Kemenkes

Kemenkes Tegas Soal Istithaah

Kemenkes Tegas Soal Istithaah
Kemenkes Tegas Soal Istithaah

JAKARTA — Lonjakan angka kematian jemaah haji asal Indonesia kembali menjadi perhatian serius, seiring pelaksanaan ibadah yang kini memasuki hari ke-60. Berdasarkan data resmi, sebanyak 418 jemaah dinyatakan wafat, sedikit lebih banyak dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Fenomena ini bukan hanya menjadi duka, tapi juga alarm keras bagi seluruh pemangku kepentingan, khususnya pemerintah Indonesia dan otoritas Arab Saudi. Tingginya tingkat kematian dinilai tak lepas dari faktor kesehatan para jemaah yang belum sepenuhnya memenuhi syarat istitha’ah, atau kemampuan fisik dan mental untuk menjalankan ibadah haji.

Menurut laporan dari Kepala Bidang Kesehatan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, penyakit jantung dan gangguan pernapasan menjadi penyebab utama. Di antaranya adalah syok kardiogenik, gangguan jantung iskemik akut, serta sindrom gangguan pernapasan akut pada orang dewasa. “Ibadah haji merupakan kegiatan pengumpulan massa terlama dan terberat bagi kaum Muslimin dari sisi aktivitas fisik ibadahnya,” kata Imran.

Ia juga menegaskan bahwa kondisi ini seharusnya menjadi perhatian kolektif, dan meminta dukungan dari pemerintah Arab Saudi untuk mempermudah legalitas operasional layanan kesehatan selama musim haji berlangsung.

Desakan Pengetatan Istitha’ah

Sorotan terhadap tingginya angka kematian jemaah Indonesia turut datang dari Kementerian Haji Arab Saudi. Wakil Menteri Haji Arab Saudi, Abdul Fatah Mashat, secara eksplisit menyoroti dua isu krusial: tingkat istitha’ah kesehatan dan jumlah jemaah yang wafat.

Hal ini kemudian diperkuat oleh pernyataan Kementerian Kesehatan RI yang menegaskan perlunya pengetatan pelaksanaan istitha’ah kesehatan sebelum calon jemaah diberangkatkan ke Tanah Suci. “Meningkatnya jemaah haji yang meninggal dunia merupakan alarm tanda bahaya bagi kita semua. Kami perlu memastikan bahwa setiap jemaah yang berangkat benar-benar memenuhi kriteria istitha’ah kesehatan,” tegas Imran.

Lebih lanjut, ia juga menekankan pentingnya kemudahan legalitas operasional layanan kesehatan Indonesia di Arab Saudi. Menurutnya, penyelenggaraan layanan kesehatan bagi jemaah haji adalah tanggung jawab bersama lintas negara.

Regulasi Sudah Ditetapkan

Menanggapi situasi ini, Kementerian Kesehatan telah lebih dulu mengeluarkan dasar hukum yang memperkuat pelaksanaan istitha’ah. Regulasi itu tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/508/2024, sebagai perubahan atas aturan sebelumnya, HK.01.07/Menkes/2118/2023.

Aturan tersebut merinci sejumlah standar teknis pemeriksaan kesehatan, yang meliputi aspek fisik, kesehatan mental, kemampuan kognitif, serta aktivitas keseharian. Pemeriksaan tersebut merupakan tahapan wajib untuk menetapkan seorang calon jemaah memenuhi syarat istitha’ah atau tidak.

Implementasi dari aturan ini dianggap krusial guna menyaring jemaah berisiko tinggi—mereka yang kondisi fisiknya tidak memungkinkan untuk menjalani ibadah dengan aktivitas yang berat dan dalam waktu lama.

Risiko Kesehatan Tinggi di Lapangan

Dari berbagai laporan di lapangan, ibadah haji terbukti menjadi tantangan fisik ekstrem, bahkan bagi jemaah yang relatif sehat. Paparan suhu tinggi, kepadatan massa, serta perubahan pola makan dan tidur sering kali memperburuk kondisi medis jemaah dengan riwayat penyakit.

Karena itu, Kemenkes menekankan bahwa penerapan istitha’ah bukanlah bentuk pembatasan ibadah, melainkan langkah preventif untuk menyelamatkan jiwa. Terutama dalam konteks pelaksanaan ibadah haji yang semakin kompleks dan padat dari tahun ke tahun. “Persoalan penyelenggaraan kesehatan haji adalah tanggung jawab bersama,” tambah Imran.

Harapan untuk Evaluasi Menyeluruh

Kondisi ini diharapkan menjadi titik evaluasi nasional, terutama menjelang musim haji tahun berikutnya. Pemerintah perlu memperkuat sinergi antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, serta lembaga penyelenggara haji swasta, agar pelaksanaan istitha’ah dapat dilakukan secara optimal.

Tidak hanya dari sisi pemeriksaan awal, tetapi juga dari edukasi jemaah tentang risiko kesehatan, pemberian pendampingan selama manasik, serta pemantauan ketat selama di Tanah Suci.

Klinik-klinik kesehatan haji yang sudah disiapkan pun diharapkan dapat beroperasi secara maksimal dan mendapat dukungan penuh dari otoritas Arab Saudi, terutama terkait perizinan dan akses cepat terhadap jemaah yang membutuhkan penanganan medis darurat.

Komitmen Penyelamatan Jiwa

Di tengah kekhusyukan ibadah yang sedang dijalani jutaan umat Islam di Mekah dan sekitarnya, angka 418 jemaah Indonesia yang wafat jelas bukan hanya statistik biasa. Di balik itu, terdapat cerita keluarga, harapan ibadah, dan cita-cita yang tak sampai.

Maka, langkah tegas Kemenkes untuk mengedepankan istitha’ah perlu dipahami sebagai komitmen menyelamatkan jiwa, bukan sebagai pembatasan atas hak beribadah. Keselamatan jemaah harus menjadi prioritas utama dalam setiap tahap penyelenggaraan ibadah haji.

Dengan istitha’ah yang lebih ketat, sinergi lintas instansi, serta dukungan penuh dari pemerintah Arab Saudi, diharapkan angka kesakitan dan kematian jemaah Indonesia dapat ditekan secara signifikan di musim-musim haji berikutnya.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index