JAKARTA - Ketika pariwisata tak hanya soal pemandangan dan hiburan, Lawang Sewu menghadirkan sebuah pendekatan berbeda. Bangunan bersejarah ikonik di Kota Semarang ini menjadi saksi bahwa wisata bisa menjadi sarana untuk menumbuhkan empati, toleransi, dan kebersamaan secara nyata.
Dalam suasana yang penuh kehangatan, program “Wisata Inklusi” yang digelar di Lawang Sewu mempertemukan berbagai elemen masyarakat dari latar belakang berbeda. Acara ini menjadi wujud nyata dari kolaborasi antara PT Kereta Api Pariwisata, PT KAI, dan Thisable Enterprise yang ingin menciptakan ruang wisata yang ramah bagi semua kalangan, termasuk kelompok penyandang disabilitas.
Tak sekadar menikmati keindahan arsitektur bangunan tua peninggalan kolonial, para peserta diajak menjelajahi nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung di balik dinding tebal dan jendela-jendela besar Lawang Sewu. Wisata ini menjadi perjalanan batin yang membawa refleksi akan pentingnya inklusi dalam kehidupan sehari-hari.
“Wisata inklusi ini bertujuan memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya aksesibilitas dan kesetaraan bagi penyandang disabilitas dalam dunia pariwisata,” ujar Direktur Utama PT Kereta Api Pariwisata, Hendy Helmy.
Dalam kegiatan ini, hadir ratusan peserta dari berbagai komunitas dan instansi, termasuk kelompok penyandang disabilitas, pelajar, serta masyarakat umum. Mereka mengikuti berbagai rangkaian acara yang edukatif sekaligus menyenangkan. Mulai dari tur edukatif keliling Lawang Sewu, hingga sesi interaktif yang memperlihatkan bagaimana setiap individu bisa berkontribusi menciptakan lingkungan yang lebih inklusif.
Menariknya, suasana dalam program wisata ini tidak hanya sarat edukasi, tetapi juga diwarnai tawa dan keakraban. Hal ini menunjukkan bahwa semangat inklusi tidak melulu harus kaku dan formal. Justru lewat pendekatan yang menyenangkan, nilai-nilai empati dan kebersamaan bisa lebih mudah diterima dan dipahami.
“Program seperti ini menjadi sarana pembelajaran bersama, bahwa keberagaman adalah kekuatan, bukan halangan. Kami ingin agar wisata menjadi pengalaman yang bisa diakses dan dinikmati oleh semua orang,” ungkap Angkie Yudistia, Staf Khusus Presiden RI.
Sebagai penyandang disabilitas yang aktif mengadvokasi hak-hak difabel, Angkie menekankan pentingnya keberlanjutan dari program-program seperti ini. Menurutnya, wisata yang ramah bagi semua kalangan bukan hanya menjadi harapan, tetapi kebutuhan nyata yang harus dijawab oleh seluruh pelaku industri pariwisata.
Komitmen itu juga ditegaskan oleh PT KAI sebagai induk usaha. Direktur Utama PT KAI Didiek Hartantyo menyampaikan bahwa perusahaannya siap untuk terus mendorong terciptanya layanan yang inklusif, baik di sektor transportasi maupun pariwisata.
“PT KAI mendukung sepenuhnya inisiatif wisata inklusi. Kami percaya bahwa ke depan, pariwisata harus memberikan ruang bagi semua, tanpa kecuali,” kata Didiek.
Dukungan yang sama juga datang dari Thisable Enterprise, lembaga sosial yang aktif mendorong pemberdayaan penyandang disabilitas. Pihaknya berharap agar kegiatan serupa bisa dilaksanakan secara berkala di berbagai destinasi wisata lainnya di Indonesia.
Kegiatan ini juga sekaligus mengangkat kesadaran publik bahwa aksesibilitas adalah isu penting yang sering kali terlupakan dalam desain ruang publik. Lewat pendekatan yang inklusif, wisata tak hanya menyenangkan tetapi juga mendidik.
Program “Wisata Inklusi” di Lawang Sewu bukanlah akhir, melainkan langkah awal menuju perubahan yang lebih luas. Semangatnya dapat menjadi contoh baik untuk diterapkan di tempat wisata lainnya, baik yang berskala nasional maupun lokal.
Selain memperkuat kesadaran akan inklusi, acara ini turut memberikan ruang bagi para pelaku UMKM difabel yang menghadirkan produk-produk kreatif mereka. Dari kerajinan tangan, makanan ringan, hingga karya seni, semuanya menunjukkan bahwa keterbatasan fisik tidak menghalangi seseorang untuk berkarya dan berkontribusi.
Kehadiran pelajar dan anak muda dalam kegiatan ini pun memberi harapan besar akan masa depan wisata yang lebih terbuka dan penuh toleransi. Banyak dari mereka mengaku baru pertama kali menyadari pentingnya inklusi dalam pengalaman wisata.
“Senang sekali bisa ikut acara ini. Saya jadi paham kalau selama ini fasilitas umum belum sepenuhnya ramah bagi teman-teman disabilitas. Mudah-mudahan ke depan bisa lebih baik lagi,” kata salah satu peserta dari kalangan pelajar.
Secara keseluruhan, program ini membawa energi positif bagi semua pihak yang terlibat. Tidak hanya memperluas pemahaman tentang pentingnya kesetaraan, tetapi juga membangun jejaring sosial lintas kelompok yang solid.
Sebagai salah satu ikon sejarah Indonesia, Lawang Sewu kini tak hanya menjadi simbol kejayaan masa lalu, tetapi juga menjadi simbol harapan akan masa depan yang lebih inklusif. Dengan latar arsitektur klasik dan nuansa sejarah yang kuat, tempat ini menjadi wadah yang sempurna untuk menyemai nilai-nilai kemanusiaan.
Melalui kegiatan seperti ini, wisata di Indonesia bergerak menuju arah yang lebih bermakna. Tidak semata hiburan, tetapi juga menyentuh sisi terdalam manusia: rasa peduli, saling menghargai, dan keinginan untuk berjalan bersama dalam keberagaman.
Inisiatif wisata inklusi ini menunjukkan bahwa ketika empati, toleransi, dan kebahagiaan disatukan, perjalanan wisata dapat berubah menjadi perjalanan yang menyentuh hati dan membekas dalam ingatan. Lawang Sewu telah membuktikan bahwa wisata yang inklusif bukan hanya mungkin, tetapi juga sangat dibutuhkan. Sebuah langkah sederhana, namun berarti besar.