JAKARTA - Pelaksanaan Festival Olahraga Masyarakat Nasional (Fornas) VIII 2025 di Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi lebih dari sekadar ajang olahraga. Momentum besar ini juga membuka peluang signifikan bagi sektor transportasi lokal yang siap menyambut lonjakan kebutuhan mobilitas dari ribuan peserta yang hadir.
Diperkirakan sekitar 20.000 peserta dan pendamping akan memadati NTB selama perhelatan Fornas VIII yang berlangsung dari 26 Juli hingga 1 Agustus 2025. Jumlah tersebut mencakup atlet, pendamping, dan ofisial dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Berdasarkan data sudah ada 18.600 peserta yang terdaftar secara resmi di panitia, dan angka ini kemungkinan terus bertambah mendekati hari pelaksanaan.
Besarnya jumlah partisipan ini tentu memberikan dampak ekonomi yang luas, salah satunya terhadap sektor transportasi. Kesempatan ini menjadi angin segar bagi pelaku usaha transportasi lokal. Apalagi, sistem transportasi Fornas telah diatur secara spesifik untuk efisiensi dan optimalisasi mobilitas, dengan sebagian besar kebutuhan transportasi menjadi tanggung jawab kontingen masing-masing.
Deputy IV Fornas VIII Bidang Transportasi dan Komunikasi, Lalu Kholid Karyadi, menjelaskan bahwa panitia memang tidak menyediakan transportasi untuk seluruh peserta. Fokus utama panitia adalah mengakomodasi mobilitas bagi unsur penyelenggara dan teknis, sedangkan peserta dari tiap kontingen daerah bertanggung jawab atas kebutuhan transportasi mereka sendiri.
“Sistem transportasi Fornas VIII dibagi dalam tiga kategori akreditasi, yaitu T1, T2, dan T3. Setiap kategori memiliki fungsi spesifik dan disesuaikan dengan peran penggunanya,” terang Kholid di Sekretariat Fornas VIII NTB, Jalan Langko, Mataram.
Kategori T1 diperuntukkan bagi unsur pimpinan seperti Ketua, Sekretaris, Bendahara KORMINAS, Deputi, dan PMO Manager Official. Untuk kebutuhan ini, panitia menyiapkan 20 unit kendaraan khusus yang memastikan mobilitas pimpinan berlangsung dengan lancar selama penyelenggaraan.
Selanjutnya, kategori T2 didedikasikan bagi Technical Delegate (TD), juri, dan wasit. Untuk kategori ini, panitia menyediakan 85 unit minibus. Seluruh kendaraan tersebut akan digunakan sebagai sarana antar jemput antara lokasi penginapan dan venue pertandingan agar para juri serta TD bisa menjalankan tugas secara optimal.
Sementara itu, kategori T3 berfungsi sebagai layanan shuttle umum dengan trayek antar venue. Panitia mengoperasikan 10 unit bus medium dan 10 unit Hi-Ace untuk menunjang kelancaran partisipan dan pengunjung selama pertandingan berlangsung. Skema shuttle ini memudahkan mobilitas lintas lokasi pertandingan tanpa perlu kendaraan pribadi.
Meski panitia menyediakan transportasi dalam jumlah besar, tanggung jawab utama pengaturan transportasi tetap di tangan masing-masing kontingen. Dengan begitu, pelaku transportasi lokal di NTB berpotensi memperoleh peluang bisnis dari permintaan sewa kendaraan maupun jasa transportasi lainnya.
Kholid pun mengapresiasi kesiapan dan kemandirian kontingen yang telah menyepakati sistem ini sejak awal. "Kontingen dari daerah akan mengatur kedatangan, mobilisasi, dan akomodasi mereka sendiri. Ini mencerminkan semangat efisiensi dan kesiapan yang tinggi dari masing-masing wilayah," tambahnya.
Pernyataan senada disampaikan oleh Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan NTB, Chairy Chalidyanto. Ia menyebut, pengaturan transportasi secara mandiri oleh kontingen memang sudah disepakati bersama antara panitia dan perwakilan daerah sejak awal.
“Berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat, transportasi dan akomodasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab masing-masing kontingen daerah,” tegas Chairy.
Untuk menjaga kelancaran dan ketertiban selama pelaksanaan, Dishub NTB bersama Polda NTB telah menyiapkan manajemen rekayasa lalu lintas yang disesuaikan dengan kebutuhan dan volume kendaraan selama Fornas berlangsung. Penyesuaian arus lalu lintas dan sistem buka tutup jalur akan diterapkan di beberapa titik strategis yang dekat dengan venue utama pertandingan.
Fornas VIII memang tak hanya menjadi ajang olahraga, melainkan juga momen penting yang memicu geliat ekonomi dan kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat. Dari aspek transportasi, event ini telah mempersiapkan diri dengan matang demi menciptakan ekosistem mobilitas yang aman, tertib, dan produktif.
Sinergi antara panitia, pemerintah daerah, serta pelaku usaha lokal menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan Fornas. Skema transportasi yang terstruktur, pembagian tanggung jawab yang jelas, serta kesiapan pelaku lokal dalam menyambut tamu-tamu dari seluruh Indonesia adalah bukti bahwa Fornas membawa manfaat nyata, tidak hanya dari sisi olahraga, tetapi juga dari sisi pemberdayaan sektor ekonomi daerah.
Dengan pendekatan ini, transportasi lokal di NTB mendapat kesempatan langka untuk berkembang dan menunjukkan profesionalismenya dalam melayani kebutuhan mobilitas dalam skala nasional. Event ini juga menjadi model kolaboratif yang bisa diterapkan pada berbagai penyelenggaraan serupa di masa depan.