JAKARTA - Penegakan hukum terhadap praktik judi online menunjukkan progres signifikan. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang lanjutan atas perkara yang melibatkan delapan orang terdakwa sebagai agen situs judi daring. Dalam sidang tersebut, jaksa penuntut umum membacakan tuntutan pidana dengan rincian hukuman yang berbeda untuk masing-masing terdakwa.
Dua terdakwa, yakni Muchlis Nasution dan Harry Efendy, menjadi sorotan utama dalam persidangan kali ini. Keduanya dituntut masing-masing tujuh tahun penjara. Jaksa menyampaikan bahwa masa penahanan sementara yang telah dijalani akan dikurangkan dari total masa pidana yang dijatuhkan.
“Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa satu Muchlis Nasution dan terdakwa tiga Harry Efendy masing-masing selama tujuh tahun dikurangi selama para terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan perintah tetap ditahan,” tegas jaksa saat membacakan tuntutan di ruang sidang utama..
Selain hukuman pidana badan, keduanya juga dikenai tuntutan denda sebesar Rp 250 juta. Hal ini sebagai bentuk konsekuensi hukum atas keterlibatan mereka dalam aktivitas penyebaran konten perjudian secara elektronik.
Jaksa juga mengajukan tuntutan terhadap enam terdakwa lainnya, yaitu Deny Maryono, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, serta Ferry alias William alias Acai. Untuk mereka, jaksa menuntut masing-masing hukuman 6 tahun 6 bulan penjara, serta denda senilai Rp 100 juta.
Kedelapan terdakwa diyakini oleh jaksa telah melakukan tindak pidana dengan turut serta secara sadar menyebarluaskan informasi atau dokumen elektronik bermuatan perjudian. Aktivitas ini dinilai telah melanggar ketentuan hukum yang berlaku dan berdampak pada masyarakat luas, khususnya dalam konteks pemanfaatan teknologi informasi.
Penuntutan terhadap para terdakwa ini mengacu pada Pasal 27 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Selain itu, jaksa juga mengacu pada Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, yang mengatur keterlibatan secara bersama-sama dalam tindak pidana.
Dalam sidang tersebut, jaksa menekankan bahwa peran para terdakwa dalam jaringan judi online bukanlah sebagai pelaku utama, melainkan sebagai agen yang berkontribusi dalam memperluas akses ke situs perjudian di kalangan masyarakat. Namun, keterlibatan mereka tetap memiliki dampak yang signifikan terhadap penyebaran praktik ilegal ini.
Upaya hukum ini merupakan bagian dari langkah strategis aparat penegak hukum dalam memerangi penyalahgunaan teknologi untuk kegiatan yang bertentangan dengan hukum. Penanganan perkara ini pun berjalan secara transparan melalui proses persidangan terbuka, dengan tujuan memberikan efek jera kepada pihak-pihak yang terlibat dan mencegah penyebaran konten judi secara digital.
Konsistensi dalam menegakkan aturan hukum di ranah digital menjadi sorotan penting, mengingat maraknya pemanfaatan media online sebagai saluran penyebaran berbagai konten, termasuk yang dilarang oleh undang-undang. Oleh karena itu, proses hukum terhadap para agen situs judi online ini menjadi contoh nyata bahwa pelanggaran dalam ruang digital tetap memiliki konsekuensi serius.
Persidangan terhadap kedelapan terdakwa dijadwalkan akan berlanjut dengan agenda pembelaan dari masing-masing pihak. Mereka diberikan kesempatan oleh majelis hakim untuk mengajukan pledoi atas tuntutan yang disampaikan jaksa.
Sejumlah kalangan menilai langkah hukum ini sebagai bentuk komitmen negara dalam menjaga ruang digital yang sehat. Upaya tersebut juga menunjukkan bahwa meskipun teknologi berkembang pesat, hukum tetap hadir untuk menjaga nilai-nilai ketertiban dan keadilan dalam masyarakat.
Dalam konteks ini, masyarakat juga diharapkan semakin cerdas dalam memanfaatkan teknologi informasi, serta menjauhi praktik-praktik yang melanggar hukum, seperti perjudian daring. Sosialisasi mengenai risiko hukum dari aktivitas ilegal digital menjadi penting agar masyarakat tidak terjerumus pada pelanggaran hukum yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Jaksa juga menyoroti bahwa proses hukum terhadap pelaku judi online akan terus dilanjutkan secara bertahap, termasuk penyelidikan terhadap jaringan yang lebih luas. Hal ini merupakan bentuk tanggung jawab dalam memutus rantai distribusi situs-situs terlarang yang memanfaatkan platform digital sebagai media operasional.
Dengan penanganan yang sistematis dan tegas, diharapkan ruang digital di Indonesia semakin bersih dari konten yang merugikan masyarakat. Penegakan hukum ini tidak hanya menyasar pelaku utama, tetapi juga para pendukung yang memperlancar operasi situs-situs perjudian.
Ke depan, proses persidangan ini akan menjadi referensi penting dalam upaya penegakan hukum berbasis teknologi informasi. Kesadaran hukum dan pemahaman akan dampak penyalahgunaan teknologi perlu terus dibangun di berbagai lapisan masyarakat.
Dengan demikian, langkah yang diambil oleh aparat penegak hukum dalam menangani kasus ini tidak hanya merupakan tindakan represif, tetapi juga menjadi bagian dari pembentukan budaya hukum di era digital.