Xiaomi

Xiaomi Akui Belajar Banyak dari Tesla

Xiaomi Akui Belajar Banyak dari Tesla
Xiaomi Akui Belajar Banyak dari Tesla

JAKARTA — Ketika banyak produsen mobil berlomba-lomba mengklaim keunggulan teknologinya, CEO Xiaomi, Lei Jun, justru mengambil langkah berbeda: mengakui keunggulan kompetitor dan menjadikannya inspirasi. Kali ini, sorotan tertuju pada kekaguman Lei Jun terhadap Tesla, khususnya terhadap teknologi Full Self-Driving (FSD) milik raksasa otomotif asal Amerika Serikat tersebut.

Melalui unggahan di media sosial pada Sabtu lalu, Lei Jun mengomentari pencapaian terbaru Tesla yang cukup fenomenal. Unggahan itu merespons kabar yang disampaikan oleh Tao Lin, Wakil Presiden Tesla, tentang pengiriman kendaraan Model Y secara otonom. Dalam unggahannya, Tao Lin menulis bahwa untuk pertama kalinya, sebuah mobil berhasil mengantarkan dirinya sendiri ke depan rumah pembeli tanpa kehadiran sopir maupun kendali dari jarak jauh. Kendaraan itu menempuh perjalanan sejauh 24 kilometer dan melaju hingga 115 km/jam sebelum tiba dengan selamat di lokasi tujuan.

Menanggapi hal itu, Lei Jun membagikan ulang unggahan tersebut seraya menulis, “Tesla memang luar biasa. Mereka menjadi pelopor di berbagai aspek industri, terutama dalam hal Full Self-Driving. Kami masih harus banyak belajar dari mereka.”

Pernyataan terbuka dari CEO Xiaomi ini bukan hanya menandakan sikap rendah hati, tetapi juga menunjukkan arah ambisi perusahaan teknologi asal Tiongkok itu dalam menapaki dunia otomotif. Di tengah ketatnya persaingan kendaraan listrik, terutama dengan dominasi Tesla di pasar global, pengakuan Lei Jun memperlihatkan bahwa Xiaomi melihat kompetisi bukan sebagai permusuhan, melainkan sebagai ruang untuk tumbuh dan berkembang.

Elon Musk sendiri, sebagai CEO Tesla, mengapresiasi keberhasilan pengiriman otonom tersebut dan menyebutnya sebagai tonggak penting dalam dunia kendaraan mandiri. “Ini adalah pengiriman kendaraan otonom pertama tanpa campur tangan manusia,” kata Musk.

Di balik sikap saling puji ini, terdapat konteks budaya yang kuat. Di Tiongkok, saling memberikan pengakuan di antara CEO kompetitor bukanlah hal tabu. Bahkan, interaksi semacam ini menjadi bagian dari strategi pemasaran tidak langsung. Konsep “frenemies” musuh sekaligus teman bukan hanya istilah, melainkan praktik nyata di industri teknologi dan otomotif.

Salah satu contoh yang cukup dikenal publik adalah interaksi antara William Li dari Nio dan He Xiaopeng dari Xpeng. Hubungan mereka ditandai dengan persaingan sehat dan candaan publik. Tahun lalu, ketika Li menguji sedan ET7 dengan baterai semi-solid berjarak tempuh 1.000 km, Xiaopeng menyarankan agar Li membeli kopi besar untuk menemaninya, bahkan menawarkan diskon untuk mobil MPV Xpeng X9.

Hubungan kompetitif ini sudah berlangsung sejak 2018, ketika keduanya terlibat taruhan soal target pengiriman kendaraan Nio. Saat itu, Li keluar sebagai pemenang. Tradisi seperti ini menunjukkan bagaimana industri otomotif Tiongkok berupaya menyeimbangkan persaingan dan kolaborasi.

Lei Jun pun tidak ketinggalan dalam memainkan dinamika ini. Ia sering kali memuji teknologi milik rival dan mengundang mereka ke acara peluncuran produk Xiaomi. Selain Tesla, ia juga pernah mengungkapkan kekaguman terhadap sistem penukaran baterai Nio, serta mengucapkan selamat ulang tahun kepada perusahaan otomotif lain seperti Great Wall Motor dan Li Auto.

Namun, kekaguman Lei Jun terhadap Tesla tak berarti Xiaomi hanya berdiam diri. Xiaomi meluncurkan SUV terbaru mereka, YU7, sebagai penantang langsung Tesla Model Y. Peluncuran tersebut disambut antusias, dengan 289.000 pesanan masuk hanya dalam waktu satu jam. Dalam 18 jam, 240.000 pemesanan dikonfirmasi dengan uang muka yang tidak bisa dikembalikan.

YU7 hadir dengan sistem Xiaomi Assisted Driving Pro (kadang disebut HAD), yang didukung oleh chip Nvidia Drive AGX Thor, mampu memproses hingga 700 triliun operasi per detik (TOPS). Meskipun teknologi ini mendapat ulasan positif, banyak pihak masih menilai sistem bantuan mengemudinya (ADAS) cenderung konservatif dibandingkan FSD milik Tesla.

Satu hal yang membedakan adalah pendekatan pemasaran Xiaomi. Berbeda dengan Tesla yang menjual FSD sebagai fitur tambahan, sistem HAD di Xiaomi YU7 sudah menjadi fitur standar di semua varian. Ini sejalan dengan tren kendaraan listrik di Tiongkok yang semakin menekankan pada teknologi canggih dengan harga kompetitif.

Di sisi lain, Tesla masih mendominasi penjualan kendaraan listrik di Tiongkok. Sepanjang tahun 2024, Tesla mengirimkan 480.309 unit Model Y di negara tersebut, atau sekitar 74,6% dari total penjualan domestik. Namun, pada periode Januari hingga Mei 2025, penjualan Model Y mengalami penurunan sebesar 24% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Penurunan ini menunjukkan bahwa pasar semakin terbuka terhadap pilihan-pilihan baru, termasuk dari pemain seperti Xiaomi. Di tengah tren elektrifikasi yang pesat dan pertumbuhan teknologi kendaraan pintar, kompetisi akan semakin mengarah pada siapa yang mampu menawarkan teknologi terbaik dengan harga paling efisien.

Dengan langkah Xiaomi yang agresif, dan pernyataan Lei Jun yang mengapresiasi pencapaian Tesla, tampak jelas bahwa persaingan ini tidak sekadar soal siapa yang lebih unggul. Lebih dari itu, ini adalah perjalanan saling belajar dan saling dorong untuk membawa industri otomotif menuju masa depan yang lebih cerdas dan mandiri.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index