dua kali, yakni pada usia 9 bulan dan dosis lanjutan pada usia 6 tahun, untuk memberikan perlindungan maksimal terhadap penyakit ini.

Efek Samping Imunisasi

Beberapa vaksin dasar dan lanjutan yang direkomendasikan oleh IDAI terkadang dapat menimbulkan reaksi ringan setelah penyuntikan. 

Berdasarkan penjelasan dari Kementerian Kesehatan, efek tersebut biasanya tidak berbahaya dan mencakup beberapa gejala seperti:

  • Demam dengan suhu ringan hingga tinggi
  • Pembengkakan di area bekas suntikan
  • Kemerahan pada kulit sekitar lokasi penyuntikan
  • Bayi menjadi lebih rewel dari biasanya

Kondisi tersebut dikenal dengan istilah kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI). Umumnya, gejala yang muncul akan membaik dalam waktu 3 hingga 4 hari, meskipun dalam beberapa kasus dapat berlangsung sedikit lebih lama.

Kapan Harus ke Dokter?

Sebelum anak menerima vaksin, penting untuk memberi tahu tenaga medis apabila ia memiliki riwayat alergi, penyakit autoimun, atau kondisi seperti kanker. 

Selain itu, segera konsultasikan dengan dokter jika muncul keluhan berat atau gejala memburuk setelah imunisasi, seperti:

  • Reaksi pasca vaksinasi yang semakin parah atau tak kunjung membaik
  • Demam yang berlangsung lebih dari dua hari
  • Kesulitan bernapas, sesak, atau kehilangan kemampuan mencium bau
  • Rasa nyeri pada bagian dada
  • Detak jantung yang sangat cepat
  • Kejang
  • Penurunan tingkat kesadaran

Langkah ini penting agar penanganan yang sesuai dapat segera diberikan.

Penanganan Efek Samping Imunisasi

Pemberian imunisasi telah melalui uji keamanan, namun tetap ada kemungkinan munculnya efek samping atau reaksi pasca penyuntikan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. 

Meski begitu, orang tua tidak perlu panik karena sebagian besar keluhan tersebut dapat ditangani secara mandiri sesuai dengan gejala yang muncul.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk meredakan efek samping setelah imunisasi pada anak, antara lain:

  • Mengompres area suntikan dengan air hangat dan memberikan obat penurun demam sesuai petunjuk dokter
  • Memastikan anak mendapat cukup cairan dengan memberinya minum lebih sering
  • Mengganti pakaian anak dengan bahan yang ringan serta tidak menyelimutinya secara berlebihan
  • Memberikan ASI lebih sering bagi bayi
  • Menyajikan makanan yang bergizi dan mudah dicerna

Program imunisasi anak termasuk imunisasi kejar, berlangsung hingga anak berusia 18 tahun. Namun, tidak semua jenis vaksin dapat diberikan jika jadwalnya sudah terlewat, karena efektivitasnya bisa menurun. 

Oleh sebab itu, penting untuk memperhatikan batas usia dan jenis vaksin sebelum menjadwalkan imunisasi kejar.

Pelayanan imunisasi kejar dapat dilakukan melalui fasilitas kesehatan seperti posyandu, puskesmas, klinik bidan, maupun rumah sakit. 

Untuk memastikan jenis dan jumlah vaksin yang sesuai dengan usia dan kondisi anak, orang tua disarankan untuk berkonsultasi langsung dengan dokter spesialis anak.

Sebagai penutup, mengetahui dan mengikuti jadwal jenis-jenis imunisasi sangat penting agar anak terlindungi dari berbagai penyakit sejak dini dan tumbuh dengan sehat optimal.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index