Sri Mulyani Bicara Aturan Pajak Terbaru

Selasa, 15 Juli 2025 | 12:19:03 WIB
Sri Mulyani Bicara Aturan Pajak Terbaru

JAKARTA - Langkah tegas dan terstruktur kembali diambil oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam upaya membangun sistem perpajakan yang adil dan modern. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 resmi diberlakukan, menetapkan ketentuan pemungutan pajak penghasilan (PPh) 22 oleh marketplace dari para pedagang yang tergabung dalam ekosistem digital.

Aturan ini bukan hanya bentuk respons terhadap meningkatnya transaksi daring, tetapi juga bagian dari strategi pemerintah untuk menyederhanakan sistem administrasi perpajakan sekaligus meningkatkan efisiensi pemungutan pajak di sektor ekonomi digital.

Mulai tahun 2025, setiap platform perdagangan elektronik atau marketplace yang ditunjuk sebagai Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) memiliki kewajiban memungut PPh 22 dari pedagang yang berjualan di dalamnya. Pemungutan ini akan berlaku secara otomatis apabila omzet bruto pedagang tersebut telah melampaui Rp500 juta dalam setahun.

Pajak Hanya Berlaku bagi Pedagang Berkategori Besar

Sri Mulyani memastikan bahwa aturan ini tidak akan membebani pedagang kecil. Hal ini ditegaskan dalam ketentuan bahwa pungutan hanya akan diterapkan kepada mereka yang memiliki omzet tahunan di atas Rp500 juta. Bagi pedagang yang berada di bawah batas tersebut, pemerintah memberikan pembebasan dari kewajiban PPh 22.

Agar dapat memanfaatkan pembebasan tersebut, pedagang cukup menyampaikan surat pernyataan omzet kepada marketplace tempat mereka berjualan. Surat ini menjadi dasar pembebasan pungutan dan harus disampaikan paling lambat di akhir bulan saat omzet menembus ambang batas.

Regulasi ini secara tidak langsung memberikan edukasi fiskal kepada para pelaku usaha digital, sehingga mereka lebih tertib dalam mengelola laporan pendapatan serta memahami pentingnya kewajiban perpajakan yang proporsional dan adil.

Besaran Pajak yang Dikenakan

Dalam PMK 37 Tahun 2025 yang ditandatangani Sri Mulyani, ditetapkan bahwa besaran PPh 22 adalah sebesar 0,5 persen dari omzet bruto pedagang dalam setahun. Besaran ini dihitung tanpa memasukkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Besaran tarif ini relatif ringan namun strategis dalam mendukung penerimaan negara dari sektor perdagangan digital yang terus bertumbuh.

“Dengan tarif yang rendah dan mekanisme yang sederhana, diharapkan ekosistem pajak digital dapat terbangun secara sehat tanpa memberatkan para pelaku usaha,” demikian penjelasan dari pejabat Ditjen Pajak yang dikutip dalam penyampaian regulasi tersebut.

Ada Pengecualian Tertentu

Meskipun cakupan pengenaan pajak ini luas, pemerintah tetap menyertakan beberapa pengecualian. Sejumlah jenis transaksi tidak dikenakan PPh 22 berdasarkan aturan ini. Termasuk di antaranya adalah:

-Layanan pengiriman dan ekspedisi oleh mitra ojek daring atau platform teknologi.

-Pedagang yang telah memiliki Surat Keterangan Bebas (SKB) dari pemotongan atau pemungutan PPh.

-Penjualan emas perhiasan dan logam mulia oleh pabrikan, pengusaha, dan pedagang emas.

-Transaksi penjualan pulsa serta kartu perdana.

-Transaksi pengalihan hak atas tanah dan bangunan, termasuk perubahan dokumen jual beli.

Pengecualian ini bertujuan menjaga proporsionalitas pungutan dan memberikan ruang kebijakan bagi sektor-sektor yang telah memiliki pengaturan pajak tersendiri atau bersifat sangat spesifik.

Ditetapkan dan Berlaku Mulai Juli 2025

Peraturan ini mulai diberlakukan sejak diundangkan. PMK 37 Tahun 2025 ditetapkan dan resmi diundangkan. Dengan begitu, marketplace sudah harus menyesuaikan sistem mereka untuk memfasilitasi pemungutan pajak kepada pedagang yang memenuhi ketentuan.

Sri Mulyani menyampaikan bahwa aturan ini merupakan langkah nyata pemerintah dalam memastikan keadilan fiskal di era digital. Di satu sisi, pemerintah berupaya menjaga keseimbangan antara perlindungan bagi pelaku usaha kecil dan dorongan bagi pelaku usaha besar agar berkontribusi dalam penerimaan negara.

Pemerintah Dorong Kepatuhan Tanpa Memberatkan

Melalui PMK ini, pemerintah memberi sinyal bahwa dunia usaha digital, seperti halnya usaha konvensional, harus berjalan beriringan dengan kepatuhan fiskal. Marketplace pun diharapkan dapat berperan aktif sebagai penghubung antara pelaku usaha dan otoritas pajak. Hal ini memungkinkan proses administrasi perpajakan menjadi lebih efisien dan minim kendala teknis.

“Marketplace kini menjadi mitra penting pemerintah dalam mendukung tertib administrasi pajak. Mekanisme pungut, setor, dan lapor dapat berjalan lebih optimal jika dilakukan oleh pihak yang memiliki akses langsung ke transaksi,” sebut keterangan resmi Kementerian Keuangan.

Langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah terus bergerak adaptif terhadap dinamika bisnis digital yang berkembang cepat. Dengan sistem perpajakan yang lebih rapi dan partisipatif, diharapkan kontribusi sektor ini terhadap pembangunan nasional semakin signifikan.

Pesan Penting untuk Para Pedagang Online

Bagi para pelaku usaha di marketplace, memahami PMK 37 Tahun 2025 adalah hal yang wajib dilakukan. Mereka disarankan mengecek omzet tahunan secara berkala dan segera menyampaikan surat pernyataan kepada platform jika omzet masih di bawah Rp500 juta. Kepatuhan terhadap aturan ini akan memberi perlindungan hukum dan meminimalkan risiko kesalahan administratif.

Dengan sistem yang makin tertata, para pelaku usaha digital kini bisa melangkah lebih mantap dalam mengembangkan bisnis. Di sisi lain, negara pun memperoleh dukungan nyata dari sektor ekonomi digital yang makin kuat.

Terkini