JAKARTA - Fenomena ini diungkapkan oleh Dr. Aru Ariadno, SpPD, KGEH, seorang Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Konsultan Gastroenterologi Hepatologi di Eka Hospital Depok. Dalam sebuah acara Media Meet Up bertajuk "Mengenal Gastroesophageal Reflux Disease (GERD), Penyebab, Gejala, dan Pilihan Tindakan Operasi untuk Penyembuhan" di Depok pada hari Selasa baru-baru ini, Dr. Aru menjelaskan mengapa penyakit ini jarang kambuh saat bulan puasa.
Dalam paparannya, Dr. Aru menyebutkan bahwa ada fenomena menarik di mana penderita GERD melaporkan peningkatan kondisi kesehatan mereka selama bulan Ramadhan. "Jadi ada fenomena di mana setiap puasa, penderita GERD sembuh dan jarang yang kambuh," ujar Dr. Aru.
Mengapa ini bisa terjadi? Menurut Dr. Aru, otak memainkan peranan penting dalam mengendalikan organ tubuh, termasuk sistem pencernaan. Dengan puasa yang berlangsung sekitar 12-14 jam sehari, otak dapat menyesuaikan regulasi tubuh sehingga menekan produksi asam lambung yang berlebihan. "Intinya kendali organ tubuh kita ada di otak," jelasnya. Dengan demikian, puasa tidak hanya memperbaiki spiritualitas tetapi juga kesehatan fisik, salah satunya bagi penderita GERD.
GERD merupakan gangguan kesehatan pencernaan yang umum dialami berbagai kalangan. Jika tidak ditangani dengan baik, penyakit ini dapat memperburuk kondisi kesehatan saluran cerna hingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Masyarakat yang terkena GERD sering merasakan nyeri ulu hati, mual, bahkan muntah akibat naiknya asam lambung ke kerongkongan.
Namun, puasa Ramadhan seolah menjadi terapi alami bagi penderita GERD. Dr. Aru memberikan beberapa tips agar penyakit asam lambung ini semakin terkendali selama menjalani ibadah puasa. Pertama, ia menyarankan untuk minum obat maag saat sahur dan berbuka puasa. "Saat berbuka juga jangan terlalu banyak makan, berbuka dengan kurma terlebih dahulu," ujarnya. Kurma sebagai sumber gula alami dapat memberikan energi instan setelah seharian berpuasa, tanpa memicu produksi asam lambung berlebih.
Dr. Aru juga menyoroti faktor psikologis yang memainkan peranan penting selama puasa. Ketika seseorang menjalankan puasa dengan niat yang tulus dan kesiapan mental yang baik, otak secara otomatis mengatur berbagai fungsi tubuh, termasuk sistem pencernaan. Hal ini berfungsi untuk menekan produksi asam lambung sehingga risiko kambuh dapat diminimalisir. "Pikiran yang tenang dan fokus pada menjalani ibadah puasa dapat membantu mengendalikan produksi asam lambung," tambah Dr. Aru.
Selain itu, pola makan yang sehat dan teratur sangat penting bagi penderita GERD. Dr. Aru menyarankan untuk memilih makanan yang lebih ringan dan tidak memicu produksi asam berlebih. "Untuk itu makan secukupnya, jangan langsung minum es, hindari gorengan dan makanan pedas," imbuhnya. Makanan pedas dan gorengan cenderung meningkatkan asam lambung sehingga sebaiknya dihindari selama puasa. Usai berbuka, disarankan untuk beristirahat sejenak agar makanan dapat turun dengan baik ke lambung. "Jangan makan langsung tidur, itu tidak baik bagi kesehatan," tegas Dr. Aru.
Pentingnya kesadaran akan kesehatan pencernaan juga menjadi perhatian Dr. Aru. Ia mendorong penderita gangguan lambung untuk rutin memeriksakan kesehatan terutama saluran pencernaan. Pemeriksaan rutin dapat mendeteksi dini adanya gangguan sehingga penanganan dapat dilakukan sejak awal. "Rajin periksa kesehatan dapat membantu mengetahui kondisi kesehatan kita, terutama jika ada gangguan pencernaan," ujar Dr. Aru.
Akhir kata, puasa Ramadhan dapat menjadi momentum bagi penderita GERD untuk mengevaluasi gaya hidup dan kebiasaan sehari-hari. Dengan menerapkan tips dan saran dari ahli, penderita GERD dapat menjalani puasa dengan lancar tanpa khawatir penyakitnya kambuh. Semoga bulan suci ini dapat memberikan berkah kesehatan bagi semua, tidak hanya secara spiritual tetapi juga fisik, termasuk kesehatan saluran pencernaan.