Bank Indonesia Gencarkan Edukasi Uang Rupiah

Jumat, 25 Juli 2025 | 14:08:27 WIB
Bank Indonesia Gencarkan Edukasi Uang Rupiah

JAKARTA - Langkah nyata Bank Indonesia dalam membumikan pentingnya nilai rupiah kembali terlihat melalui kegiatan edukatif yang berlangsung di Kecamatan Siantan, Kepulauan Anambas. Melalui pendekatan komunitas dan edukasi yang menyasar lapisan masyarakat dari pelajar hingga pelaku UMKM, Bank Indonesia Perwakilan Kepulauan Riau menggagas sebuah kegiatan sosialisasi bertajuk Gerakan Cinta, Bangga, dan Paham Rupiah.

Kegiatan tersebut dibuka langsung oleh Sekretaris Camat Siantan, Badariyah Anggeraini. Dalam sambutannya, ia mengajak seluruh masyarakat untuk mencintai rupiah sebagai bentuk nyata penghargaan terhadap kedaulatan negara. Ajakan ini tidak hanya simbolik, melainkan juga menjadi pemicu gerakan bersama yang menyasar penggunaan uang logam alat pembayaran yang selama ini kurang mendapat tempat di hati masyarakat.

“Gerakan ini sangat positif. Kami mengajak masyarakat tidak hanya mengenal dan memahami rupiah, tetapi juga mencintainya, termasuk bentuk uang logam yang selama ini sering terabaikan,” ujar Badariyah.

Pentingnya edukasi tersebut semakin ditegaskan oleh Bank Indonesia, yang melihat adanya kecenderungan di masyarakat untuk mengabaikan uang logam. Kepala Tim Ekspedisi BI Kepri, Sofyan Hadi, memaparkan bahwa fenomena ini bisa berdampak luas pada stabilitas harga barang di pasaran.

“Banyak yang tidak menyadari bahwa uang logam itu penting. Kalau uang logam tidak beredar, maka akan terjadi pembulatan harga, dan pada akhirnya membuat harga barang-barang menjadi lebih mahal,” jelas Sofyan.

Ia menambahkan bahwa penggunaan uang logam bukan sekadar soal nominal, melainkan bagian dari sistem transaksi yang saling terhubung dan berpengaruh terhadap inflasi di tingkat lokal maupun nasional.

Sofyan juga menaruh harapan besar kepada Kecamatan Siantan agar menjadi pelopor perubahan tersebut. Menurutnya, perubahan pola pikir masyarakat bisa dimulai dari skala kecil, seperti di tingkat kecamatan, untuk kemudian menjadi inspirasi bagi wilayah lain.

“Kami dari BI selalu mendukung masyarakat Anambas. Harapan kami, Siantan bisa jadi pelopor gerakan penggunaan uang logam di daerah. Kalau bukan dari kita, siapa lagi?,” katanya.

Salah satu tantangan dalam mendorong penggunaan uang logam adalah anggapan bahwa koin bernilai kecil tidak layak digunakan. Banyak pedagang maupun pembeli yang memilih membulatkan harga agar transaksi lebih praktis, meskipun pada akhirnya langkah ini bisa merugikan konsumen secara akumulatif.

Melalui edukasi yang disampaikan langsung oleh perwakilan Bank Indonesia, peserta sosialisasi mendapatkan pemahaman baru mengenai pentingnya menerima uang logam sebagai alat pembayaran yang sah. Selain itu, BI juga menyoroti bahwa kebiasaan menolak uang logam bisa menghambat sirkulasi uang yang sehat di masyarakat.

Kegiatan ini tidak hanya menghadirkan materi edukatif, tetapi juga berlangsung interaktif dengan melibatkan berbagai lapisan masyarakat. Hadir dalam kegiatan ini antara lain perangkat desa, pelajar, pelaku UMKM, serta masyarakat umum. Mereka diberikan wawasan mengenai sejarah rupiah, fungsi uang logam, hingga dampaknya terhadap ekonomi lokal.

Edukasi semacam ini menjadi bagian dari strategi jangka panjang Bank Indonesia untuk membentuk budaya finansial yang lebih inklusif dan bertanggung jawab. BI percaya bahwa perubahan bisa dimulai dari peningkatan literasi, terutama dalam memahami peran setiap bentuk uang rupiah baik kertas maupun logam.

Dalam jangka panjang, BI menargetkan terbentuknya ekosistem masyarakat yang sadar akan nilai setiap lembar dan koin rupiah yang dimiliki. Langkah ini juga menjadi bagian dari strategi nasional dalam menjaga kestabilan mata uang dan mendukung efisiensi sistem pembayaran.

Selain memberikan edukasi, kegiatan ini juga membangkitkan semangat kolaborasi antara otoritas keuangan dan pemerintah daerah. Dengan peran aktif Camat Siantan dan jajaran perangkat desa, Bank Indonesia memiliki mitra strategis dalam menjangkau masyarakat di tingkat akar rumput.

Gerakan cinta rupiah ini juga membawa misi kebangsaan yang lebih luas. Uang rupiah, sebagai simbol negara, tidak hanya menjadi alat tukar, tetapi juga lambang identitas dan kedaulatan. Oleh karena itu, mencintai rupiah adalah bentuk penghormatan terhadap jati diri bangsa.

Dengan pelibatan berbagai pihak dan pendekatan yang menyentuh aspek budaya serta kebiasaan masyarakat, program ini diharapkan tidak berhenti di satu titik. Siantan menjadi titik awal dari gerakan yang lebih besar untuk membangun kesadaran nasional dalam menggunakan setiap bentuk uang dengan bijak.

“Kalau bukan kita yang memulai, siapa lagi? Mari mulai dari hal kecil—seperti menerima dan menggunakan uang logam. Itu sudah merupakan langkah besar bagi ekonomi kita sendiri,” pungkas Sofyan Hadi.

Semangat perubahan yang tumbuh dari kegiatan ini menjadi bukti bahwa edukasi publik, jika dijalankan secara kolaboratif dan menyentuh kebutuhan riil masyarakat, mampu menghasilkan dampak nyata. Dukungan yang konsisten dari Bank Indonesia menjadi pendorong utama dalam memperluas cakupan gerakan ini ke seluruh pelosok tanah air.

Terkini