Sri Mulyani Tegaskan Validitas Data untuk Dukung Kinerja BPS

Kamis, 07 Agustus 2025 | 07:55:03 WIB
Sri Mulyani Tegaskan Validitas Data untuk Dukung Kinerja BPS

JAKARTA - Kepercayaan terhadap data menjadi pondasi penting dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan komitmen penuh pemerintah untuk terus berpegang pada data resmi yang disampaikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Menurutnya, data pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dirilis BPS sudah sesuai prosedur dan memiliki dasar metodologi yang kuat.

Pernyataan ini muncul di tengah keraguan sejumlah kalangan terhadap capaian pertumbuhan ekonomi nasional kuartal II 2025 yang menembus angka 5,12 persen. Sri Mulyani menegaskan bahwa pihaknya tetap menjadikan BPS sebagai acuan utama dalam membaca arah ekonomi nasional. “Ya kita selama ini menggunakan BPS kan ya. Jadi, BPS tentunya menjelaskan mengenai datanya, metodologinya, sumber informasinya. Kita tetap percaya BPS,” ujar Sri Mulyani.

Kinerja Statistik yang Diakui Internasional

Penegasan mengenai validitas data juga disampaikan langsung oleh Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti. Ia menjelaskan bahwa seluruh data yang dipublikasikan BPS telah memenuhi standar internasional dan dapat diuji kesahihannya. “Kan ada standar internasional. Data-data pendukungnya sudah oke. Sudah semua. Pendukungnya sudah mantaplah itu,” ucap Amalia saat menanggapi pertanyaan media.

BPS merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025 sebesar 5,12 persen secara tahunan (year-on-year) dengan nilai PDB mencapai Rp5.947 triliun. Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan positif terlihat merata di seluruh sektor, khususnya industri pengolahan, pertanian, perdagangan, dan pertambangan yang menyumbang lebih dari 63 persen terhadap PDB nasional.

Sementara itu, dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga tetap menjadi motor utama perekonomian dengan kontribusi sebesar 54,25 persen. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal II tercatat 4,97 persen, disusul oleh pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yang tumbuh 6,99 persen.

Klarifikasi Dibutuhkan di Tengah Sorotan Ekonom

Meskipun capaian pertumbuhan ekonomi cukup tinggi, sejumlah ekonom menyoroti adanya perbedaan signifikan antara data resmi dan proyeksi yang sebelumnya disampaikan oleh berbagai lembaga. Institute for Development of Economics and Finance (Indef), misalnya, menyarankan agar pemerintah memberikan penjelasan mendalam terhadap angka pertumbuhan tersebut.

Ekonom Senior Indef Fadhil Hasan menyatakan bahwa lonjakan di atas 5 persen ini cukup mengejutkan, sebab proyeksi dari banyak pihak berada di bawah angka tersebut. “Kita menuntut Pemerintah untuk bisa mengklarifikasi atau menjelaskan secara lebih mendasar anomali-anomali yang ada,” ujarnya.

Beberapa proyeksi sebelumnya berasal dari Bank Indonesia (4,7 hingga 5,1 persen), Bank Dunia (4,7 hingga 4,9 persen), hingga konsensus ekonom dari media nasional (rata-rata 4,79 persen). Ketimpangan angka inilah yang menjadi latar munculnya permintaan klarifikasi dari para analis.

Namun demikian, perbedaan ini juga dinilai sebagai kesempatan untuk menjelaskan dinamika perhitungan ekonomi nasional yang bisa saja belum sepenuhnya dipahami oleh publik secara menyeluruh.

Analisis Mendalam dari Kantor Staf Presiden

Pihak Kantor Komunikasi Kepresidenan juga angkat bicara. Fithra Faisal, Ekonom Senior dan Tenaga Ahli PCO, menjelaskan bahwa pertumbuhan PMTB sebesar 6,99 persen merupakan komponen penting yang turut mendorong lonjakan pertumbuhan ekonomi.

Ia memaparkan bahwa indikator seperti Purchasing Manager Index (PMI) tidak dapat serta-merta disandingkan langsung dengan PMTB, karena keduanya memiliki pendekatan dan jadwal perhitungan yang berbeda. “PMI itu survei untuk menentukan mood pembelian yang dilakukan kepada para purchasing manager. Beda dengan PMTB yang betul-betul aktual. Memang PMI sebagai indikator utama,” jelasnya.

Lebih lanjut, Fithra menekankan pentingnya memahami adanya jeda waktu antara survei optimisme pelaku usaha dan realisasi investasi. “Kalau kita bandingkan timeline-nya, ada lag-nya. Contohnya di kuartal I, PMI Manufacturing selalu di atas 50, bahkan Februari 53 karena antisipasi jelang Lebaran. Tapi itu baru terefleksi di perhitungan kuartal II. Makanya aktivitas PMTB di kuartal II lumayan,” jelasnya.

Belanja Mesin dan Investasi Pemerintah Menguat

Salah satu pendorong utama PMTB di kuartal II adalah lonjakan signifikan pada belanja mesin dan alat produksi. Fithra mencatat bahwa pertumbuhan belanja mesin melonjak hingga 25,3 persen, sedangkan belanja modal pemerintah meningkat 30,37 persen. “Ini karena ada industri strategis seperti PAL, Pindad yang beli alat-alat mesin,” ujar Fithra.

Sektor bangunan tetap mendominasi komposisi PMTB dengan kontribusi 74 persen, tumbuh sebesar 4,89 persen. Namun menurut Fithra, lonjakan pada sektor belanja mesin menunjukkan arah baru bagi investasi nasional yang lebih produktif. “Hikmahnya, kalau investasi tepat sasaran dengan efek pengganda yang kuat, itu bisa mendorong ekonomi. Nggak mesti spending yang besar sekali, tapi tepat guna,” tambahnya.

Sinergi Data dan Kebijakan Ekonomi

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menilai bahwa sinergi antara data statistik dan arah kebijakan ekonomi sangat krusial. Kepercayaan terhadap data BPS menjadi salah satu dasar dalam menyusun strategi pembangunan ke depan.

Sri Mulyani menyampaikan bahwa Presiden juga memahami pentingnya indikator ekonomi yang dikeluarkan BPS dalam pengambilan keputusan. “Data mengenai rumah tangga juga dari mereka. Jadi, saya rasa BPS tetap berpegang kepada integritas dari datanya,” katanya.

Dengan pertumbuhan ekonomi yang tetap berada di atas 5 persen, pemerintah menilai bahwa langkah-langkah pemulihan dan pembangunan yang diambil selama ini telah menunjukkan hasil yang konkret.

Terkini