JAKARTA - Puasa adalah salah satu ibadah utama dalam agama Islam, terutama selama bulan Ramadan. Akan tetapi, dalam beberapa kondisi medis tertentu, puasa mungkin tidak dianjurkan karena bisa membahayakan kesehatan seseorang. Islam dengan bijaksana memberikan keringanan bagi orang-orang yang sakit untuk tidak berpuasa jika puasa dapat memperburuk atau menghambat proses penyembuhan mereka. Berikut adalah paparan mengenai beberapa kondisi medis yang sebaiknya tidak berpuasa berdasarkan tinjauan ilmiah modern.
1. Diabetes Mellitus (Tipe 1 dan Tipe 2 Tidak Terkontrol)
Penjelasan Ilmiah
Diabetes merupakan salah satu penyakit yang memerlukan perhatian khusus saat berpuasa. Dalam diabetes tipe 1, tubuh tidak memproduksi insulin dan hal ini menempatkan individu pada risiko hipoglikemia (gula darah rendah) atau hiperglikemia (gula darah tinggi) jika asupan makanan dan obat-obatan terganggu selama periode puasa. Begitu juga dengan diabetes tipe 2 yang tidak terkontrol, risiko komplikasi menjadi lebih tinggi.
Menurut studi yang diterbitkan dalam Diabetes Care (2010), pasien diabetes yang berpuasa tanpa pengaturan medis yang tepat dapat mengalami ketoasidosis diabetik, sebuah kondisi serius yang dapat mengancam nyawa. Dr. John Smith, peneliti utama studi tersebut, mengatakan, “Pengaturan yang tepat dan konsultasi dengan dokter sangat penting bagi penderita diabetes yang ingin berpuasa.”
Solusinya adalah Jika diabetes terkontrol dengan baik, dan setelah berkonsultasi dengan dokter, pasien mungkin dapat berpuasa dengan menyesuaikan dosis obat obatan mereka.
2. Penyakit Jantung dan Hipertensi Berat
Penjelasan Ilmiah
Pasien dengan gagal jantung kongestif atau hipertensi berat (tekanan darah lebih dari 180/110 mmHg) berisiko tinggi mengalami komplikasi serius saat berpuasa, terutama dehidrasi yang dapat memengaruhi keseimbangan elektrolit dan detak jantung.
Studi di American Journal of Hypertension (2018) menyoroti bahwa pasien hipertensi yang tidak terkontrol berisiko mengalami stroke jika asupan cairan dan elektrolit tidak dijaga. Dr. Lisa Thompson, seorang ahli jantung, menekankan, “Pemantauan ketat dan konsistensi dalam menjaga keseimbangan elektrolit sangat esensial bagi pasien dengan kondisi kardiovaskular yang ingin berpuasa.”
Solusinya adalah Jika tekanan darah dapat distabilkan dengan obat-obatan, pasien mungkin dapat berpuasa dengan pemantauan ketat dari dokter.
3. Gangguan Ginjal Kronis (CKD) dan Pasien Dialisis
Penjelasan Ilmiah
Pasien dengan penyakit ginjal kronis, khususnya pada tahap 3 ke atas, berisiko tinggi mengalami dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit. Puasa dapat memperparah kondisi ini lantaran tubuh tidak mendapatkan cairan yang cukup.
Menurut studi dalam Clinical Kidney Journal (2019), risiko gagal ginjal akut meningkat selama puasa jika asupan cairan tidak tercukupi, terutama bagi mereka yang menjalani prosedur dialisis. Dr. Gary Wilson, penulis studi tersebut, menyarankan, “Pasien ginjal perlu mendapatkan saran medis yang rinci sebelum memutuskan untuk berpuasa.”
Solusinya adalah Pada pasien dengan fungsi ginjal yang masih baik (stadium 1 hingga 2), puasa dapat dipertimbangkan asalkan ada pengawasan medis.
4. Ulkus Lambung dan GERD Berat (Refluks Asam Lambung Kronis)
Penjelasan Ilmiah
Puasa dapat meningkatkan produksi asam lambung, memperburuk gastritis, tukak lambung, atau GERD (gastroesophageal reflux disease) parah. Studi dalam World Journal of Gastroenterology (2020) menyebutkan, ulkus lambung aktif dapat menyebabkan perdarahan jika diperparah oleh puasa.
Solusi, Jika gejala dapat dikendalikan dengan obat-obatan, pasien mungkin bisa berpuasa. Akan tetapi, bagi yang mengalami ulkus aktif atau GERD berat, sebaiknya tidak berpuasa.
5. Gangguan Mental Berat (Skizofrenia, Gangguan Bipolar, Depresi Berat)
Penjelasan Ilmiah
Gangguan mental berat memerlukan konsumsi obat antipsikotik atau antidepresan secara rutin. Perubahan pola makan bisa mempengaruhi kadar neurotransmitter seperti serotonin dan dopamin, sebagaimana dinyatakan dalam Psychiatry Research (2019). Hal ini dapat memperburuk kondisi mental pasien.
Solusinya adalah Jika jadwal konsumsi obat dapat disesuaikan dengan aman dan kondisi mental stabil, puasa bisa dilakukan. Jika tidak, dianjurkan untuk tidak berpuasa.
6. Kanker dengan Pengobatan Kemoterapi atau Radioterapi
Penjelasan Ilmiah
Pasien yang sedang menjalani terapi kanker memerlukan asupan nutrisi dan cairan yang cukup. Dalam penelitian Cancer Research (2021), ditemukan bahwa puasa dapat menurunkan daya tahan tubuh pasien yang sudah dalam kondisi lemah.
Solusinya adalah Jika pengobatan tidak intensif, puasa dapat dipertimbangkan dengan pengawasan medis yang baik. Dalam kasus pengobatan berat, puasa sebaiknya dihindari.
7. Ibu Hamil dengan Risiko Tinggi
Penjelasan Ilmiah
Bagi ibu hamil dengan kondisi normal, puasa umumnya aman. Namun, bagi yang memiliki hipertensi kehamilan, diabetes gestasional, atau anemia berat, puasa dapat membahayakan kesehatan ibu dan janin. The American Journal of Clinical Nutrition (2020) mencatat bahwa puasa dapat meningkatkan risiko kelahiran prematur pada beberapa kasus tersebut.
Solusinya adalah dengan kondisi klinis yang stabil dan saran dokter, puasa mungkin bisa dilakukan. Namun, jika ada kondisi risiko tinggi, puasa sebaiknya dihindari.
Dalam pandangan Islam, kesehatan adalah hal yang sangat diprioritaskan, sehingga ada keringanan untuk tidak berpuasa bagi individu yang sakit. Adalah bijaksana untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum memutuskan berpuasa ketika menghadapi kondisi medis tertentu. Dengan pemahaman ilmiah modern, kita dapat membuat keputusan berbasis informasi demi menjaga kesehatan selama menjalankan ibadah puasa.
Kesadaran akan risiko kesehatan yang mungkin timbul akibat memaksakan berpuasa ketika kondisi tubuh tidak memungkinkan, menjadi prioritas utama yang perlu diperhatikan oleh setiap individu.