JAKARTA - Rasa kebersamaan dan semangat menjaga tradisi lokal begitu terasa ketika ribuan warga berkumpul di Desa Tulakan, Kecamatan Donorojo. Momen itu terjadi saat masyarakat setempat kembali menggelar salah satu prosesi budaya paling ikonik, yaitu Jembul Tulakan, sebuah tradisi yang tidak hanya kaya akan nilai sejarah, tetapi juga mampu menyedot perhatian publik sebagai potensi unggulan dalam wisata budaya Kabupaten Jepara.
Diselenggarakan setiap Senin Pahing di bulan Apit menurut penanggalan Jawa, Jembul Tulakan menjadi momentum spiritual dan sosial yang lekat dalam kehidupan masyarakat Tulakan. Tradisi ini, yang telah berlangsung secara turun-temurun, kini makin menguatkan posisi Jepara sebagai daerah yang sarat akan nilai budaya dan sejarah lokal yang hidup.
Sejak pagi hari, suasana di jalan-jalan desa tampak semarak. Warga dari berbagai penjuru memadati area prosesi untuk menyaksikan arak-arakan Jembul Lanang dan Jembul Wedok, dua simbol utama yang menggambarkan hasil bumi dan kekayaan laut. Keduanya dibawa menggunakan ancak, wadah khas dari anyaman bambu, dan dihias dengan kain warna-warni, memperkuat kesan sakral dan visual yang memikat. Tak hanya sebagai tontonan budaya, Jembul Tulakan menjadi peristiwa yang sarat makna spiritual, menyentuh sisi religius dan rasa syukur masyarakat atas hasil panen dan berkah alam.
Prosesi ini mendapatkan perhatian langsung dari Bupati Jepara, Witiarso Utomo, yang hadir bersama Wakil Bupati Muhammad Ibnu Hajar dan Penjabat Sekda Ary Bachtiar. Mereka turut serta menyaksikan langsung bagaimana masyarakat dengan penuh antusiasme menjaga dan merawat tradisi yang telah diwariskan secara turun-temurun itu.
“Hari ini ada tradisi Jembul Tulakan yang biasa dilakukan setiap tahun. Alhamdulillah berjalan lancar dan penuh antusiasme dari masyarakat. Mudah-mudahan ini menjadi berkah bagi Desa Tulakan,” ujar Witiarso.
Bagi Pemerintah Kabupaten Jepara, tradisi semacam ini menjadi lebih dari sekadar kegiatan budaya. Witiarso menilai, Jembul Tulakan memiliki nilai lebih untuk dikembangkan sebagai bagian dari agenda wisata tahunan. Menurutnya, dengan kekayaan cerita sejarah dan spiritualitas yang dimiliki, prosesi ini punya daya tarik kuat bagi wisatawan, baik lokal maupun mancanegara.
"Potensi tradisi seperti ini sangat besar jika dikemas dengan baik dalam promosi wisata budaya. Kita dorong agar tradisi ini bisa menjadi bagian dari branding pariwisata Jepara,” tambahnya.
Penuturan mengenai latar belakang tradisi ini disampaikan oleh Petinggi Desa Tulakan, Budi Sutrisno, yang menjelaskan bahwa akar sejarah Jembul Tulakan berasal dari kisah spiritual Ratu Kalinyamat, seorang tokoh perempuan kuat dalam sejarah Jepara. Ia menyebutkan bahwa tradisi ini merupakan bentuk penghormatan terhadap laku tapa sang ratu yang sedang berduka atas wafatnya Sultan Hadlirin.
“Tradisi ini terinspirasi dari laku spiritual Ratu Kalinyamat yang bersumpah dengan kalimat ora ingsun topo, budar ingsun sedurunge keset jambule Aryo Penangsang. Dari kata jambul inilah muncul istilah Jembul, lalu dilaksanakan sedekah bumi sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT,” terang Budi.
Tradisi ini tidak hanya melibatkan arak-arakan semata, tetapi juga menampilkan beragam tokoh dari legenda rakyat setempat, seperti Said Usman, Suto Mangun Joyo, Mbah Leseh, serta barisan prajurit dari lima dukuh di Desa Tulakan. Parade ini menghidupkan kembali cerita rakyat yang menjadi bagian penting dari identitas kultural masyarakat Jepara. Semua unsur dalam prosesi, dari kostum hingga narasi, menjadi representasi nyata bahwa warisan budaya masih sangat dihormati dan dijaga keberlanjutannya.
Sebagai ruang perjumpaan antara generasi, Jembul Tulakan juga berperan sebagai media edukasi budaya bagi generasi muda. Banyak anak-anak dan remaja yang turut serta dalam pawai budaya, mengenakan pakaian tradisional dan ikut memainkan peran dalam cerita-cerita rakyat yang ditampilkan. Hal ini menjadi upaya nyata agar tradisi tidak hanya dilestarikan, tetapi juga diwariskan.
Dengan prosesi yang kian meriah setiap tahunnya, harapan besar pun muncul untuk membawa tradisi Jembul Tulakan ke panggung yang lebih luas. Kolaborasi antara pemerintah daerah, tokoh masyarakat, dan komunitas budaya menjadi kunci penting agar acara ini terus berkembang, termasuk dalam bentuk digitalisasi dokumentasi, promosi pariwisata, hingga sinergi dengan industri kreatif.
Tidak hanya memberikan hiburan dan kebanggaan bagi warga setempat, Jembul Tulakan kini dilihat sebagai bagian penting dalam pengembangan ekonomi berbasis budaya, terutama bagi pelaku UMKM dan sektor jasa di sekitar kawasan Donorojo. Kehadiran pengunjung yang membludak memberi efek positif terhadap perputaran ekonomi lokal, dari penjual makanan, kerajinan, hingga akomodasi.
Dengan daya tarik yang kuat, pelestarian yang konsisten, serta dukungan pemerintah daerah, Jembul Tulakan memiliki peluang besar untuk dikenal lebih luas sebagai destinasi wisata budaya unggulan di Indonesia. Tradisi ini menjadi bukti bahwa kekayaan lokal dapat menjadi pondasi yang kokoh untuk membangun kebanggaan daerah dan daya saing dalam industri pariwisata.