Industri Ramah Lingkungan Bangkitkan Optimisme Baru

Selasa, 15 Juli 2025 | 08:43:27 WIB
Industri Ramah Lingkungan Bangkitkan Optimisme Baru

JAKARTA - Upaya Indonesia untuk memperkuat sektor industri menuju kemandirian dan daya saing global kembali mendapat sorotan internasional. Kali ini, perhatian dunia akademik Jepang tertuju pada transformasi yang sedang digenjot oleh pemerintah Indonesia melalui pemaparan langsung Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita di Universitas Hiroshima.

Dalam forum akademik yang berlangsung di kota bersejarah Hiroshima, Jepang, Menperin menyampaikan kuliah umum dengan tema Strategi Baru Industrialisasi Indonesia untuk Ketahanan Pangan dan Energi. Kuliah ini berlangsung pukul 14.00 waktu setempat dan dihadiri oleh jajaran dosen, peneliti, serta mahasiswa universitas tersebut.

Momentum ini menjadi sarana penting untuk memperkenalkan pendekatan baru Indonesia dalam mengembangkan sektor industri yang tidak hanya adaptif terhadap perubahan global, namun juga berakar kuat pada kebutuhan dalam negeri. Menurut Menperin, strategi tersebut terangkum dalam Strategi Baru Industrialisasi Nasional atau disingkat SBIN, yang telah dirancang sebagai kerangka utama pembangunan industri ke depan.

“SBIN bukan sekadar paket kebijakan. Namun kerangka komprehensif yang dirancang untuk menavigasi Indonesia melewati kompleksitas dunia pasca-pandemi Covid-19, pasca-karbon, dan pasca-unipolar,” ujar Agus.

SBIN merupakan fondasi strategis yang diharapkan mampu menjawab tantangan dan dinamika global, yang tidak hanya menghadirkan peluang, tetapi juga risiko besar bagi negara berkembang. Menperin menekankan bahwa arah baru industrialisasi ini menyentuh dimensi ekonomi, sosial, hingga geopolitik.

Pandangan tersebut bukan tanpa dasar. Ia merujuk pada tokoh nasional Prof. Sumitro Djojohadikusumo yang menilai industrialisasi sebagai lebih dari sekadar aktivitas ekonomi. Sumitro menekankan bahwa industrialisasi adalah bagian dari proyek besar bangsa, yaitu membangun peradaban.

“Dia mempelajari Hipotesis Prebisch-Singer dan menerapkannya langsung pada konteks Indonesia, dengan mendorong pembangunan pabrik baja, pabrik pupuk, industri pengolahan, dan kapabilitas rekayasa nasional,” jelas Agus.

Pemikiran Sumitro dinilai selaras dengan model ekonomi Arthur Lewis yang memperkenalkan Dual Sector Model. Dalam model ini, industrialisasi dilihat bukan hanya sebagai proses investasi, melainkan proses transformasi menyeluruh termasuk perubahan struktur ketenagakerjaan dan sistem kelembagaan, serta penciptaan nilai baru dalam ekonomi nasional.

Dengan pendekatan tersebut, Menperin menyebut bahwa saat ini Indonesia sedang memasuki masa take off atau lepas landas dalam berbagai sektor industrinya. Ini bukan sekadar upaya awal industrialisasi, melainkan restrukturisasi menyeluruh yang diarahkan untuk menciptakan manfaat yang lebih inklusif.

“Melainkan juga mengangkat daerah pedesaan kita, memperkuat ketahanan kita dan membangun kapasitas nasional,” ujarnya penuh semangat.

Empat pilar utama menjadi penopang SBIN, yaitu hilirisasi sumber daya alam, peningkatan teknologi, industrialisasi hijau, serta pengembangan sumber daya manusia. Keempat program ini saling berkaitan dan menjadi satu kesatuan yang menyasar tujuan jangka panjang, yakni mewujudkan ekonomi Indonesia yang berdaya saing dan berkelanjutan.

Menperin lantas menyoroti contoh nyata dari keberhasilan program hilirisasi yang telah menunjukkan hasil signifikan. Salah satunya adalah kawasan industri Morowali di Sulawesi Tengah yang berkembang menjadi pusat global untuk pemurnian nikel dan komponen baterai.

“Kita tidak lagi sekadar mengekspor nikel mentah. Kini kita memproduksi stainless steel dan nikel sulfat berkualitas tinggi,” katanya, menggambarkan lompatan besar dalam sektor logam dan baterai yang menjadi kunci teknologi masa depan.

Keberhasilan Morowali menjadi cerminan arah baru industri nasional: dari berbasis ekspor bahan mentah ke arah hilirisasi dan manufaktur bernilai tambah tinggi. Ini juga menjadi bagian penting dalam mewujudkan industrialisasi hijau, yang sejalan dengan target transisi energi dan pengurangan emisi karbon secara global.

Dengan mengedepankan pendekatan holistik seperti SBIN, Indonesia tak hanya mempersiapkan sektor industri menghadapi tantangan masa depan, tetapi juga memperkuat struktur ekonomi nasional dari hulu hingga hilir. Lebih dari itu, langkah ini juga membuka peluang untuk pemerataan pembangunan, terutama ke wilayah-wilayah yang sebelumnya belum tersentuh industri.

Langkah berani Indonesia ini pun mendapat perhatian positif dari kalangan akademik Jepang yang hadir. Forum ini diharapkan menjadi awal dari kolaborasi yang lebih erat antara kedua negara dalam bidang pengembangan industri, teknologi, dan sumber daya manusia.

Kehadiran Menperin di Universitas Hiroshima tidak hanya sebagai simbol diplomasi ekonomi, tetapi juga menjadi ruang berbagi gagasan untuk mewujudkan industri masa depan yang adaptif, inklusif, dan berkelanjutan. Transformasi industri Indonesia kini tidak lagi sekadar wacana, tapi sudah menjadi gerakan konkret menuju daya saing global yang lebih kuat.

Terkini