JAKARTA - Diskusi soal perpajakan kembali mengemuka, kali ini menyangkut olahraga padel yang sedang naik daun di kalangan masyarakat urban. Pengenaan pajak terhadap olahraga ini memunculkan beragam respons dari publik. Namun di balik keputusan tersebut, terdapat pertimbangan mendasar yang berkaitan erat dengan prinsip keadilan dalam sistem perpajakan daerah.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Jakarta, Lusiana Herawati, memberikan penjelasan secara terbuka terkait hal ini. Ia menegaskan bahwa kebijakan mengenakan pajak atas olahraga padel dilakukan bukan semata karena tren popularitasnya yang meningkat, melainkan untuk menyelaraskan perlakuan pajak atas berbagai jenis hiburan dan olahraga permainan lainnya yang sudah lebih dulu dikenakan pajak serupa.
Dalam keterangannya pada Senin, 7 Juli 2025, Lusiana menyampaikan bahwa penerapan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk Jasa Kesenian dan Hiburan atas olahraga padel justru merupakan langkah penyeimbang, demi menciptakan rasa keadilan di tengah masyarakat. Sebab, kata dia, selama ini olahraga permainan lain sudah dikenai Pajak Hiburan sejak lama.
"Pengenaan Pajak Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) Jasa Kesenian dan Hiburan atas olahraga permainan padel justru untuk menciptakan rasa keadilan, karena Pajak Hiburan atas berbagai jenis olahraga permainan lainnya telah dikenakan sejak lama," kata Lusiana Herawati dikutip, Senin 7 Juli.
Dengan demikian, menurut Lusiana, pemberlakuan pajak terhadap olahraga padel bukan merupakan perlakuan baru yang membedakan satu jenis kegiatan dengan lainnya, melainkan bentuk penyetaraan agar sistem perpajakan daerah bisa berjalan secara konsisten.
Olahraga padel sendiri merupakan cabang olahraga permainan yang memadukan unsur tenis dan squash, dimainkan dalam lapangan berdinding dan populer karena sifatnya yang mudah diakses serta bersifat rekreasional. Dalam beberapa tahun terakhir, fasilitas olahraga padel menjamur di berbagai kota besar, termasuk Jakarta, dengan peminat dari berbagai kalangan usia, terutama kelompok menengah ke atas.
Kondisi ini menjadikan padel sebagai salah satu bentuk hiburan yang bersifat komersial, karena penyelenggaraannya dilakukan oleh pengelola fasilitas yang menyediakan lapangan dengan sistem sewa. Berdasarkan hal itulah, kegiatan padel kemudian masuk dalam cakupan objek PBJT Jasa Kesenian dan Hiburan, yang telah diatur dalam kebijakan pajak daerah.
Pengenaan pajak atas hiburan bukanlah hal baru. Sejak lama, berbagai jenis kegiatan rekreasi seperti karaoke, bioskop, konser musik, pertunjukan tari, termasuk beberapa jenis olahraga permainan seperti bowling, biliar, hingga golf, telah dikenai pajak hiburan oleh pemerintah daerah. Tujuan utama dari kebijakan ini adalah agar pelaku usaha hiburan turut berkontribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD), yang pada gilirannya akan kembali ke masyarakat dalam bentuk layanan publik.
Dalam konteks tersebut, pemerintah provinsi melalui Bapenda berupaya menjaga konsistensi kebijakan. Jika padel dibiarkan tidak dikenakan pajak, sementara olahraga permainan lain yang serupa sudah dikenai, maka akan timbul ketimpangan yang berpotensi menimbulkan keberatan dari pelaku usaha hiburan lainnya. Oleh karena itu, penerapan pajak ini dimaksudkan sebagai bentuk pemerataan perlakuan atas seluruh sektor yang bergerak di bidang jasa hiburan.
Kebijakan ini pun mendapat perhatian dari kalangan pelaku usaha dan masyarakat pengguna fasilitas padel. Sebagian dari mereka mempertanyakan urgensi pajak ini dan dampaknya terhadap biaya sewa yang kemungkinan akan naik. Namun di sisi lain, ada juga yang memahami bahwa pajak merupakan kewajiban yang harus dipenuhi, terutama jika layanan tersebut bersifat komersial dan bukan kegiatan nirlaba.
Dalam implementasinya, Bapenda menyatakan akan terus melakukan sosialisasi kepada para pengelola fasilitas padel dan memberikan pendampingan administratif terkait pemenuhan kewajiban pajaknya. Dengan pendekatan ini, diharapkan penerapan pajak tidak menjadi beban berat, tetapi dapat dipahami sebagai bagian dari sistem kontribusi bersama untuk pembangunan daerah.
Lusiana juga menekankan pentingnya komunikasi terbuka dan transparansi dalam proses perpajakan. Menurutnya, ketika masyarakat mendapatkan penjelasan yang jernih dan proporsional mengenai alasan di balik kebijakan pajak tertentu, maka tingkat kepatuhan dan partisipasi akan lebih tinggi.
Upaya menjaring pendapatan dari sektor hiburan dan olahraga memang menjadi salah satu strategi daerah dalam memperkuat struktur keuangan lokal. Apalagi di tengah tantangan kebutuhan pembiayaan layanan publik yang terus meningkat, optimalisasi sumber-sumber pendapatan sah menjadi keharusan agar pembangunan dapat berjalan berkelanjutan.
Meski pengenaan pajak kerap kali mendapat resistensi pada awal penerapannya, seiring waktu kebijakan tersebut dapat diterima ketika disertai pemahaman yang baik dari masyarakat. Prinsip keadilan, kesetaraan perlakuan, serta transparansi dalam pelaksanaan menjadi kunci agar setiap kebijakan perpajakan tidak sekadar dilihat sebagai beban, tetapi sebagai kontribusi yang adil dari seluruh lapisan masyarakat.
Dalam konteks olahraga padel, kebijakan ini juga dapat menjadi momen reflektif bahwa popularitas suatu kegiatan hendaknya sejalan dengan tanggung jawab sosial dan fiskal. Dengan demikian, pertumbuhan sektor rekreasi dan olahraga dapat berjalan berdampingan dengan upaya pemerintah membangun daerah secara inklusif dan berkeadilan.