JAKARTA - Fenomena luar biasa yang dikisahkan dalam sejarah keagamaan dan menjadi salah satu momen ikonik dalam kisah Nabi Musa kembali menarik perhatian ilmuwan modern. Peristiwa terbukanya Laut Merah yang memungkinkan Nabi Musa dan pengikutnya melintasi dasar laut telah lama menjadi bahan diskusi, baik dalam ranah spiritual maupun keilmuan. Kini, pendekatan ilmiah mulai digunakan untuk mencari penjelasan yang rasional di balik kejadian tersebut.
Dalam berbagai tradisi keagamaan, dikisahkan bahwa Nabi Musa memimpin kaumnya keluar dari Mesir, menghindari kejaran pasukan Firaun. Ketika mereka terjebak di tepi Laut Merah, laut pun terbelah, menciptakan jalur aman untuk mereka melintas. Peristiwa ini selalu menjadi simbol mukjizat, namun kini mulai ditelusuri dari sudut pandang sains alam.
Penelitian ilmiah yang dilakukan oleh sekelompok ilmuwan menunjukkan bahwa fenomena seperti ini ternyata bisa dijelaskan melalui konsep fisika fluida dan meteorologi. Salah satu teori yang dikaji adalah efek angin yang sangat kuat dan konsisten, yang dikenal sebagai "wind setdown". Fenomena ini terjadi ketika angin bertiup kencang dalam durasi yang cukup lama ke arah tertentu, menyebabkan air di suatu wilayah terdorong menjauh, sehingga bagian dasar perairan bisa terlihat.
Teori ini diangkat berdasarkan studi pemodelan komputer dan simulasi yang dilakukan oleh para peneliti. Mereka menggunakan data topografi dasar laut dan kondisi cuaca yang mungkin terjadi pada masa tersebut. Hasil simulasi menunjukkan bahwa jika angin berembus dengan kecepatan konstan sekitar 100 kilometer per jam selama beberapa jam dari arah timur, maka air di kawasan pertemuan danau dan laut dapat terdorong cukup jauh, membuka jalur sepanjang beberapa kilometer yang dapat dilewati.
Peneliti Carl Drews dari National Center for Atmospheric Research (NCAR) menyampaikan bahwa peristiwa itu tidak harus dilihat sebagai pelanggaran terhadap hukum alam, melainkan bisa merupakan pemanfaatan hukum-hukum alam itu sendiri yang bekerja dalam kondisi sangat spesifik. Menurutnya, efek angin semacam ini tidak hanya memungkinkan laut ‘terbuka’, tetapi juga menciptakan permukaan tanah yang relatif kering selama beberapa jam sebelum air kembali ke posisi semula.
"Peristiwa ini bisa dijelaskan secara ilmiah, dan bahkan semakin menambah kekaguman kita terhadap bagaimana alam bekerja," ujar Drews.
Lokasi yang menjadi fokus studi bukanlah Laut Merah seperti yang sering dibayangkan dalam film-film, melainkan di bagian timur laut Mesir, dekat dengan Delta Sungai Nil. Di sana, terdapat pertemuan antara danau air tawar dan laut dangkal, yang dinilai lebih masuk akal sebagai tempat terjadinya fenomena seperti ini berdasarkan catatan sejarah dan geografi zaman dahulu.
Simulasi menunjukkan bahwa ketika angin mendorong air menjauh dari suatu wilayah, permukaan tanah di bawahnya bisa terbuka selama beberapa jam, cukup untuk dilalui sekelompok besar orang. Namun, ketika angin berhenti, air akan kembali dengan cepat, menciptakan arus yang sangat kuat dan bisa menjebak siapa pun yang masih berada di jalur tersebut. Hal ini juga sejalan dengan narasi yang menyebutkan bahwa pasukan Firaun yang mengejar akhirnya tersapu oleh air yang kembali.
Meskipun begitu, penelitian ini tidak bertujuan untuk menyangkal aspek spiritual dari kisah tersebut. Sebaliknya, penjelasan ilmiah ini justru memberikan perspektif baru mengenai bagaimana peristiwa luar biasa bisa terjadi selaras dengan hukum alam. Pemahaman semacam ini juga memperkaya cara pandang masyarakat terhadap sejarah, menjembatani antara keyakinan dan pengetahuan.
Menurut para ilmuwan, memahami bagaimana angin, air, dan struktur daratan bisa berinteraksi secara kompleks memberikan wawasan penting, tidak hanya dalam konteks sejarah, tetapi juga dalam studi iklim dan bencana alam masa kini. Kombinasi antara data arkeologi, geografi, dan teknologi komputer memungkinkan penelusuran yang lebih akurat terhadap peristiwa masa lalu.
Lebih dari sekadar membuktikan suatu cerita, pendekatan ilmiah ini menggambarkan bagaimana manusia terus berusaha memahami kejadian-kejadian luar biasa melalui metode observasi dan analisis. Terbukanya Laut Merah mungkin bukanlah hasil dari sihir atau keajaiban dalam pengertian supranatural, tetapi bisa merupakan hasil dari dinamika alam yang langka dan luar biasa.
Hal ini menjadi pengingat bahwa alam semesta menyimpan banyak misteri yang masih bisa dijelaskan dengan pendekatan ilmiah. Seiring berkembangnya teknologi, kemampuan manusia dalam mengkaji ulang kisah-kisah bersejarah pun semakin luas.
Dengan demikian, kisah Nabi Musa membelah Laut Merah tidak hanya tetap hidup dalam tradisi spiritual, tetapi kini juga menjadi bagian dari diskursus ilmiah yang kaya dan terus berkembang. Ketika keajaiban dan ilmu saling bersinggungan, keduanya tidak harus saling menegasi, tetapi bisa saling memperkuat dalam memahami keagungan ciptaan dan keteraturan semesta.