JAKARTA – Pelayanan lamban dan birokrasi berbelit dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) kembali menjadi sorotan publik. Anggota Komisi VI DPR RI, Andi Akmal Pasluddin, menilai kinerja sejumlah bank dalam menyalurkan KUR masih belum optimal, khususnya terhadap pelaku usaha kecil yang seharusnya menjadi sasaran utama program tersebut.
Andi menegaskan bahwa sektor perbankan perlu memperbaiki komitmennya dalam mendukung program pembiayaan yang digagas pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat kelas bawah.
"Selama ini, saya menerima banyak laporan dari konstituen yang kesulitan mendapatkan akses terhadap KUR karena prosesnya lama dan rumit," ujar Andi dalam keterangannya kepada media.
Menurutnya, KUR adalah instrumen penting negara untuk mendukung keberlangsungan usaha kecil dan menengah, sehingga bank penyalur seharusnya hadir sebagai solusi, bukan malah menjadi bagian dari masalah yang menghambat.
Politikus Fraksi PKS itu juga menilai, lambatnya pelayanan KUR justru berpotensi memperlemah semangat wirausaha yang tengah berjuang membangun usahanya. Di tengah tekanan ekonomi dan kebutuhan modal kerja yang mendesak, pelaku UMKM memerlukan akses yang cepat, efisien, dan tepat sasaran.
“Jangan sampai program KUR ini hanya menjadi program simbolik tanpa realisasi yang dirasakan langsung oleh masyarakat bawah. Negara hadir melalui fasilitas KUR ini untuk membantu rakyat kecil, tapi kalau implementasinya lelet, tentu ini menyakitkan,” kata Andi.
Ia menilai bahwa akar persoalan terletak pada lambannya implementasi dan berbelitnya prosedur perbankan. Padahal, skema KUR telah dirancang agar memudahkan pelaku UMKM dalam mendapatkan pembiayaan usaha dengan bunga rendah dan persyaratan yang ringan.
Andi pun mendorong pemerintah melalui Kementerian BUMN dan Kementerian Koperasi dan UKM untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja bank-bank penyalur KUR, khususnya bank pelat merah.
Ia menyatakan perlunya indikator kinerja yang jelas untuk menilai efektivitas penyaluran kredit tersebut, agar dapat dipastikan bahwa program ini benar-benar menyentuh sasaran dan memberikan dampak nyata bagi perekonomian rakyat kecil.
“Kalau rakyat kecil saja dipersulit, lantas siapa lagi yang akan kita bantu?” ujarnya mempertanyakan.
Sebagai bagian dari kontrol dan pengawasan, Andi mengusulkan agar laporan penyaluran KUR tidak hanya disampaikan dalam bentuk angka-angka, tetapi juga disertai dengan testimoni langsung dari para penerima manfaat serta tinjauan lapangan terhadap pelaksanaan teknis di daerah.
Menurutnya, pengalaman di lapangan menunjukkan masih banyak pelaku usaha kecil yang kesulitan dalam proses administrasi pengajuan KUR, mulai dari pengumpulan dokumen, proses verifikasi yang berbelit, hingga pencairan dana yang memakan waktu lama.
Program KUR sendiri merupakan salah satu inisiatif strategis pemerintah yang dibiayai melalui subsidi bunga, dengan tujuan utama mendongkrak produktivitas sektor UMKM yang selama ini sulit mengakses pembiayaan dari lembaga keuangan formal.
Setiap tahunnya, anggaran besar dikucurkan pemerintah melalui sejumlah bank penyalur—baik BUMN maupun swasta—untuk memastikan pelaku UMKM bisa memperoleh modal kerja dengan bunga ringan dan prosedur yang lebih sederhana dibanding kredit komersial biasa.
Namun, berdasarkan pengamatan di lapangan serta laporan yang diterima Andi, realitas yang dihadapi oleh para pelaku UMKM jauh dari harapan. Ketika birokrasi perbankan masih terasa kaku, maka akses yang seharusnya inklusif justru berubah menjadi beban tambahan.
Andi pun menekankan pentingnya semangat awal dari program KUR untuk terus dijaga dan diperkuat. Menurutnya, esensi KUR adalah memberikan solusi konkret atas masalah klasik UMKM: kesulitan akses pembiayaan. Maka, menjadi ironis jika solusi tersebut justru berubah menjadi hambatan baru.
Ia juga mengkritik persyaratan administratif yang dinilai tidak rasional bagi sebagian pelaku usaha kecil. Dalam beberapa kasus, syarat seperti jaminan tambahan, rekam jejak usaha yang ketat, atau jumlah plafon tertentu justru menutup akses bagi pelaku usaha yang benar-benar membutuhkan.
“Perbankan semestinya dapat membaca konteks bahwa pelaku UMKM tidak bisa disamakan dengan debitur skala besar. Mereka butuh kecepatan, kesederhanaan, dan kepercayaan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Andi menyatakan bahwa pihaknya di DPR akan terus memantau pelaksanaan program KUR sebagai bagian dari fungsi pengawasan terhadap BUMN, termasuk bank-bank penyalur yang mendapat mandat khusus dari pemerintah.
Ia pun mengajak seluruh pemangku kepentingan, baik dari sisi regulator, eksekutor, hingga pengawas, untuk bersinergi memperbaiki ekosistem penyaluran KUR, agar misi besar pemberdayaan ekonomi rakyat tidak berhenti hanya pada tahap perencanaan.
“Negara sudah menyediakan fasilitas ini. Tinggal bagaimana pelaksana di lapangan, terutama perbankan, menjalankan amanahnya dengan benar. Ini bukan sekadar soal angka penyaluran, tapi menyangkut harapan jutaan rakyat kecil yang ingin usahanya bertahan dan berkembang,” tandasnya.
Dengan berbagai masukan tersebut, diharapkan pemerintah dan pihak perbankan bisa segera memperbaiki layanan serta menyederhanakan proses penyaluran KUR, agar benar-benar menyentuh sasaran dan menjadi instrumen penggerak ekonomi nasional.