Pengertian Jemawa, Ciri, Dampak, dan Cara Menghindarinya

Bru
Rabu, 06 Agustus 2025 | 17:40:58 WIB
pengertian jemawa

Pengertian jemawa sering kali dikaitkan dengan sikap hidup yang merasa lebih unggul dari orang lain, hingga memunculkan sifat merendahkan. 

Seseorang yang memiliki karakter jemawa cenderung merasa paling hebat, sombong, dan tidak mampu menghargai pencapaian orang lain. 

Padahal, sikap seperti ini justru bisa menjauhkan seseorang dari kebahagiaan sejati karena terus-menerus merasa tidak puas.

Orang yang bersikap jemawa akan terus mencari hal-hal yang bisa dijadikan alasan untuk membanggakan diri sendiri, baik dalam hal prestasi, status sosial, atau pencapaian pribadi lainnya. 

Alih-alih menjadi pribadi yang bersyukur, mereka malah terjebak dalam keinginan untuk terus dibandingkan dengan orang lain, yang pada akhirnya menumbuhkan perasaan iri, cemas, atau bahkan dendam.

Jika dibiarkan, sifat jemawa akan merusak hubungan sosial, menghambat perkembangan pribadi, dan membuat seseorang dijauhi oleh orang-orang di sekitarnya. 

Oleh karena itu, penting untuk menyadari dan mengenali tanda-tanda jemawa dalam diri agar bisa segera memperbaikinya.

Untuk menghindari sikap ini, seseorang bisa mulai dengan melatih sikap rendah hati, menghargai pencapaian orang lain, dan belajar menerima diri apa adanya. 

Menumbuhkan rasa syukur atas apa yang dimiliki juga merupakan salah satu langkah efektif dalam meredam sifat jemawa.

Dengan memahami pengertian jemawa secara mendalam dan berusaha menjauhi sikap tersebut, kita bisa tumbuh menjadi pribadi yang lebih bijak, hangat, dan diterima oleh lingkungan sekitar.

Pengertian Jemawa

Pengertian jemawa dalam bahasa Indonesia sebenarnya mengacu pada sikap angkuh atau sombong, meskipun banyak orang lebih familiar dengan sebutan "jumawa", yang sebenarnya merupakan bentuk tidak baku dari kata tersebut. 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), jemawa diartikan sebagai congkak, angkuh, dan suka ikut campur urusan orang lain.

Sifat angkuh merujuk pada kebiasaan memandang rendah terhadap orang lain serta merasa diri lebih unggul. 

Sedangkan congkak menggambarkan perilaku seseorang yang berusaha menunjukkan dirinya lebih mulia, pandai, atau kaya, dan bertindak seolah-olah paling hebat dibanding yang lain. 

Di sisi lain, sikap suka mencampuri urusan orang lain mencerminkan keinginan untuk selalu terlibat dalam masalah yang sebenarnya tidak ada kaitannya dengan dirinya, dan perilaku semacam ini tentu bisa mengganggu kenyamanan orang lain.

Individu yang memiliki sifat jemawa biasanya akan menunjukkan kelebihan atau pencapaiannya secara terbuka demi mendapatkan pengakuan dan sanjungan. Mereka merasa dirinya lebih baik dari orang lain dan selalu ingin terlihat menonjol. 

Sikap seperti ini juga sering kali membuat mereka sulit merasa puas atau bersyukur atas apa yang dimiliki. Dalam perspektif agama, sifat jemawa sangat dikecam. 

Bahkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dijelaskan bahwa orang yang dalam hatinya terdapat kesombongan, meski hanya seberat biji zarrah, tidak akan diterima masuk ke dalam surga. 

Artinya, sikap jemawa bukan hanya berdampak buruk secara sosial, tetapi juga berbahaya bagi kehidupan spiritual seseorang.

Ciri-ciri Jemawa

Sebagai makhluk sosial, khususnya bagi mereka yang beragama Islam, sangat penting untuk menjauhkan diri dari sikap tinggi hati. Perilaku ini dapat dikenali melalui sejumlah tanda atau karakter yang muncul dalam keseharian.

Gemar Mendapat Pujian

Individu yang memiliki sifat ini umumnya sangat menyukai sanjungan, bahkan jika pujian tersebut tidak sesuai dengan kenyataan. Mereka sangat ingin diakui dan tak segan melakukan berbagai cara demi mendapatkan pujian sebanyak mungkin.

Selalu Menganggap Diri Paling Unggul

Mereka cenderung merasa paling kompeten dibanding siapa pun. Menurut mereka, semua hal hanya akan berjalan sempurna jika melibatkan dirinya. 

Mereka juga kerap meremehkan kemampuan orang lain demi terlihat sebagai satu-satunya yang paling menonjol di lingkungannya.

Cenderung Mementingkan Diri Sendiri

Orang yang memiliki sifat ini sering kali tidak menyadari bahwa mereka bersikap individualistis. Mereka terlalu fokus pada dirinya dan mengabaikan kepentingan serta kebutuhan orang di sekitar.

Kebiasaan Merendahkan Orang Lain

Salah satu ciri yang tampak adalah kecenderungan untuk mengkritik dan menilai buruk orang lain. 

Mereka akan dengan mudah mencari kekurangan orang lain, lalu mengomentarinya seolah-olah apa yang dikatakan hanyalah lelucon. Padahal, bagi pihak yang menjadi sasaran, hal itu bisa terasa menyakitkan dan merendahkan.

Selalu Menjadikan Diri Topik Utama dalam Percakapan

Dalam pergaulan, individu seperti ini umumnya sulit untuk membaur dalam topik pembicaraan. Mereka akan berusaha mengaitkan segala hal dengan diri mereka sendiri, bahkan ketika pembicaraan sudah berubah arah. 

Sebagai contoh, ketika membahas isu lingkungan, mereka justru menonjolkan apa yang telah mereka lakukan untuk lingkungan ketimbang membahas solusinya bersama.

Keluhan yang Disamarkan Sebagai Ajang Pamer

Mengeluh adalah hal yang wajar, namun pada sebagian orang, keluhan tersebut hanya menjadi kedok untuk menyombongkan pencapaiannya. 

Contoh sederhana adalah pernyataan seperti, “Aku capek banget habis keliling Eropa,” yang secara tidak langsung dimaksudkan untuk memamerkan keberhasilannya bepergian ke luar negeri.

Tidak Tertarik pada Cerita Keberhasilan Orang Lain

Seseorang dengan sikap ini umumnya tidak menunjukkan minat atau empati terhadap kisah maupun pencapaian orang lain. Mereka merasa bahwa hanya dirinya yang patut diakui dan tidak ada yang mampu menyainginya.

Menganggap Semua Orang Harus Mengenal Dirinya Secara Mendalam

Orang semacam ini memiliki kecenderungan untuk membagikan terlalu banyak informasi tentang dirinya, bahkan hal-hal yang tidak penting. 

Dalam percakapan, mereka sering membahas detail pribadi yang sebenarnya tidak perlu diketahui oleh orang lain, sehingga bisa menimbulkan rasa tidak nyaman bagi lawan bicaranya.

Dampak Jemawa

Sikap tinggi hati hanya akan membawa kehidupan seseorang menuju hal-hal yang negatif dan dapat merugikan diri sendiri. Inilah beberapa akibat yang bisa timbul dari perilaku tersebut:

Selalu Merasa Tidak Pernah Cukup

Mereka yang memiliki keangkuhan dalam dirinya cenderung merasa kehidupannya masih kurang. Ia akan terus mengejar prestasi dan berupaya untuk melampaui orang lain dalam berbagai hal. 

Tak jarang, berbagai cara akan dilakukan demi mencapai ambisinya. Tujuannya satu: memastikan dirinya tidak tertandingi oleh siapa pun.

Hidup Jauh dari Ketenangan

Ketenangan hidup menjadi hal yang sulit dirasakan oleh orang yang memiliki sikap seperti ini. 

Dalam keseharian, mereka terus berupaya mencari sesuatu yang bisa memberikan kepuasan, karena dorongan dari perasaan iri dan keinginan untuk unggul dari orang lain. 

Ketika merasa kalah, mereka akan terpacu untuk mencari pencapaian baru yang bisa membuatnya merasa lebih baik dari orang tersebut. Akibatnya, hidup mereka penuh perbandingan dan kegelisahan yang tiada henti.

Sulit Menjalin Pertemanan yang Sehat

Orang dengan sikap tinggi hati biasanya akan kesulitan dalam menemukan teman yang sejalan. 

Banyak orang akan merasa enggan dan tidak nyaman saat berinteraksi dengannya, karena obrolan yang disampaikan cenderung penuh dengan kebanggaan diri sendiri. 

Lawan bicara pun lama-kelamaan akan merasa jenuh dan kelelahan mendengar cerita yang isinya hanya soal pencapaian pribadi.

Dalam lingkungan pergaulan yang sehat, penting adanya hubungan dua arah yang saling mendengarkan. 

Jika hanya satu orang saja yang mendominasi pembicaraan dengan topik yang berpusat pada dirinya, sementara yang lain hanya mendengar, maka hubungan tersebut tidak akan bertahan lama dan bisa mengganggu kualitas pertemanan.

Cara Menghindari Jemawa

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menghindari sikap merasa diri lebih hebat dari orang lain. Berikut langkah-langkah yang bisa diterapkan:

Bangun Lingkungan Pertemanan yang Positif

Teman-teman di sekitar kita sangat berpengaruh terhadap pembentukan karakter dan cara berpikir. Berteman dengan individu yang bersikap positif dapat mendorong kita untuk lebih bijak dalam menyikapi situasi dan menjalani hidup. 

Dalam suasana yang mendukung seperti ini, seseorang lebih mudah menjauhi sikap arogan dan belajar untuk bersikap baik serta rendah hati.

Memohon Perlindungan kepada Tuhan

Berdoa memiliki kekuatan tersendiri yang bisa memperkuat mental dan menjauhkan dari sifat buruk. Orang yang rutin memanjatkan doa umumnya lebih hati-hati dalam bertindak dan berbicara. 

Doa juga menjadi sarana pengingat diri agar tidak menjadi pribadi yang congkak. Salah satu doa yang bisa diamalkan berbunyi:

"Allahumma ahyini miskinan, wa amitna miskinan, wahsyurni fi zumrotil masakin."

Yang artinya: “Ya Allah hidupkanlah aku dalam keadaan khusyu dan rendah hati, matikanlah aku dalam keadaan khusyu dan rendah hati. Dan kumpulkan aku di hari kiamat kelak dalam rombongan orang-orang yang khusyu dan rendah hati.” (HR. Tirmidzi)

Melatih Kemampuan Menyesuaikan Diri

Membiasakan diri untuk bersikap sesuai dengan situasi dan lingkungan yang sedang dihadapi penting agar tidak menonjolkan diri secara berlebihan. 

Misalnya, saat berada di lingkungan religius, sudah sepatutnya menjaga tata krama yang berlaku. Hal ini berlaku pula di tempat-tempat lainnya yang menuntut penyesuaian sikap.

Mengendalikan Diri dalam Berucap dan Bertindak

Mengontrol informasi yang disampaikan kepada orang lain merupakan bentuk pengendalian diri. 

Hindari menyampaikan hal-hal yang tidak penting, karena tanpa disadari hal tersebut bisa dianggap sebagai bentuk kesombongan dan dapat membuat orang lain merasa tidak nyaman.

Menerapkan Gaya Hidup yang Sederhana

Menghindari penggunaan barang-barang mewah secara berlebihan bisa membantu mencegah munculnya rasa ingin pamer. Hidup sederhana tidak berarti miskin, justru hal tersebut membuat seseorang lebih fleksibel dalam bergaul tanpa sekat status sosial.

Selalu Mengingat Kematian

Ketika seseorang sadar bahwa kehidupan ini akan berakhir, maka ia akan berpikir ulang untuk bersikap tinggi hati. Kesombongan tak akan berarti apa-apa ketika ajal menjemput. 

Orang yang semasa hidupnya dikenal rendah hati akan dikenang dengan baik, sementara yang bersikap angkuh akan dikenang sebaliknya. Sifat seperti itu pun bukanlah sesuatu yang disukai oleh Tuhan.

Mengunjungi Tempat Penampungan atau Panti Sosial

Berinteraksi dengan orang-orang yang tinggal di panti atau pusat penampungan dapat menumbuhkan empati dan rasa syukur yang mendalam. 

Menghabiskan waktu bersama mereka bisa menjadi cara ampuh untuk menanamkan kerendahan hati dan mengurangi kecenderungan merasa lebih unggul dari orang lain.

Sebagai penutup, pengertian jemawa merujuk pada sikap merasa lebih unggul dari orang lain, yang jika dibiarkan justru bisa merugikan diri sendiri dalam pergaulan maupun kehidupan.

Terkini