JAKARTA - Dorongan terhadap peran aktif Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam menjaga keamanan nasabah kian menguat. Salah satunya datang dari Anggota Komisi B DPRD Sumatera Utara, Salmon Sumihar Sagala SE, yang menyoroti maraknya praktik usaha gadai swasta ilegal di wilayah tersebut. Ia menilai, keberadaan usaha gadai tanpa izin resmi tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga menimbulkan potensi kerugian serius bagi masyarakat.
"Sudah banyak pengaduan masyarakat yang masuk ke lembaga legislatif terkait menjamurnya usaha gadai yang tidak memiliki izin dari otoritas seperti OJK. Ini jelas termasuk kategori usaha ilegal dan berisiko tinggi merugikan masyarakat sebagai nasabah," ujar Salmon.
Salmon menyampaikan kekhawatirannya atas praktik gadai yang tidak terdaftar secara resmi. Menurutnya, usaha seperti ini tidak memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap nasabah. Artinya, jika terjadi sesuatu pada barang jaminan seperti hilang, rusak, atau bahkan dijual tanpa sepengetahuan pemilik tidak ada mekanisme penyelesaian sengketa yang bisa ditempuh secara legal.
"Paling berbahaya, nasabah yang menggunakan jasa gadai ilegal tidak mendapatkan perlindungan dari negara. Jika barang jaminan hilang, rusak, atau dijual sepihak, tidak ada mekanisme resmi untuk menyelesaikan sengketa," tegasnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa praktik ilegal semacam itu juga kerap bebas menetapkan bunga serta berbagai biaya tambahan tanpa pengawasan. Hal ini menyebabkan nasabah rawan terjerat utang yang semakin menumpuk, karena tidak adanya regulasi yang mengatur batas suku bunga. Dalam beberapa kasus, menurut Salmon, pihak usaha bahkan menggunakan metode penagihan yang intimidatif dan menekan secara mental.
"Sudah ada laporan mengenai penagihan yang melibatkan kekerasan serta intimidasi. Ini sangat meresahkan dan melanggar etika," tambah politisi PDI Perjuangan itu.
Dari sisi data, Salmon menyoroti laporan dari OJK Kantor Regional Sumatera Utara yang mencatat hanya terdapat 21 lembaga gadai swasta yang memiliki izin resmi. Sementara itu, masih ada ratusan lembaga serupa yang belum memiliki legalitas dari OJK dan tetap beroperasi tanpa pengawasan.
Melihat kondisi tersebut, ia mendorong OJK untuk memperluas sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya bertransaksi hanya dengan lembaga gadai resmi. Menurutnya, edukasi publik sangat krusial agar masyarakat lebih berhati-hati dalam memilih lembaga keuangan.
"Saya minta OJK segera mensosialisasikan kepada masyarakat untuk tidak bertransaksi dengan lembaga gadai yang tidak terdaftar dan berizin resmi. Masyarakat harus tahu risikonya jika berurusan dengan lembaga ilegal," kata Salmon.
Namun demikian, ia juga mengajak OJK untuk mengkaji ulang regulasi terkait persyaratan perizinan yang dianggap memberatkan bagi pelaku usaha gadai, terutama mereka yang baru memulai.
Menurutnya, persyaratan modal minimum yang saat ini ditetapkan OJK cukup tinggi. Untuk level kabupaten/kota, pelaku usaha diwajibkan memiliki modal sebesar Rp500 juta, sedangkan untuk tingkat provinsi mencapai Rp2,5 miliar. Selain itu, lembaga gadai juga diwajibkan memiliki fasilitas keamanan tinggi seperti lemari besi yang diasuransikan serta tenaga juru taksir bersertifikat.
"Persyaratan tersebut memang ditujukan untuk perlindungan konsumen, tetapi juga perlu dilihat dari sisi pelaku usaha. Karena banyak yang merasa berat untuk memenuhi ketentuan itu. OJK perlu memberikan solusi yang lebih fleksibel tanpa mengurangi aspek perlindungan terhadap nasabah," paparnya.
Salmon menilai, solusi berupa tahapan relaksasi atau bantuan pendampingan dalam pemenuhan syarat bisa menjadi jalan tengah. Dengan demikian, pelaku usaha tidak merasa terbebani, sementara konsumen tetap terlindungi secara hukum.
Ia juga menekankan pentingnya keseimbangan antara pengawasan dan pemberdayaan. Menurutnya, OJK perlu hadir tidak hanya sebagai regulator, tetapi juga sebagai fasilitator yang mendorong pertumbuhan lembaga keuangan mikro secara sehat dan berizin.
"Intinya, usaha gadai yang berizin penting untuk menjamin keamanan barang milik masyarakat. Tapi OJK juga perlu hadir memberikan pembinaan dan kemudahan agar pelaku usaha bisa naik kelas tanpa mengorbankan integritas sistem," tutup Salmon.
Dorongan ini menjadi peringatan sekaligus ajakan kepada seluruh pihak agar lebih serius dalam menciptakan ekosistem keuangan yang aman, adil, dan berpihak pada perlindungan konsumen. Keberadaan lembaga keuangan non-bank seperti usaha gadai memang dibutuhkan masyarakat, terutama dalam situasi mendesak. Namun, tanpa regulasi yang ketat dan kesadaran masyarakat, praktik yang seharusnya membantu justru bisa menjadi beban baru bagi rakyat kecil. Dalam konteks ini, peran OJK menjadi sangat sentral untuk memastikan bahwa semua pelaku usaha berjalan sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.