Kemenkes Susun RPMK untuk Pelabelan Kandungan Gula, Garam, dan Lemak pada Makanan dan Minuman

Rabu, 05 Maret 2025 | 11:56:17 WIB
Kemenkes Susun RPMK untuk Pelabelan Kandungan Gula, Garam, dan Lemak pada Makanan dan Minuman

JAKARTA – Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tengah menyusun Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang mengatur tentang pelabelan kandungan gula, garam, dan lemak (GGL) pada makanan dan minuman. Upaya ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap konsumsi gizi seimbang serta mengurangi risiko penyakit tidak menular (PTM) seperti hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung.

Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, RPMK ini masih dalam tahap pembahasan dan belum bersifat wajib bagi industri makanan dan minuman.

“Resminya kita akan proses RPMK-nya, saat ini masih ada tahapan untuk memberikan ruang dan masukan tentang kegiatan ini. Tetapi ini bukan mandatory untuk penerapan GGL atau nutri-grade-nya, melainkan lebih kepada edukasi yang kita berikan ke masyarakat,” ujar Nadia di Jakarta pada Selasa (4/3).

Edukasi dan Kampanye GGL Segera Diluncurkan

Sebagai bagian dari strategi pengendalian konsumsi GGL yang berlebihan, Kemenkes akan meluncurkan kampanye edukasi bagi masyarakat bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk industri makanan dan minuman.

“Kemarin sudah mulai dengan sosialisasi awal, karena memang harus ada waktu untuk teman-teman khususnya pangan siap saji ini menempelkan labelnya. Sebab, kalau siap saji itu jauh lebih banyak labelnya dan tiap kemasan itu berbeda-beda,” tambahnya.

Upaya edukasi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat agar lebih cermat dalam memilih produk makanan dan minuman berdasarkan kandungan nutrisinya.

Regulasi Pelabelan Pangan yang Sudah Berlaku

Sebelumnya, pemerintah telah menerapkan beberapa kebijakan terkait pelabelan kandungan gizi dalam produk pangan olahan, di antaranya:

  1. Informasi Nilai Gizi (ING): Informasi zat gizi yang terkandung dalam pangan olahan dan dicantumkan di bagian belakang kemasan.
  2. Logo “Pilihan Lebih Sehat”: Label khusus yang diberikan kepada produk pangan olahan yang memenuhi kriteria profil gizi (nutrient profile) sesuai ketentuan yang berlaku.
  3. Batas Kandungan GGL:
    • Makanan dan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dibatasi dengan kadar gula maksimal 6 gram per 100 mL.
    • Produk tertentu seperti mi instan dan minuman kemasan wajib mencantumkan informasi kandungan GGL di bagian belakang kemasan.
  4. Pesan Kesehatan: Peringatan risiko kesehatan akibat konsumsi berlebih, seperti “Gula > 50 gram, Natrium > 200 mg, dan Lemak > 67 gram per orang per hari berisiko hipertensi, diabetes, dan serangan jantung.”

Selain itu, pemerintah juga aktif mengedukasi masyarakat tentang pentingnya membaca label pada kemasan makanan melalui berbagai program sosialisasi dan lokakarya.

Tantangan Implementasi Pelabelan GGL

Meski upaya edukasi dan regulasi telah dimulai, penerapan pelabelan kandungan GGL pada produk makanan dan minuman masih menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya adalah kesiapan industri dalam menyesuaikan kemasan dan mencantumkan informasi yang akurat.

“Nah ini yang masih menjadi tantangan. Kita bentuknya masih lewat sosialisasi, dan kemarin itu sudah ada beberapa (industri) makanan siap saji sudah mau kita libatkan. Bahkan, material sendiri kalau di aplikasi itu sudah memuat bagaimana penghitungan kalori, gula, garam, dan lemaknya,” jelas Nadia.

Data Konsumsi GGL di Indonesia

Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, diketahui bahwa konsumsi gula, garam, dan lemak masyarakat Indonesia masih melebihi batas yang dianjurkan. Data menunjukkan:

  • 28,7 persen masyarakat mengonsumsi gula, garam, dan lemak melebihi batas yang direkomendasikan.
  • 5,5 persen masyarakat mengonsumsi lebih dari 50 gram gula per hari (setara dengan empat sendok makan).
  • 53,5 persen masyarakat mengonsumsi garam lebih dari 2.000 mg per hari (setara dengan satu sendok teh).
  • 24 persen masyarakat mengonsumsi lemak lebih dari 67 gram per hari (setara dengan lima sendok makan).

Kondisi ini berkontribusi terhadap peningkatan prevalensi obesitas di Indonesia. Pada tahun 2023, tercatat 23,40 persen penduduk berusia 18 tahun ke atas mengalami obesitas.

Dampak dan Harapan ke Depan

Kemenkes berharap melalui edukasi yang berkelanjutan dan regulasi yang lebih ketat, kesadaran masyarakat terhadap konsumsi pangan sehat semakin meningkat. Selain itu, diharapkan industri makanan dan minuman dapat mendukung kebijakan ini dengan menyediakan informasi gizi yang lebih transparan di kemasan produk mereka.

Dengan adanya RPMK ini, pemerintah berupaya menciptakan ekosistem konsumsi pangan yang lebih sehat untuk menekan angka penyakit tidak menular di Indonesia. Meski penerapannya masih dalam tahap sosialisasi, langkah ini merupakan bagian penting dalam mendorong pola makan yang lebih sehat bagi masyarakat.

“Kita ingin masyarakat lebih sadar dengan apa yang mereka konsumsi setiap harinya. Harapannya, dengan adanya informasi yang jelas, mereka bisa membuat keputusan yang lebih baik untuk kesehatan mereka,” tutup Nadia.

Terkini