Kemenkes Gencar Wujudkan Kawasan Tanpa Rokok

Jumat, 18 Juli 2025 | 09:51:54 WIB
Kemenkes Gencar Wujudkan Kawasan Tanpa Rokok

JAKARTA - Komitmen kuat untuk melindungi generasi muda dari dampak buruk tembakau kembali ditegaskan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Salah satu langkah nyata yang kini digencarkan adalah dorongan untuk melarang penjualan rokok kepada individu berusia di bawah 21 tahun, sekaligus memperkuat implementasi kawasan tanpa rokok (KTR) di berbagai wilayah.

Kemenkes menilai bahwa keberhasilan pengendalian konsumsi rokok di Indonesia tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, namun membutuhkan keterlibatan aktif dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah daerah, lembaga pendidikan, tokoh masyarakat, hingga sektor swasta.

"PP itu kita berproses, memang belum semuanya bisa langsung dijalankan tetapi ada beberapa hal yang tentunya bisa langsung kita kerjakan. Misalnya pengendalian iklan, larangan bahan tambahan. Larangan menjual rokok kurang dari 21 tahun sudah ada, tetapi masih juga ada yang menjual," ungkap Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi.

Pernyataan tersebut merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Regulasi ini mengatur sejumlah ketentuan strategis dalam pengendalian tembakau dan produk rokok elektronik di Indonesia.

Salah satu poin penting dalam regulasi tersebut adalah larangan menjual dan mengiklankan produk tembakau di sekitar satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Aturan ini menetapkan radius 200 meter sebagai zona steril dari promosi dan penjualan rokok. Selain itu, peraturan juga memperkuat pembentukan kawasan tanpa rokok di tempat-tempat vital seperti fasilitas layanan kesehatan, sekolah, rumah ibadah, angkutan umum, dan ruang publik lainnya.

Menurut Nadia, hal ini sejatinya tidak memerlukan regulasi tambahan untuk diterapkan. Artinya, semua pihak tinggal menjalankan aturan yang sudah ada dengan sebaik-baiknya.

"Ini tinggal dijalankan, tidak perlu aturan-aturan khusus tapi memang ada beberapa yang misalnya pengaturan PHW (Pictorial Health Warning) yang kita masih dalam proses, terus menerus mendapat masukan. Kemudian hal lain tentang pengaturan berapa kandungan nikotin dan tar," jelasnya lebih lanjut.

Upaya yang dilakukan Kemenkes ini tidak lepas dari kekhawatiran atas tren konsumsi rokok di kalangan remaja dan dewasa muda. Data yang dihimpun kementerian menunjukkan bahwa meski prevalensi perokok mengalami penurunan secara persentase, jumlah absolut perokok justru mengalami peningkatan signifikan seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk.

Pada tahun 2013, jumlah perokok tercatat sekitar 57,2 juta orang. Namun, angka ini melonjak menjadi 63,1 juta pada tahun-tahun berikutnya. Lonjakan yang lebih mencemaskan terlihat pada kelompok usia 10 hingga 18 tahun, di mana jumlah perokok muda bertambah drastis dari sekitar 2 juta orang pada 2013 menjadi 5,9 juta pada tahun 2023.

Fakta ini menjadi dorongan kuat bagi Kemenkes untuk menggalakkan kembali pentingnya implementasi kawasan tanpa rokok serta pengetatan distribusi produk tembakau di lapangan. Selain edukasi, penegakan aturan menjadi hal yang perlu dipastikan berjalan optimal.

Melalui kolaborasi lintas sektor, pemerintah berharap bisa menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan aman, khususnya bagi anak-anak dan remaja. Lingkungan yang terbebas dari paparan asap rokok diharapkan dapat menekan angka perokok pemula yang selama ini kerap terjebak dalam kebiasaan merokok sejak dini.

Salah satu strategi yang juga tengah digodok adalah pengaturan lebih lanjut terkait kandungan nikotin dan tar dalam produk tembakau. Meski implementasinya masih dalam tahap pembahasan, langkah ini menjadi sinyal positif bahwa pemerintah serius dalam memperkuat kontrol terhadap zat adiktif tersebut.

Selain itu, edukasi publik terus didorong agar kesadaran masyarakat tentang bahaya rokok dan rokok elektronik semakin meningkat. Sosialisasi mengenai kawasan tanpa rokok serta larangan iklan rokok juga terus dilakukan, terutama di lingkungan sekolah dan institusi pendidikan.

Kemenkes percaya bahwa upaya-upaya ini akan semakin efektif jika mendapat dukungan dari seluruh elemen bangsa. Mulai dari keluarga, guru, kepala daerah, hingga pelaku usaha bisa berperan aktif dalam menciptakan ruang aman bagi generasi muda dari pengaruh tembakau.

“Larangan menjual rokok kepada usia di bawah 21 tahun sudah ada. Tinggal bagaimana komitmen kita bersama untuk tidak melanggar aturan itu,” tegas Nadia.

Ke depan, langkah-langkah strategis ini diharapkan mampu mengurangi beban penyakit akibat konsumsi rokok yang selama ini menjadi salah satu faktor risiko utama berbagai penyakit tidak menular, seperti jantung, stroke, dan kanker.

Dengan sinergi lintas sektor dan kepatuhan terhadap regulasi, Indonesia diharapkan dapat melangkah menuju masyarakat yang lebih sehat dan bebas dari dampak buruk rokok, terutama bagi kelompok usia muda yang menjadi tumpuan masa depan bangsa.

Terkini