Penyeberangan Jangkar Jadi Pilihan Baru ke Lombok

Jumat, 25 Juli 2025 | 15:27:10 WIB
Penyeberangan Jangkar Jadi Pilihan Baru ke Lombok

JAKARTA - Situasi di jalur penyeberangan Jawa-Bali akhir-akhir ini mendorong pergeseran arus kendaraan logistik menuju titik alternatif. Salah satu yang kini menjadi sorotan adalah Pelabuhan Jangkar di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Setelah pembatasan operasional kapal di lintas Ketapang-Gilimanuk, banyak pengemudi truk mulai memanfaatkan penyeberangan Jangkar-Lembar sebagai opsi untuk melanjutkan perjalanan ke Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Di tengah pembatasan tersebut, Pelabuhan Jangkar mengalami peningkatan volume kendaraan, khususnya truk pengangkut logistik. Kendaraan-kendaraan ini sebelumnya biasa menyeberang melalui Ketapang menuju Bali, lalu melanjutkan perjalanan darat dan menyeberang kembali ke Lombok. Namun dengan situasi padat dan berkurangnya jumlah kapal di lintasan Ketapang-Gilimanuk, jalur alternatif kini menjadi tumpuan.

Supervisor ASDP yang bertugas di Pelabuhan Jangkar, Slamet, mengonfirmasi bahwa dalam beberapa hari terakhir antrean kendaraan logistik semakin panjang. Ia menjelaskan, meningkatnya jumlah truk yang menumpuk di pelabuhan ini merupakan dampak dari imbauan pihak kepolisian yang menyarankan pengemudi tujuan Lombok agar menggunakan Pelabuhan Jangkar.

“Antrean saat ini lebih banyak setelah adanya imbauan dari kepolisian kepada para pengemudi truk yang hendak menyeberang ke Lembar (Lombok) untuk melewati Pelabuhan Jangkar,” jelas Slamet.

Kondisi ini mencerminkan dinamika pengaturan arus transportasi laut yang cepat beradaptasi dengan perubahan situasi. Penyeberangan Jangkar-Lembar yang sebelumnya tidak sepadat lintasan utama kini menjadi pusat perhatian karena menjadi jalur potensial untuk memperlancar distribusi logistik dari Jawa ke wilayah timur Indonesia.

Namun demikian, peningkatan arus kendaraan di pelabuhan ini juga memunculkan tantangan tersendiri. Saat ini, hanya satu unit kapal yang melayani rute Jangkar-Lembar. Hal ini menyebabkan antrean truk tidak bisa segera terurai karena kapasitas angkut dan waktu tempuh yang cukup panjang.

“Satu armada kapal rute Jangkar-Lembar yang beraksi memerlukan 40 jam untuk mampu kembali ke Pelabuhan Jangkar, lantaran perjalanan menuju Pelabuhan Lembar butuh waktu sekitar 14 jam dan bongkar muat memerlukan waktu 6 jam,” lanjut Slamet.

Dalam kondisi seperti ini, peran koordinasi antarinstansi menjadi penting. Penyesuaian distribusi kendaraan melalui pelabuhan alternatif memerlukan kesiapan dari berbagai pihak, termasuk operator kapal, petugas pelabuhan, dan otoritas transportasi.

Meski ada tantangan, langkah untuk mengalihkan sebagian kendaraan logistik ke Pelabuhan Jangkar dinilai positif. Hal ini tak hanya mencegah kepadatan di Ketapang, tetapi juga memberi ruang pertumbuhan bagi pelabuhan lain yang potensial menopang arus logistik nasional.

Slamet menyampaikan harapannya agar ada penambahan armada kapal untuk rute Jangkar-Lembar. Menurutnya, hal tersebut penting untuk menjaga kelancaran distribusi barang dan mengurangi waktu tunggu truk yang saat ini semakin banyak mengantre.

Ia menekankan, jika tambahan kapal bisa segera direalisasikan, maka antrean truk bisa lebih cepat terurai dan aktivitas bongkar muat menjadi lebih efisien. Dalam jangka panjang, hal ini juga bisa mendorong Pelabuhan Jangkar menjadi simpul penting dalam jalur distribusi logistik dari Jawa ke Nusa Tenggara.

Di sisi lain, penyeberangan ini juga membuka peluang pengembangan kawasan pelabuhan dan sekitarnya. Semakin banyaknya kendaraan yang melintas bisa memberi efek positif bagi ekonomi lokal, termasuk usaha kecil di sekitar pelabuhan yang melayani kebutuhan sopir dan kru logistik.

Peningkatan aktivitas pelabuhan ini sejatinya merupakan cermin dari fleksibilitas sistem transportasi laut Indonesia. Dalam kondisi tertentu, pelabuhan-pelabuhan yang selama ini tidak terlalu sibuk bisa menjadi alternatif yang efektif jika didukung dengan kesiapan infrastruktur dan armada.

Kebijakan pembatasan di Ketapang-Gilimanuk sendiri diberlakukan demi menjamin keselamatan pelayaran, dan menjadi bagian dari upaya evaluasi dan peningkatan kualitas layanan transportasi laut. Dalam konteks ini, pelabuhan alternatif seperti Jangkar dapat memainkan peran penting selama masa penyesuaian berlangsung.

Dengan dukungan tambahan armada dan koordinasi lintas sektor yang baik, keberadaan Pelabuhan Jangkar diharapkan mampu menjadi salah satu solusi jangka menengah dalam mendistribusikan barang ke kawasan Indonesia bagian timur secara lebih lancar.

Langkah strategis ini diharapkan tidak hanya meredam kepadatan di lintasan utama, tetapi juga membuka kesempatan baru bagi pertumbuhan pelabuhan-pelabuhan lainnya. Pemerataan fungsi pelabuhan akan sangat mendukung distribusi logistik nasional yang tangguh dan adaptif, sekaligus mendukung mobilitas yang efisien antarpulau.

Terkini