Pengawasan Kesehatan Didesak Usai Terungkapnya Kandungan Obat Keras dalam Vape

Selasa, 06 Mei 2025 | 11:25:41 WIB
Pengawasan Kesehatan Didesak Usai Terungkapnya Kandungan Obat Keras dalam Vape

JAKARTA — Kasus dugaan penyalahgunaan vape yang mengandung zat berbahaya kembali mencuat ke permukaan setelah artis Jonathan Frizzy ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian. Frizzy diduga mengedarkan vape atau rokok elektrik yang mengandung etomidate, sebuah zat anestesi yang tergolong obat keras. Penetapan ini menyoroti urgensi pengawasan lebih ketat terhadap peredaran produk-produk yang mengandung zat adiktif, terutama oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Anggota Komisi IX DPR RI Ashabul Kahfi mendesak Kemenkes dan BPOM untuk meningkatkan pengawasan terhadap peredaran zat kimia medis yang berpotensi disalahgunakan. Ia menyatakan bahwa lemahnya regulasi dapat menjadi celah yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab. “Jangan sampai celah regulasi dimanfaatkan oleh oknum atau menyelundupkan produk-produk seperti ini,” ujar Ashabul saat ditemui di Jakarta.

Menurut penelusuran yang dilakukan Ashabul, etomidate merupakan obat anestesi yang penggunaannya harus sangat terbatas dan berada di bawah pengawasan medis ketat. Ia menegaskan bahwa zat ini tidak dikenal secara luas oleh masyarakat umum, namun memiliki dampak besar jika digunakan secara sembarangan. “Berdasarkan penelusuran saya, etomidate itu kan sebenarnya obat anestesi. Penggunaannya harus sangat terbatas dan dalam pengawasan medis,” jelas Ashabul.

Zat ini umumnya digunakan dalam dunia medis untuk memberikan efek sedasi pada pasien sebelum prosedur operasi tertentu. Namun, penyalahgunaan etomidate dalam produk rokok elektrik menimbulkan kekhawatiran serius mengenai dampaknya terhadap kesehatan masyarakat, terutama bagi generasi muda yang menjadi pengguna utama vape di Indonesia.

Ashabul juga meminta Ditjen Bea Cukai dan kepolisian untuk lebih waspada dalam mengawasi jalur keluar masuk produk vape. Ia menilai penting bagi aparat penegak hukum untuk menyelidiki dari mana asal produk-produk yang mengandung zat anestesi tersebut. “Kepolisian perlu mengusut sumber atau asal vape dengan kandungan itu berasal dari mana. Jangan sampai produk-produk semacam ini lolos begitu saja dan beredar luas di masyarakat,” tegasnya.

Selain mengingatkan lembaga pemerintah, Ashabul juga mengimbau masyarakat, khususnya kalangan anak muda, untuk lebih bijak dan kritis dalam memilih produk konsumsi. Ia menyoroti tren penggunaan vape yang belakangan semakin marak, namun belum tentu disertai dengan edukasi yang memadai. “Khususnya anak muda dan orang tua, saya imbau lebih waspada dan kritis terhadap produk-produk yang dikonsumsi, apalagi yang trennya datang tiba-tiba tanpa informasi jelas. Jangan mudah tergiur, bisa saja itu merusak masa depan,” ujarnya.

Kandungan zat etomidate dalam vape menambah daftar panjang kekhawatiran terhadap produk rokok elektrik yang selama ini dipromosikan sebagai alternatif rokok konvensional. Meski beberapa kalangan mengklaim bahwa vape lebih aman, nyatanya sejumlah studi menunjukkan bahwa kandungan zat dalam liquid vape masih berpotensi membahayakan kesehatan.

Kementerian Kesehatan dan BPOM Didorong Bertindak Cepat

Desakan terhadap Kemenkes dan BPOM semakin menguat seiring dengan munculnya kasus ini. Publik menuntut adanya regulasi yang lebih tegas dan sistem pengawasan yang lebih ketat terhadap produk-produk kesehatan yang beredar di pasaran, termasuk vape.

Pakar kesehatan masyarakat dari Universitas Indonesia, Dr. Erna Sari, menyebutkan bahwa vape selama ini memang belum diatur seketat obat-obatan atau produk medis lainnya, padahal dalam beberapa kasus ditemukan kandungan bahan kimia yang tidak layak untuk dikonsumsi. “Banyak liquid vape yang mengandung bahan kimia sintetis tanpa pengawasan. Ini berbahaya jika sampai ada zat seperti etomidate yang seharusnya hanya digunakan di ruang operasi, malah masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi,” terang Dr. Erna.

Ia menambahkan bahwa penggunaan zat anestesi di luar pengawasan medis berisiko menyebabkan efek samping serius, mulai dari gangguan kesadaran, tekanan darah rendah, hingga risiko henti napas jika digunakan dalam dosis tinggi.

“Zat anestesi bukan main-main, apalagi jika dipakai sembarangan. Dampaknya bisa fatal,” jelasnya.

Perlunya Revisi Regulasi dan Edukasi Publik

Sejumlah pihak juga menyoroti perlunya revisi terhadap regulasi terkait vape dan produk sejenis yang selama ini masih memiliki celah hukum. Legislator DPR mendorong agar Kemenkes segera menyusun aturan lebih rinci mengenai standar keamanan produk vape serta sanksi tegas bagi pelanggar.

Sementara itu, edukasi publik juga menjadi kunci utama untuk mencegah penyalahgunaan produk seperti vape yang mengandung zat kimia berbahaya. Pemerintah didorong untuk melakukan kampanye masif tentang bahaya vape, terutama di kalangan pelajar dan mahasiswa yang menjadi pengguna aktif.

Menurut data dari Global Youth Tobacco Survey (GYTS) 2022, tren penggunaan vape di kalangan remaja Indonesia menunjukkan peningkatan signifikan dalam lima tahun terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa regulasi yang ada saat ini belum cukup kuat untuk menahan laju konsumsi produk tersebut.

Kasus Jonathan Frizzy, Puncak Gunung Es?

Penetapan Jonathan Frizzy sebagai tersangka bisa jadi hanyalah permukaan dari masalah yang jauh lebih besar. Banyak pengamat menilai bahwa kasus ini mencerminkan lemahnya kontrol terhadap peredaran zat adiktif dan bahan kimia medis di Indonesia.

Jika benar produk vape dengan kandungan etomidate bisa beredar bebas dan dikonsumsi tanpa pengawasan, maka ini menjadi sinyal bahaya yang harus segera direspons secara sistemik oleh pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan.

Kasus vape yang mengandung obat keras seperti etomidate membuka mata publik akan pentingnya pengawasan ketat terhadap peredaran zat adiktif. Pemerintah melalui Kemenkes, BPOM, Ditjen Bea Cukai, dan aparat penegak hukum perlu bersinergi untuk memastikan bahwa produk berbahaya tidak sampai ke tangan masyarakat.

Sementara itu, masyarakat juga dituntut lebih waspada dalam menyikapi tren konsumsi yang berkembang, khususnya produk-produk yang belum jelas asal usul dan kandungannya. Edukasi, regulasi, dan penegakan hukum harus berjalan seiring untuk melindungi generasi muda dari dampak buruk penyalahgunaan zat kimia berbahaya.

Terkini