Finansial

Finansial Digital Buka Peluang di Masa Sulit

Finansial Digital Buka Peluang di Masa Sulit
Finansial Digital Buka Peluang di Masa Sulit

JAKARTA – Di tengah gempuran biaya hidup yang kian meningkat, masyarakat Indonesia mulai melakukan penyesuaian dalam strategi finansial mereka. Tak lagi hanya bertumpu pada tabungan konvensional, kini publik mulai melirik berbagai alternatif investasi, termasuk aset digital seperti kripto. Langkah ini mencerminkan perubahan signifikan dalam cara mengelola keuangan pribadi demi mempertahankan dan meningkatkan nilai kekayaan mereka.

Fenomena ini tercermin dalam hasil survei daring yang dilakukan oleh YouGov terhadap 2.067 responden dewasa di Indonesia. Laporan itu mengungkap bahwa masyarakat kini semakin selektif dalam membuat keputusan keuangan—mulai dari cara menabung, berutang, hingga berinvestasi—sebagai respons terhadap situasi ekonomi yang penuh tantangan.

Meningkatnya kewaspadaan tersebut turut mendorong masyarakat untuk menjadi lebih melek teknologi serta mempertimbangkan investasi non-tradisional. Di antara beragam pilihan, emas masih menjadi favorit. Namun, minat terhadap aset kripto juga menunjukkan tren peningkatan yang tidak bisa diabaikan.

Data ini juga sejalan dengan hasil riset yang dilakukan oleh Consensys dan YouGov pada 2024, yang menyoroti terbukanya masyarakat Indonesia terhadap aset digital. Dalam survei terhadap 1.041 responden berusia 18 hingga 65 tahun, ditemukan bahwa kripto semakin dipercaya oleh publik, terutama di tengah menurunnya keyakinan terhadap sistem keuangan konvensional.

CEO Tokocrypto, Calvin Kizana, menilai bahwa tekanan ekonomi menjadi salah satu pendorong utama perubahan sikap masyarakat terhadap pengelolaan keuangan. Ia menekankan bahwa publik kini tidak lagi hanya bergantung pada metode konvensional, tetapi mulai mencari jalan lain untuk mencapai keamanan finansial. “Kami melihat perubahan signifikan dalam mindset keuangan masyarakat. Di tengah tekanan biaya hidup, semakin banyak orang yang mulai mencari cara untuk mengembangkan aset, bukan hanya menyimpannya. Ini momentum penting untuk memperkuat edukasi finansial dan pemahaman tentang instrumen investasi, termasuk kripto,” kata Calvin.

Kondisi ekonomi global yang tidak menentu membuat masyarakat mencari pilihan yang memungkinkan mereka tetap bertahan bahkan bertumbuh. Kripto, menurut Calvin, menyediakan peluang tersebut karena sifatnya yang mudah diakses dan menjanjikan potensi pertumbuhan aset dalam jangka panjang. “Situasi ekonomi saat ini membuat masyarakat mencari alternatif yang bisa membantu mereka menjaga dan menumbuhkan nilai kekayaan. Aset digital seperti kripto menjadi salah satu opsi yang dipertimbangkan karena bisa diakses lebih luas dan menawarkan potensi pertumbuhan yang menarik,” tambahnya.

Namun, seiring meningkatnya adopsi kripto di kalangan masyarakat, muncul pula keraguan dan perdebatan, khususnya mengenai posisi Bitcoin dalam sistem ekonomi. Di media sosial, sejumlah pandangan menyebut Bitcoin sebagai bentuk zero-sum game, yaitu sistem di mana keuntungan satu pihak diperoleh dari kerugian pihak lain. Pandangan ini mendapat tanggapan serius dari para pelaku industri kripto.

Calvin Kizana tidak sependapat dengan label tersebut. Menurutnya, Bitcoin dan kripto pada umumnya justru merupakan positive-sum game—yakni sistem yang menciptakan nilai bagi semua partisipan. “Bitcoin bukan zero-sum game karena nilainya tidak hanya datang dari spekulasi, tapi dari kepercayaan, adopsi teknologi, dan fungsinya sebagai alternatif sistem keuangan. Dalam zero-sum, tidak ada penciptaan nilai. Tapi di kripto, ada inovasi, infrastruktur, edukasi, dan inklusi yang terus berkembang,” ujar Calvin.

Ia menegaskan bahwa pertumbuhan ekosistem kripto didorong oleh keterlibatan kolektif berbagai pihak, mulai dari pengguna individu, pengembang teknologi, hingga institusi yang membangun sistem berbasis blockchain. Hal ini menjadikan kripto sebagai platform terbuka yang berkembang berkat kolaborasi, bukan kompetisi semata.

Bagi Calvin, potensi positif yang dimiliki kripto terletak pada kemampuannya mengakselerasi perkembangan sistem keuangan digital yang lebih inklusif dan adaptif. Adopsi teknologi seperti DeFi (decentralized finance) bahkan membuka peluang baru dalam menjangkau segmen masyarakat yang selama ini belum terlayani secara optimal oleh layanan keuangan konvensional.

Lebih jauh lagi, edukasi menjadi aspek penting yang tidak bisa diabaikan dalam ekosistem kripto. Calvin menggarisbawahi pentingnya pemahaman mendalam sebelum terjun ke dunia aset digital. “Yang paling penting bukan hanya membeli kripto, tapi memahami prinsipnya. Kripto adalah tools. Kalau digunakan dengan benar dan bijak, ini bukan soal menang atau kalah, tapi soal menciptakan nilai baru,” tutup Calvin.

Kondisi ini mencerminkan fase transisi dalam cara masyarakat Indonesia memahami dan mengelola keuangan. Di tengah tekanan ekonomi, strategi bertahan tidak lagi hanya mengandalkan penghematan, tetapi juga mencakup keberanian untuk menjelajahi inovasi baru yang bisa membawa dampak jangka panjang.

Dengan meningkatnya literasi digital dan terbukanya akses terhadap berbagai instrumen finansial, kripto kini menjadi salah satu alat yang dipertimbangkan dalam menyusun strategi masa depan. Meski masih menyisakan sejumlah tantangan dan ketidakpastian, perubahan ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia terus berkembang dalam mengadaptasi perubahan ekonomi global dengan pendekatan yang lebih cerdas dan terbuka.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index