JAKARTA - Upaya menjaga integritas sektor keuangan terus dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Salah satu bentuk konkret dari langkah tersebut ialah melalui evaluasi mendalam terhadap kinerja lembaga keuangan, termasuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Terbaru, OJK menetapkan pencabutan izin usaha PT BPR Dwicahaya Nusaperkasa yang berkedudukan di Kota Batu, Jawa Timur.
Langkah ini tidak dilakukan secara tiba-tiba, melainkan melalui tahapan pengawasan intensif demi menjamin sistem perbankan yang sehat dan kokoh. Dalam keterangan resminya, OJK menegaskan bahwa keputusan ini diambil sebagai bagian dari komitmen memperkuat sektor perbankan dan meningkatkan kepercayaan publik.
Keputusan pencabutan izin usaha terhadap PT BPR Dwicahaya Nusaperkasa didasarkan pada Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-47/D.03/2025 yang diterbitkan. OJK menegaskan bahwa proses ini merupakan bentuk pengawasan yang berkelanjutan dan terukur, sejalan dengan prinsip kehati-hatian dalam industri keuangan.
OJK juga mengimbau masyarakat, khususnya nasabah BPR tersebut, untuk tetap tenang dan tidak panik menghadapi perubahan ini. Seluruh dana masyarakat yang ditempatkan di bank, termasuk BPR, tetap terlindungi sesuai ketentuan yang berlaku. “Karena dana masyarakat pada perbankan termasuk BPR dijamin oleh LPS (Lembaga Penjamin Simpanan),” demikian pernyataan resmi OJK.
Sebelum keputusan pencabutan diambil, BPR Dwicahaya Nusaperkasa telah melalui beberapa tahapan evaluasi menyeluruh. OJK menetapkan bank ini dalam status pengawasan sebagai Bank Dalam Penyehatan (BDP). Penetapan tersebut merujuk pada kondisi permodalan yang belum sesuai ketentuan dan posisi likuiditas yang tidak optimal.
Bank ini diketahui memiliki Rasio Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum (KPMM) yang berada di bawah ambang batas 12 persen. Selain itu, Cash Ratio selama tiga bulan terakhir pun tercatat kurang dari lima persen. Hal ini turut menyebabkan peringkat Tingkat Kesehatan (TKS) BPR tersebut berada pada kategori “Kurang Sehat”.
Melalui status pengawasan BDP, OJK telah memberikan ruang waktu bagi pengurus dan pemegang saham bank untuk melakukan langkah-langkah penyehatan. Namun, setelah evaluasi lebih lanjut OJK kemudian menetapkan perubahan status menjadi Bank Dalam Resolusi (BDR).
Keputusan ini diambil karena upaya penyelesaian atas masalah permodalan dan likuiditas tidak menunjukkan hasil yang diharapkan. OJK menilai bahwa pengurus dan pemegang saham belum berhasil mengembalikan kondisi keuangan BPR ke arah yang lebih sehat dan stabil.
Selaras dengan tugas dan fungsinya, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) turut menindaklanjuti kondisi tersebut. LPS secara resmi mengajukan permintaan pencabutan izin usaha BPR Dwicahaya Nusaperkasa kepada OJK. Hal ini merujuk pada Keputusan Anggota Dewan Komisioner Bidang Program Penjaminan Simpanan dan Resolusi Bank Nomor 42/ADK3/2025 mengenai Cara Penanganan Bank Dalam Resolusi.
Menindaklanjuti permintaan LPS tersebut, OJK akhirnya menerbitkan keputusan pencabutan izin. Seluruh proses dilakukan dengan transparan dan tetap dalam koridor hukum serta regulasi yang berlaku.
Langkah tegas ini menunjukkan bahwa OJK tidak hanya berperan sebagai regulator, tetapi juga sebagai pengawas aktif yang responsif terhadap dinamika sektor keuangan. Melalui pendekatan ini, OJK ingin memastikan bahwa hanya lembaga keuangan yang sehat dan kredibel yang tetap menjalankan aktivitas usahanya.
Meskipun terdapat pencabutan izin usaha, masyarakat, khususnya nasabah BPR Dwicahaya Nusaperkasa, tetap mendapatkan jaminan perlindungan terhadap dana yang telah disimpan. LPS hadir sebagai pelindung simpanan masyarakat, sesuai dengan ketentuan penjaminan simpanan yang berlaku.
Kondisi ini memperlihatkan bahwa ekosistem perbankan di Indonesia didukung oleh sistem pengawasan dan perlindungan yang terintegrasi. Langkah strategis OJK ini tidak hanya bertujuan menyelesaikan persoalan satu entitas, melainkan juga untuk menciptakan kestabilan dan kepercayaan publik terhadap sistem keuangan nasional secara keseluruhan.
Kedepannya, OJK tetap mendorong seluruh pelaku industri perbankan, termasuk BPR, untuk menjaga prinsip kehati-hatian dalam mengelola bisnisnya. Selain itu, struktur modal dan likuiditas yang sehat menjadi fondasi utama dalam menjalankan kegiatan usaha.
Dalam konteks tersebut, pencabutan izin bukan sekadar sanksi administratif, tetapi juga menjadi pengingat penting bahwa kelangsungan operasional sebuah lembaga keuangan harus didukung oleh tata kelola yang baik dan manajemen risiko yang mumpuni.
Dengan menjaga integritas dan melakukan pembenahan secara berkala, industri perbankan diharapkan semakin kuat dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Peran aktif OJK melalui langkah-langkah pengawasan yang profesional dan tepat sasaran menjadi elemen penting dalam menjamin keberlangsungan sistem keuangan Indonesia yang inklusif, berdaya saing, dan terpercaya.