Film Dokumenter Indonesia Masuk Daftar Terbaik Abad Ini

Jumat, 01 Agustus 2025 | 16:03:34 WIB
Film Dokumenter Indonesia Masuk Daftar Terbaik Abad Ini

JAKARTA - Pengakuan dunia terhadap karya dokumenter yang membahas sejarah Indonesia kembali mengemuka. The Act of Killing, film yang mengangkat kisah kelam masa lalu bangsa ini, berhasil menempati posisi bergengsi dalam daftar 100 film terbaik abad ke-21 versi BBC Culture. Ini menjadi tonggak penting dalam sejarah perfilman dokumenter yang melibatkan Indonesia, dan menunjukkan betapa besarnya dampak sebuah karya ketika dikemas dengan pendekatan artistik yang kuat dan narasi yang mendalam.

Film tersebut disutradarai oleh Joshua Oppenheimer, seorang pembuat film asal Amerika Serikat yang melakukan riset panjang di Indonesia. Dengan latar sejarah yang kompleks, The Act of Killing membawa penonton menyusuri ingatan para pelaku kekerasan masa lalu, yang secara tidak biasa diminta untuk memerankan kembali tindakan mereka dalam format film yang mereka pilih sendiri.

Uniknya, film ini menampilkan para pelaku pembantaian tahun 1965 yang justru merasa bangga atas peristiwa kelam tersebut. Pendekatan sinematik yang digunakan sangat berbeda dari dokumenter konvensional. Tidak hanya menyuguhkan fakta, The Act of Killing juga memberi ruang bagi refleksi personal para tokoh yang tampil di layar. Hasilnya adalah pengalaman sinematik yang menggugah sekaligus memunculkan pertanyaan-pertanyaan moral yang mendalam.

BBC Culture, media yang membuat daftar tersebut, menghimpun suara dari 177 kritikus film di berbagai negara. Mereka memilih 100 film yang dianggap memiliki pengaruh besar, baik secara teknis, artistik, maupun kultural. Di antara banyaknya film dari berbagai negara yang masuk daftar, kehadiran The Act of Killing menjadi bukti bahwa film dokumenter, khususnya yang berkaitan dengan Indonesia, mampu menarik perhatian global.

Salah satu hal yang membuat film ini begitu menonjol adalah cara penyajiannya yang sangat berbeda. Sutradara tidak menggunakan narasi dari luar untuk menjelaskan apa yang terjadi. Sebaliknya, ia membiarkan para pelaku sendiri yang menceritakan kisah mereka. Ini menciptakan kontras yang kuat antara kenyataan dan persepsi, sekaligus membuat penonton merenung lebih dalam tentang bagaimana kekuasaan, propaganda, dan ingatan kolektif bisa membentuk ulang sejarah.

The Act of Killing juga pernah meraih berbagai penghargaan internasional. Film ini masuk nominasi Academy Awards untuk kategori Best Documentary Feature. Selain itu, ia meraih pengakuan dari lembaga-lembaga film ternama, termasuk Festival Film Berlin dan BAFTA. Penghargaan-penghargaan ini menegaskan posisi film tersebut sebagai salah satu dokumenter paling berpengaruh di era modern.

Dalam daftar BBC Culture, The Act of Killing menempati peringkat ke-14. Ini adalah posisi yang luar biasa, mengingat film tersebut bersaing dengan karya-karya dari sutradara besar dunia, seperti Paul Thomas Anderson, Wong Kar-Wai, dan Bong Joon-ho. Fakta bahwa sebuah film tentang Indonesia bisa menembus daftar tersebut menunjukkan bahwa cerita dari kawasan Asia Tenggara tidak kalah penting dalam peta sinema global.

Tak hanya itu, film ini juga membuka diskusi luas tentang pentingnya dokumentasi sejarah yang jujur dan reflektif. Banyak pihak melihat The Act of Killing bukan hanya sebagai film, tetapi sebagai jendela untuk melihat kembali masa lalu secara lebih kritis. Dalam konteks global, karya ini menjadi contoh bagaimana sinema dapat berfungsi sebagai sarana untuk memahami trauma sejarah dan menghidupkan kembali percakapan tentang kebenaran dan rekonsiliasi.

Kehadiran film ini dalam daftar tersebut juga memberi harapan bagi para pembuat film dari Indonesia maupun kawasan sekitarnya. Ia menjadi contoh nyata bahwa karya yang berasal dari pengalaman lokal, jika dikemas dengan pendekatan yang unik dan mendalam, bisa menembus batas geografis dan budaya. Pengakuan internasional seperti ini juga menjadi dorongan positif bagi industri film dokumenter Indonesia agar terus berkembang dan berani mengangkat tema-tema yang selama ini mungkin dianggap sensitif atau tabu.

Film dokumenter memiliki kekuatan untuk merekam realitas, namun The Act of Killing membawa genre ini melampaui batas. Ia tidak hanya merekam, tetapi juga menciptakan ruang bagi para pelaku untuk merenungkan kembali tindakan mereka melalui proses pembuatan film itu sendiri. Dalam proses tersebut, muncul banyak dinamika psikologis yang mengejutkan dan menyentuh. Beberapa tokoh bahkan mulai mempertanyakan ulang tindakan mereka di masa lalu, yang menjadi momen penting dalam film tersebut.

Secara keseluruhan, The Act of Killing adalah bukti bahwa film bisa menjadi alat pembelajaran dan refleksi sosial yang sangat kuat. Ia menghadirkan kisah masa lalu bukan untuk menghakimi, tetapi untuk membuka ruang pemahaman yang lebih dalam dan jujur. Dengan capaian ini, film tersebut bukan hanya menorehkan prestasi bagi pembuatnya, tetapi juga memberi tempat bagi sejarah Indonesia di panggung sinema dunia.

Masuknya The Act of Killing dalam daftar film terbaik abad ke-21 menjadi momen yang patut diapresiasi. Ini menunjukkan bahwa dunia sinema masih memiliki ruang luas untuk kisah-kisah yang berasal dari berbagai sudut dunia, termasuk Indonesia. Diharapkan, pencapaian ini dapat menjadi inspirasi bagi para sineas muda tanah air untuk terus berkarya dan menghadirkan film-film yang tak hanya menghibur, tetapi juga menyuarakan realitas dengan cara yang jujur dan menyentuh.

Terkini