Pajak Pedagang Online Kini Makin Tertib

Selasa, 15 Juli 2025 | 10:46:06 WIB
Pajak Pedagang Online Kini Makin Tertib

JAKARTA - Pemerintah terus mendorong tata kelola ekonomi digital yang lebih terstruktur dan berkelanjutan. Salah satu langkah signifikan yang baru saja diberlakukan adalah penunjukan beberapa platform e-commerce besar sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi pedagang daring. Kebijakan ini diharapkan mampu menciptakan keadilan dalam sistem perpajakan sekaligus mendorong kesadaran pajak para pelaku usaha digital.

Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati secara resmi menetapkan bahwa pelaksanaan pemungutan pajak atas penghasilan pedagang online akan dilaksanakan oleh lokapasar terpilih yang memenuhi sejumlah kriteria. Aturan ini mulai diberlakukan.

Dalam keterangannya, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Bimo Wijayanto menjelaskan bahwa empat e-commerce nasional telah ditunjuk untuk menjalankan fungsi pemungutan PPh Pasal 22. Keempatnya adalah Tokopedia, Shopee, Lazada, dan Blibli.

“Nanti mereka akan memungut PPh dari merchant-merchant yang berdagang di platform elektronik mereka,” ujar Bimo seusai rapat bersama Komisi XI DPR RI di Senayan, Jakarta.

Siapa Saja yang Akan Terlibat?

Penunjukan e-commerce ini didasarkan pada Pasal 3 PMK Nomor 37 Tahun 2025, di mana platform yang dimaksud harus merupakan penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik yang berkedudukan di Indonesia ataupun luar negeri, selama memenuhi kriteria tertentu. Mereka juga wajib menggunakan rekening escrow untuk menampung penghasilan dari transaksi di platform mereka.

Tak hanya itu, mereka juga harus mencatatkan nilai transaksi dan traffic (jumlah pengakses) dalam 12 bulan terakhir yang melebihi batas tertentu, sebagaimana diatur dalam beleid tersebut. Penentuan batasan nilai dan akses tersebut berada di bawah kewenangan Direktur Jenderal Pajak.

Dengan sistem baru ini, pemerintah berupaya menyelaraskan ekosistem digital dengan sistem perpajakan nasional tanpa menghambat pertumbuhan UMKM dan pelaku usaha daring lainnya.

Kriteria Pedagang yang Tergolong Objek Pemungutan

Berdasarkan Pasal 5 dalam aturan yang sama, pedagang dalam negeri yang dimaksud mencakup orang pribadi atau badan yang menerima penghasilan melalui rekening bank atau sejenisnya. Mereka juga menggunakan alamat IP Indonesia atau nomor telepon dengan kode negara Indonesia dalam kegiatan transaksi digital mereka.

Termasuk dalam kategori ini adalah perusahaan ekspedisi, asuransi, hingga penyedia jasa yang melayani pembeli melalui sistem perdagangan elektronik.

Dalam menjalankan kewajiban perpajakan, pedagang wajib menyampaikan informasi penting seperti NPWP atau NIK, serta alamat korespondensi. Pedagang juga harus menyampaikan surat pernyataan jika peredaran bruto tahun berjalan mereka belum mencapai Rp 500 juta. Sementara yang telah melewati batas tersebut, akan langsung menjadi subjek pemungutan PPh di bulan berikutnya.

“Dalam hal pedagang dalam negeri menyampaikan surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6), pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) wajib melakukan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai awal bulan berikutnya setelah surat pernyataan diterima oleh pihak lain,” demikian isi dari Pasal 7 ayat (3) PMK tersebut.

Tarif dan Mekanisme Pelaporan

Besaran PPh Pasal 22 yang dipungut oleh platform e-commerce dari pedagang adalah sebesar 0,5% dari peredaran bruto, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Nilai pungutan ini dicantumkan dalam dokumen tagihan.

Apabila penghasilan pedagang dikenakan PPh yang bersifat final, maka PPh Pasal 22 ini akan dianggap sebagai bagian dari pelunasan pajak tersebut. Jika terjadi kelebihan pembayaran, pedagang dapat mengajukan pengembalian pajak. Sebaliknya, jika terjadi kekurangan, maka pedagang wajib melakukan penyetoran mandiri sesuai dengan aturan perpajakan yang berlaku.

“Pedagang dalam negeri wajib melaporkan kekurangan Pajak Penghasilan yang telah disetor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan Unifikasi,” sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 9 ayat (2).

Jenis Transaksi yang Dikecualikan

Pemerintah juga memberikan sejumlah pengecualian agar kebijakan ini tetap inklusif. Pasal 10 menyebutkan beberapa jenis transaksi yang tidak dikenai pemungutan PPh Pasal 22, di antaranya:

-Penjualan oleh WP orang pribadi dengan omzet di bawah Rp 500 juta dan telah menyampaikan surat pernyataan.

-Penjualan jasa pengiriman atau ekspedisi oleh mitra e-commerce.

-Penjualan oleh pedagang yang memiliki surat keterangan bebas pemungutan PPh.

-Penjualan pulsa dan kartu perdana.

-Penjualan emas (baik perhiasan maupun batangan) oleh pelaku usaha emas.

-Transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

Namun, meski tidak dipungut oleh e-commerce, jenis penghasilan tersebut tetap wajib dikenakan pajak sesuai dengan mekanisme yang berlaku di Indonesia.

Mendorong Ketaatan Pajak di Era Digital

Kebijakan ini menjadi cerminan transformasi sistem perpajakan Indonesia dalam menyesuaikan diri dengan era digital. Penunjukan e-commerce sebagai mitra strategis pemerintah mempertegas peran penting sektor ini dalam ekosistem fiskal nasional.

Dengan pendekatan yang proporsional dan aturan yang rinci, pelaku usaha daring kini memiliki pedoman yang lebih jelas dalam memenuhi kewajiban pajaknya. Di sisi lain, negara juga memperoleh kepastian hukum atas penghasilan dari aktivitas ekonomi digital yang semakin berkembang.

Upaya ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga untuk menciptakan iklim usaha yang adil dan transparan di ruang digital Indonesia.

Terkini